webnovel

Si Kutu Buku

Siska, masih setia pada statusnya sebagai pengajar. Kalau saja teman-teman, kedua orang tua, saudara terdekat dan orang yang mengenalnya tidak menanyakan kapan ia akan menikah? Maka ia sendiri hampir lupa bahwa menikah adalah sunnah Rasulullah.

Dia sendiri hampir lupa bahwa ia pernah mencintai Retno, sebab sejak Retno menikah dengan Ratna ia tidak dapat lagi membuka hati untuk orang lain. Siska setia menantikan duda Retno.

Bila perlu menjadi istri kedua Retno ia juga mau asalkan jangan satu rumah dengan Ratna. Setiap ada yang bertanya padanya kapan ia menikah? Siska hanya bisa bertanya lagi di dalam hatinya: kapan Retno melamar saya? Bahkan Retno pun sempat menanyakan demikian kepada Siska. Retno yang tak tahu keadaan hati Siska, sekali-kali ia melontarkan pertanyaan yang sama. Siska hanya bisa menjawab sekenanya: ketika kamu sudah duda Retno!

Siska adalah guru yang rajin baca buku. Bisa dibilang ia adalah korban jomblo yang keseringan melamun sendiri. Sering lamunannya disadarkan oleh lalat yang suka mendekat ke kuping. Lama Siska berpikir bagaimana cara agar ia tidak melamun lagi.

Bagaimana cara agar ia tidak memikirkan pertanyaan yang orang-oang tanyakan kepadanya. Hingga akhirnya Siska pun memutuskan lalu membiasakan diri untuk membaca buku pada waktu kosongnya.

"Daripada mikirin Retno, ngelamunin Retno, lebih baik aku baca buku!" begitu tegas ia mengatakannya tempo waktu lalat mengganggunya.

Kemana pun Siska berpergian, ia membawa buku dan membaca buku. Ketika ia memasak ia juga sempat sambil baca buku. Ketika berpergian keluar dari rumah, ia membawa buku yang muat dia masukkan di dalam tasnya. Ketika ia ngumpul dengan teman-temannya yang sudah menikah seperti Ratna, Meera dan Marwa, mereka menceritakan kebaikan suami masing-masing, Siska baca buku. Ketika berjalan kaki, ia juga menyempatkan mencuri pandang ke halaman buku yang ia baca seakan mata kakinya bisa menuntunnya berjalan.

Ketika teman-temannya mengajaknya olahraga sore, teman-temannya membawa suami mereka, Siska membawa buku dan membaca buku. Ketika teman-temannya ingin mencurahkan isi hatinya kepada Siska, Siska malah balik bercerita: Tadi malam aku membaca sebuah buku yang bagus. Bukunya aku beli seharga tujuh puluh ribu di toko buku terdekat. Buku itu bercerita tentang sebuah kampung yang indah dan unik. Tidakkah kalian ingin mengunjunginya teman-teman?"

"Kampung apakah itu?" Tanya teman-tamannya penasaran.

"Makanya, jangan tukar cerita suami kalian saja. Baca buku banyak-banyak!"

"Kampung manakah itu Siska yang dimaksud di dalam buku itu?"

"Kampung Cemburu." jawabnya sambil memasang mimik meremehkan teman-temannya.

"Aku sudah pernah ke sana!" Marwa tidak sudi diremehkan.

"Kalau begitu kapan kita ke sana Marwa?" Meera dan Ratna tidak sabar ingin mengunjunginya. Belum sempat Marwa menjawab, Siska segera mendahului.

"Tapi, Kawan, alangkah baiknya kalian mengunjungi Kampung Firdaus." Meera yang pernah berbulan madu di sana segera membanggakan diri dan menjawab sambil berkacak pinggang.

"Bulan maduku di sana!"

"Aku gagal ke sana karena kecelakaan." Marwa menunduk sedih.

"Wah, bagus tidak?" Ratna penasaran, menunggu jawaban Meera.

"Mau ke tepi pantainya saja kita menunggangi kuda. Romantis deh pokoknya suasana di sana!"

Siska segera mengusulkan tempat lain.

"Bagiamana kalau kita ke Kampung Arab saja?" usul Siska. Ratna menatap tajam ke Siska. Menandakan ia sedang kesal dan tidak setuju. Melihat mimik Ratna merah macam kena tampar, Meera dan Marwa tidak mau menjawab. Mereka tinggal menyetujui usulan Ratna. Usulan Siska seratus persen tentunya tertolak. "Kita ke Kampung Cemburu saja dulu!" Saran Ratna tanpa ragu.

"Setuju!" jawab Marwa dan Meera serentak sembari mengepalkan kedua tangan ke udara. Siska yang selalu mencuri-curi waktu lalu memanfaatkannya untuk membaca.

Hanya di kamar mandi ia tidak membaca buku. Walaupun kupingnya sudah tidak mau mendengar pertanyaan kapan ia akan menikah. Tapi tiap hari bertemu dengan teman-temannya selalu saja ditanyakan hal yang sama. Pernah ia ingin menjawab jawaban yang menyakitkan, tapi Siska tidak mau menyakiti temannya, kecuali Ratna, saingan berat lamanya.

Hari ini Reunian kecil-kecilan digelar di rumah Retno dan Ratna. Ratna sendiri yang mengusulkan di rumahnya saja. Ratna bersedia memasak yang banyak, terhitung Ratna adalah juara masak di Awamaalia Univesity.

