Malam purnama berlangsung dengan tenang di kediaman Deana. Malam ini ia tidur sendiri karena Adoria tidak kembali bersamanya. Gadis itu ingin tidur di rumah menemani sang ibu. Ayahnya sedang pergi keluar untuk mencari sesuatu, kabarnya ia mencari benda keramat untuk menangkal werewolf. Entah apa yang dimaksudkannya. Deana yang diberi undangan untuk menginap malam itu, memilih menolak karena Koa akan sendirian nantinya. Jadi, lebih baik ia pulang saja.
Deana merapihkan pondok usangnya yang sangat ia sayangi. Ia bersama Koa saling bersahutan dari dalam pondok itu. Deana tak habis pikir, kenapa ia malah berbicara dan tertawa seperti itu dengan Koa? Tapi, ya sudahlah, tak masalah. Tak ada yang mengetahuinya juga. Lebih baik ia bergegas karena ia ingin mampir melihat keadaan Adoria.
"Ayo, Koa! Mari lihat keadaan Adoria dan ibunya. Pasti Adoria tidak tidur semalaman."
Deana menggendong Koa dan berjalan menuju desa. Namun, tak sengaja ia melihat sesuatu yang tak biasa. Desa itu porak poranda seperti habis diterpa badai. Apakah semalam ada badai? Tapi, pondoknya dalam kondisi baik. Deana tiba-tiba saja berlari karena ia punya firasat buruk akan hal itu. Betul saja, sesampainya di pondok keluarga Adoria, kedai di mana ia menyimpan daging berantakan, tak ada yang tersisa di sana. Bahkan sepanjang perjalanan ke sana, rumah warga yang lain pun tak luput dari kekacauan itu. Ia melihat beberapa pria terkulai di tanah dengan luka cakar di tubuhnya. Beruntung tak ada wanita dan anak-anak dalam insiden itu. Mungkin para kaum pria di sana sudah melindungi mereka dengan baik dan menyuruhnya untuk berlindung.
Deana langsung memasuki rumah Adoria. Matanya mencari-cari di mana keberadaan Adoria dan ibunya. Dalam hati, ia berdoa agar mereka berdua tak terluka dan dalam kondisi yang baik. Dengan perlahan ia melangkah masuk , kepalanya menoleh ke kanan ke kiri sembari membuka tirai ruangan satu persatu berharap menemukan keduanya di sana sedang meringkuk atau sejenisnya. Namun, hingga akhir pencarian, rumah itu sama sekali tak menunjukkan diri sang pemilik. Deana pun panik dan kembali mencarinya sekali lagi. Mungkin saja ia melewatkan satu titik di mana mereka akan bersembunyi.
"Di mana Adoria dan bibi?" tanya Deana retoris. Ia terus berusaha mencari. Pondoknya tak terlalu besar namun melelahkan. Mungkin karena ia pun sedang panik, pikirannya ada entah di mana sedangkan ia seharusnya bisa fokus mencari di sini.
Deana terlihat keluar dari rumah itu dan berjalan menuju tengah area pasar. Bisa jadi mereka ada di sana karena sepanjang jalan tadi ia tak menemukan perempuan sama sekali. Hanya ada beberapa pria saja yang terluka dan masih pingsan. Ia tak ingin membangunkan mereka karena takut ada kesalahpahaman.
Saat tiba di tengah pasar, ia melihat Adoria dan ibunya datang menghampiri dari arah aula tengah. Ia melihat mereka berdua lusuh sekali. Dengan sekejap mata, Deana sudah menggenggam tangan Adoria dan berkata, "Ada apa ini, Adoria?"
"Werewolf. Entah dari mana asalnya, mereka datang dengan wujud asli mereka dan memporak porandakan desa ini. Kau sendiri tidak apa?"
"Aku? Pondokku tidak diserang. Mungkin karena letaknya cukup jauh dari desa dan aroma tubuhku tak begitu mengundang insting mereka karena aku sedang sendiri dan sedang bersama Koa yang seekor kucing."
