webnovel

Setelah Shalat Tahajud

Gunawan dan Meera sejak tadi subuh sudah siap-siap untuk datang ke rumah Marwa di kampung S3, sama-sama suka. Mereka terpaksa menunda berbulan madu ke Kampung Arab karena telah digegerkan dengan berita yang disampaikan oleh Retno melalui telepon jam tiga pagi.

Gunawan sangat terkejut ketika Retno bilang Firman menghilang, pun Meera, ia kaget bukan buatan setelah mengetahui hanya Marwa sendiri yang ditemukan. "Tidak apa-apa bulan madu kita terganggu sayangku, hal mendesak seperti ini harus kita hadiri." begitu ungkap Gunawan pada Meera. Kalau Gunawan yang bicara, Meera hanya bisa menganggukan kepala dan memasang senyum hangatnya.

Masih pagi-pagi sekali bahkan embum pun masih tergenang di dedaunan mereka meninggalkan rumah dan segera meluncur ke rumah Marwa. Rumah Meera dan Marwa terhitung masih dalam satu kecamatan dan sudah sebulan Meera menikah dengan Gunawan, Meera masih menahan Gunawan untuk tinggal di rumahnya saja. Gunawan hanya bisa menurut apa yang dikata istrinya. Sedangkan rumah Gunawan sendiri adalah tidak begitu jauh dari rumahnya Firman, hanya jarak dua kelurahan saja.

Cuma butuh waktu lima belas menit dari rumah Meera ke rumah Marwa. Tak lama kemudian Gunawan sudah sampai di halaman rumah Marwa. Ia menemui banyak mobil yang terparkir di sana. Teman-teman seangkatan mereka sudah sampai lebih awal. Adapun Najwa Detektif, Retno, Ratna dan Siska dari kemarin hari masih menetap di rumah Marwa.

Ayah dan Ibu Marwa melarang mereka kembali kecuali setelah menginap dua hari dua malam terutama Najwa Detektif sebagai pahlawan.

Ibu Firman baru saja tadi malam sampai di rumah Marwa, Marwa sendiri yang menelepon dan lagi-lagi ayah Firman tidak ditelepon khawatir akan banyak tingkahnya. Ibu Firman yang selama ini tidak bisa membedakan antara gula dan garam, setelah berpelukan sembari menangis tersedu-sedu dengan menantu kesayangannya Marwa, ibu Firman sudah mulai lahap makan dan minta dibuatkan dua gelas teh manis yang dicampur madu. Sementara ayah Firman masih melamun sendiri di rumahnya, ia merindukan istrinya persis seperti dulu rasa rindu ketika ia pacaran yang dibatasi oleh jarak dan waktu.

"Firman sebenarnya kemana sih?" tanya Gunawan pada Marwa. Marwa hanya diam tidak sanggup menjawab. Dari dekat dicubit oleh Retno, mengisyaratkan agar Gunawan lebih baik diam daripada menanyakan pertanyaan yang sukar ditemukan jawabannya.

Di pojok ruangan ibu Firman mimiknya separuh tersenyum dan separuhnya lagi terlihat seperti sedih. Ayah dan Ibunya Marwa terlihat senyum bahagia walaupun masih khawatir pada Firman. Teman-temannya hanya terdiam membisu sembari menundukkan kepala dan sebagiannya lagi terlihat bahagia.

Meera sendiri masih merangkul Marwa seakan sudah puluhan tahun tak berjumpa. Pak Rektor, matanya sebelah kanan menjatuhkan air mata sedangkan yang sebelah kiri bening bukan disengaja. Suasana di rumah Marwa kali ini seperti dua peristiwa. Peristiwa yang satu berbahagia dan peristiwa yang kedua gulana. Yang mustahil pun bisa terjadi di rumah Marwa saat ini, hanya pak Rektor yang bisa menangis dengan mata sebelah sedangkan yang satunya lagi menggambarkan mata yang bahagia.

***

Sepulangnya dari rumah Marwa, Najwa Detektif langsung saja menaruh hadiah pahlwannya di atas tv-nya yang ada di dalam kamarnya. Hadiah dari ayah Marwa itu adalah apresiasi yang berharga dan yang pertama kali ia terima. Selama ini ia hanya bekerja dan membuktikan kehebatannya sebagai detektif andalan kawan-kawannya, dan ia tidak menerima apa pun. Yang ia dapatkan adalah berupa gunjingan dan hinaan ketika ia salah atas jerih payahnya yang terkadang tidak seperti yang mereka inginkan.