"Maaf, aku tidak bisa hadir." Siska izin via telepon kepada Ratna.

"Datanglah kalau mau jodohnya segera bertamu. Sebelum jodohmu bertamu ke rumahmu, kamu harus bertamu dulu ke rumahku Sika." Saran cantik Ratna. Mendengar kata jodoh, Siska segera berkemas dan pergi ke rumah Ratna. Dua puluh menit setelah telepon dimatikan, Siska mengetuk pintu. Ratna setengah kaget ketika ia melihat Siska di depan pintu. Siska adalah tamu pertama pada jam sembilan pagi untuk reunian kali ini. Padahal janji semua datang adalah pukul sepuluh pagi. Siska datang satu jam lebih dulu. Siska membantu Ratna dan Retno memasak. Karena Retno melihat Siska juga ikut membantu, Retno memilih duduk di ruang tamu dan monoton tv.

"Janganlah nonton tv, Bang. Nggak enak nanti masakanku ini kalau jomblo yang membantuku, rasanya bisa hambar." Ratna mencoba merayu Retno dan mencoba membuat Siska sebal padanya. Siska hanya diam saja. Tidak menjawab dan tidak menggubris, ia tetap berdiri dan membantu di dapur. Sesekali Ratna pergi ke ruang tamu dan menonton tv bersama Retno. Siska? Berdiri sendirian di dapur, memasak sambil baca buku.

Satu jam kemudian, masakan sudah matang. Firman dan Gunawan datang barengan dengan mobil baru Firman dan Marwa. Firman menyarankan agar satu mobil saja dengannya, supaya terlihat lebih kompak. Firman dan Gunawan mengetuk pintu dengan serentak. Mereka kaget ketika Siska yang membukakan pintu.

"Kapan Retno menikahimu?" tanya Gunawan bercanda pada Siska.

"Kemarin!" jawab Siska sembarangan. Dari ruang tamu Ratna menyahut.

"Siska, kalau mau dapat jodoh, jangan ganggu kebahagiaan orang lain!"

Masakan reunian kali ini lebih nikmat dari sebelumnya. Melihat tumpukan nasi Firman seperti bukit, Siska pun angkat bicara.

"Aku yang memasaknya Firman. Tak usah malu, ambilah sebanyak yang kamu mau."

"Aku dan Retno yang memasaknya!" Ratna membela dirinya dan suaminya.

"Kalian cuma nonton tv!"

"Siska, kalau mau segera dapat jodoh. Relakanlah orang lain bahagia!" mendengar kata jodoh. Siska langsung diam dan mengambil bagiannya, lalu ia pun makan sambil baca buku.Teman-teman yang lain saling menyuapi, Siska hanya bisa menyuapi dirinya sendiri. Teman-temannya yang lain mengambil butiran nasi yang nempel di kumis suaminya, Siska hanya bisa mengambil nasi yang nempel di dagunya sendiri. Sungguh sebuah pemandangan yang memprihatinkan.

Melihat Ratna begitu mesra dengan Retno. Marwa juga ingin Firman mesra terhadapnya. Diam-diam Marwa iri pada kelakuan dua insan yang susah menebaknya kapan mereka romantis, kapan mereka berantam, kapan mereka sedih dan kapan mereka mesra?

Setelah acara makan-makan dan ngorol santai. Semuanya pulang ke rumah masing-masing. Siska diajak Firman menumpang dengan mereka berempat. Tapi Siska tidak mau. Siska berharap Retno yang mengantarkannya pulang. Ketika Firman menyuruh Retno mengantarkan Siska pulang, Ratna mengambil kunci mobil lalu mengantonginya. Terpaksalah Siska naik taksi ke rumahnya. Sepanjang jalan Siska ditemani buku bacaannya.

Setelah tikungan ke kiri itu, Gunawan dan Meera turun kemudian bergegas masuk ke dalam rumah. Sementara Firman dan Marwa kurang lebih sepuluh menit perjalanan lagi.

Tidak lama mengemudi, Firman dan Marwa sampai di halaman rumah. Firman turun duluan dan membuka pintu untuk Marwa.

Marwa tidak mau turun. Ia masih cemberut.

"Kenapa, Dekku?"

"Abang tidak pandai romantis!"

"Romantis seperti apa yang Adek mau dan Adek maksud?"

"Seperti Retno dan Ratna."

"Itu bukan romantis. Tapi itu adalah anak-anak baru gede yang aneh, Dekku."

"Pokoknya, Abang perlu belajar romantis pada Retno!"

"Baiklah. Sekarang Adek turun dulu dan mari kita masuk ke dalam rumah."

"Nggak mau sebelum, Abang berjanji padaku untuk mempelajari romantis!"

"Iya aku janji akan mempelajari romantis, tapi aku tidak mau belajar kepada Retno!"

"Lalu kepada siapa lagi, Bang?"

"Kepada Tauke. Tauke sudah pernah menikah dan tentunya dia sudah berpengalaman."

"Baiklah kalau begitu. Sekalian aku juga ingin bertemu Tauke. Juga berterima kasih pada Tauke karena telah menolong Abang." Kemudian Marwa pun turun. Firman meninggalkan Marwa. Firman masuk duluan. Sementara Marwa masih di samping mobil, masih menyesuaikan sandal di kakinya.

***