Adoria tidak paham. Penciuman bangsa werewolf itu cukup tajam. Aroma Deana pasti akan tercium jelas kareana jaraknya tak terlalu jauh dari jangkauan mereka. Aneh. Werewolf itu dari pack mana? Mensis tak mungkin membiarkan salah satu diantaranya lepas begitu saja. Yang Adoria tahu, penjagaan Mensis sangatlah ketat karena Cleon pernah bercerita tentang itu. Jadi, mustahil kalau memang mereka dari Pack Mensis.
"Kau punya praduga, Adoria?"
Adoria menoleh, ia mendapati anak kepala desa yang sempat mendekatinya itu sudah ada di sebelahnya. Sebelum mendekati Adoria, ia memerintah penjaga dan penduduk lain untuk membantu mengevakuasi korban yang semalam sempat menghalau mereka. Sementara Adoria kini tak tahu harus menjawab apa.
"Sudah jelas bangsa werewolf. Kalau tuan menanyakan praduga tentang dari klan mana mereka berasal, Adoria pasti tidak tahu. Karena ia belum pernah melihat wujud asli dari mereka. Lebih baik tuan menganalisa dan mencari bukti konkretnya."
"Cerdas juga rupanya kau. Siapa namamu? Aku tak pernah melihatmu di sini."
"Saya Deana, tinggal di sisi luar desa, tepatnya di tepi hutan."
"Kau terlihat baik. Apa mereka tidak menyerangmu?"
"Pondok saya dalam keadaan baik."
"Menurutmu, mengapa werewolf itu datang dan hanya mengacak-acak desa sedangkan jarak ke rumahmu bisa mereka capai dalam hitungan menit?"
Deana berpikir. Memang kalau hanya karena beruntung itu sepertinya mustahil. Karena dulu orangtuanya pernah di serang di pondok itu dan mereka juga menghancurkan desa tanpa terkecuali. Deana berspekulasi dan menerka apa saja kemungkinan yang bisa terjadi.
"Menurut saya, kalau kondisinya seperti ini kemungkinan ini penyerangan terencana. Bisa dilakukan oleh pihak klan atau dari Rogue. Akan tetapi kalau dari pihak klan akan terlalu berisiko karena anggota mereka pastilah sangat berharga dan bangsa werewolf yang memiliki klan tidak mungkin membiarkan anggotanya sebagai senjata. Namun, ada yang aneh. Kalau memang ini ulah bangsa werewolf, bagaimana bisa mereka memilih targetnya? Apa mungkin perubahan mereka terkendali?"
Anak kepala desa itu mendengar seksama. Analisa yang diberikan Deana cukup terperinci. Ia hanya perlu menguliknya lebih dalam lagi. Gambaran dari Deana cukup untuk digunakan sebagai acuan dasar. Ia mendekat ke arah Deana dan mengajaknya duduk bersantai di bangku kayu yang terbuat dari batang pohon.
"Wawasanmu cukup luas mengenai bangsa mereka. Apa kau adalah salah satunya? Atau mungkin kau mencari tahu sendiri?"
"Tidak. Saya tahu semua itu dari nenek. Nenek saya sangat tidak menyukai bangsa werewolf, jadi, saya paham garis besar tentang mereka."
Anak kepala desa itu mengangguk dan pergi berlalu. Sebelumnya ia sempat mengucapkan terimakasih dan ia akan pergi membantu yang lain untuk menolak para korban. Ia juga berdoa agar tak ada korban jiwa karena kalau sampai ditemukan, ayahnya akan melakukan perlawanan pada bangsa werewolf dengan tanpa pandang bulu. Tentunya, ia tak ingin semua itu terjadi, karena bagaimana pun bangsa mereka harus bisa hidup berdampingan dengan bangsa mana pun.
Selepas anak kepala desa itu pergi, Adoria langsung mendekat. Ia penasaran dengan apa yang akan dipikirkan oleh anak kepala desa itu. Meski ia tahu Deana tak akan mampu mengetahuinya, ia hanya ingin berbagi pikiran saja.
"Deana, apa kau sungguh berpikir begitu? Maksudku, apa kemungkinan ini semua sudah direncanakan? Tapi para Rogue tak akan bertindak berbahaya seperti semalam kalau tidak diperintah seseorang."
"Itulah yang sedang kupikirkan. Sepertinya anak kepala desa juga berpikiran hal yang sama. Ia terlihat pandai, jadi aku yakin ia akan memberantasnya hingga ke akar."