Hari ini ia benar-benar mengembangkan senyum selebar-lebarnya. Ia kalungkan medali emas dari pak Rektor dan ia genggam piala yang keterangan di bawahnya, "Sang Detektif" itu dengan tangan kirinya, adapun tangan kanannya untuk menggenggam handphone-nya dan ia mengambil satu gambar lalu mengirimkannya pada Ghazi. Nun jauh di sana, Gazhi tersenyum bahagia melihatnya. Baru ini Najwa Detektif mengirim foto padanya, hanya untuknya.

Orang yang pernah ditolak sebelum nembak seseorang yang ia sukai, sebelum jadian, punya pribahasa untuk menggambarkan apa yang dirasakan oleh Najawa Detektif saat ini, "Seperti semut dapat setetes madu, satu sarang kebagian rasanya." Sama seperti yang dilakukan Najwa Detektif, ia yang jatuh cinta, semua yang ada di sekitarnya tahu dan orang yang tidak ia kenal pun bisa tahu bahwa ia mencintai Ghazi.

Bukan hanya sekadar tahu, ayah dan ibunya Najwa Detektif juga sudah mengatakan "setuju" Ghzai jadi mantunya, padahal mereka belum pernah melihat Gazhi sebelumnya, baik nyata maupun sekadar foto saja, tidak pernah. Jangankan melihat foto Gazhi, mendengar namanya saja tidak pernah. Tetapi ayah dan ibunya Najwa Detektif sangat mencintai dan menginginkan Ghazi jadi mantunya.

"Pokoknya, Bapak tidak mau kalau bukan Ghazi yang kamu nikahi." Begitu yakin ayah Najwa berkata ketika saban hari Najwa mempresentasikan tentang Ghzai.

"Aku ingin cucuku nantinya adalah Ghazi nama bapaknya!" itu juga penggalan ucapan dari ibunya Najwa Detektif. Bukan main hebatnya Najwa menyakinkan kedua orang tuanya. Jangankan menyakinkan kedua orang tuanya, menyakinkan rektor Awamaalia agar tidak melaporkan masalah serius atas hilangnya Firman dan Marwa juga karena ucapan dan pembuktiannya.

"Ghazi itu orangnya ganteng, pintar pula mengaji, baik, sayang pada kedua orang tua. Pokonya, apa saja kelebihan yang tidak ada dalam diriku ada pada Gazhi dan apa pun kekurangannya yang sama aku tidak ada pada Gazi, perpect banget deh pokonya Ghazi itu!" Seperti itu penggalan presentasi Najwa Detektif pada kedua orang tuanya.

"Terus kapan kamu dilamar? Kalau bisa secepatnya, Sayang." Ibu Najwa Detektif sudah tidak sabar lagi ingin Ghazi jadi mantunya.

"Suruh datang malam ini juga bisa nggak, Nak?" Ayah Najwa Detektif juga mendesak, padahal hari sudah menunjukkan pukul dua belas kurang seperempat menit. Najwa segera menelepon Gazhi.

"Kapan kamu mau melamar Aku?" Najwa menanyakan pertanyaan tanpa basa-basi. Ghazi yang tadinya sudah tertidur satu jam sebelumnya, bukan main kagetnya. Ia langsung duduk dan menggaruk-garuk kepala. Ia membisu bagaikan mulutnya sedang diberi isolasi. Ghazi setengah gelisah setengah mengantuk lalu menjawab sekenanya.

"Nanti setelah shalat tahajud!" lalu ia matikan kembali handphone miliknya, mati total agar tidak ada yang mengganggunya. Najwa Detektif pun melaporkan hasilnya pada kedua orang tuanya.

"Secepatnya kataya, Buk, Yah."

"Secepatnya itu kapan?" Ayah Najwa Detektif sangat penasaran.

"Ya tanyaiin lagi, kapan pastinya?" Ibu Najwa Detektif tidak sabar ingin segera punya cucu.

"Ya nanti aku tanya lagi waktu bangun tahajud."

***