webnovel

Post Power Syndrome

"Kamu benaran serius dengan orang yang mengirimimu pesan ini, Siska?" Najwa Detektif memeriksa perasaan Siska.

"Kalau ia adalah orang yang serius, maka aku tentu saja serius, tapi...,"

"Tapi lagi?" Ratna penasaran. Ingin segera tahu apa isi kepala Siska. Tadinya Ratna sudah curiga bahwa suaminya selingkuh dengan Siska, ternyata isi inbox itu membuktikan bahwa Siska dan Tauke sedang berada di jalur asmara.

"Tapi sepertinya orang yang mengirimkan pesan ini kurang serius deh. Karena ia penuh dengan rayuan, aku tak suka rayuan. Aku mau pembuktian."

"Kita semua sudah kenal dengan orang ini Siska. Beliau inilah orang yang merawat Firman dan beliau ini ikut dulunya ke rumah Marwa waktu mengantar Firman. Belau ini orang baik dan kaya dan dermawan. Masa ia kamu lupa dengan beliau yang memakai jas dan membawa rombongan waktu itu?"

"Iya aku ingat, tapi beliau udah seumuran tiga puluhan. Udah bapak-bapak!"

"Makanya kalau cari jodoh nggak usah promosi, gendong boneka lah, ganti foto profile kartun menikah lah, baca buku menikah lah, update status lah, banyak kali kodemu! Akhirnya bapak-bapak pun ikut menanggapi." Ratna hatinya masih mendongkol.

"Tapi kalau aku mau, apa urusanmu, Ratna?" Siska tak tahan dikoreksi. Ratna diam tak menyahut.

"AKu yakin beliau adalah orang baik." Najwa Detektif menguatkan Siska. Siska diam membisu, pura-pura baca buku, padahal ia sedang mengingat-ingat orang yang dulu pernah ia lihat di rumah Marwa saat mengantarkan Firman.

"Oh ya, tapi beliau dari mana dapat nomorku?" Siska menyelidiki.

"Nah, itu dia masalahnya. Kamu mau tau nggak siapa pelakunya?" Najwa Detektif menawarkan penyelidikan baru dan kasus baru.

"Mau!" Siska tak sabaran, ingin tahu orangya.

Selesai minum jus alpukat buatan Siska, Najwa Detektif mengajak Siska dan Ratna pergi ke rumah Retno. Sampai di rumah, Retno masih nonton tv dan sedang makan mie buatannya sendiri. Retno sedikit gemetaran hingga gayanya makin membuat Najwa Detektif curiga padanya. Retno tidak menoleh ke arah Najwa Detektif, ia nonton tv, pura-pura tidak tahu ada orang di dekatnya.

"Retno, kamu yang mengirimkan nomor Siska ke Tauke ya?"

"Mengirimkan nomornya Siska ke Tauke? Aku saja tidak punya nomor Tauke." Retno menjawabnya dengan lancar dan dapat diterima oleh akal Najwa Detektif. Tapi ia masih curiga.

"Benaran nggak ada nomor, Tauke?"

"Nggak ada Najwa! Emang kenapa sih Kamu kok curiga gitu sama, Aku?"

"Sepertinya teman kita akan segera dilamar, Tauke!?" kata Najwa Detektif.

"Wah, serius? Senangnya dengarnya!" Retno senang ketika ia tahu Siska sudah dapat jodoh, ia menunjukan wajah senangnya padahal hatinya sedikit hancur karena kalau ia bercerai dengan Ratna, maka cinta Siska padanya akan segera ia tanggapi, tapi kini Siska sedang di ambang pintu asmara dengana Tauke.

"Mau ikut bantu kami nggak?" Najwa Detektif menawarkan lowongan pekerjaan pada Reno. Karena Retno ingin tahu kelanjutan kisah cinta Siska dan Tauke, Retno pantang ditawari, langsung segera menyambar.

"Walaupun Kamu tak mengajakku, aku akan minta ikut!" Padahal ia tidak tahu bahwa tawaran itu adalah cara Najwa Detektif mendamaikan dirinya dengan Ratna, dan Najwa Detektif akan segera tahu masalah misterius berubahnya Retno. Retno mengambil jaket di kamarnya. Ratna mengambil tasnya di kamar sebelah. Tak lama kemudian mereka pun keluar dari dalam dan menuju ke mobil.

"Kita satu mobil saja, nggak usah bawa mobilmu Retno. Barerng mobil Syilla aja." Siska mengajak gabung, tidak membiarkan Retno sendirian.

"Aku mau, tapi aku yang nyetir!" Retno menawarkan diri sebagai alasan ia mau gabung. Najwa Detektif menatap Syilla, Syilla tampak setuju. Najwa Detektif dan Siska segera masuk dan duduk di kursi belakang, sementara Ratna masih berdiri di samping mobil, masih bercermin. Terpaksalah Ratna duduk di depan sebelah kiri Retno. Perjalanan pun segera ditempuh. Retno tak pernah mau menoleh ke arah Ratna, hari ini adalah hari ketiga ia bersikap dingin terhadap Ratna.

Sudah lebih setengah perjalanan, suasana dalam mobil seperti tak ada orang, Retno dan Ratna tidak bicara sepatah kata pun. Berkali kali Ratna mencoba memulai bicara bahkan dengan cara yang berbeda-beda.

Seperti pura-pura minta dinyalakan lagu padahal mobilnya Syilla tak punya lagu, pura-pura merapikan kemeja yang dipakai Retno, padahal kemeja itu baru dipakai dan Ratna sendiri yang menyetrikanya waktu masih baikan, pura-pura ia haus dan minta dibelikan Retno air minum, padahal di dalam mobil di kursi belakang ada air di dalam kardus. Bahkan ketika Ratna kehabisan ide, Najwa Detektif memberikan masukan ide.

Najwa Detektif menyuruh Ratna menyuguhkan minuman ke mulut Retno yang sedang menyetir. Ketika Ratna menyuguhkan minuman, tiba-tiba Retno menekan rem mendadak, hampir saja Ratna jungkir balik ke kaca depan, dan air minum itu tumpah mengenai celana hitam Retno. Tapi Retno tidak marah, ia tetap membisu. Ratna belum juga jera, Najwa Detektif menyuruh Ratna bersandar di bahu Retno, karena Retno sudah tak sanggup atas tingkah Ratna, akhirnya ia pun bicara, tapi tidak langsung pada Ratna, pada semuanya, khususnya pada dirinya sendiri,

"Kalau mau kita mati semuanya bersamaan, bilang aja! Supaya kubelokkan mobilnya ke jurang!"

"Janganlah marah Sayang, gitu aja marah." Ratna masih tetap merayu, Retno tetap membeku.

Tak lama kemudian Retno putar setir ke kiri lalu masuk ke halaman rumah Marwa dan mobil pun diparkirkan. Bapak Marwa yang sedang membaca buku di depan rumah segera berdiri dan menyambut tamunya. Ngomong-ngomong bapaknya Marwa rajin baca buku karena ia terinspirasi oleh Siska yang selalu baca buku ketika ke rumah Marwa, hingga akhirnya bapak Marwa meminta Marwa membelikan buku-buku untuk ia baca.

"Firma ada, Pak?" Najwa Detektif sudah tak sabar ingin bertemu Firman.

"Ada di dalam." Hanya menjawab sekenanya saja, lalu bapak Marwa melanjutkan baca buku.

Najwa Detektif dan rombongan masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu. Tak lama, Firman dan Marwa turun dari lantai dua. Semuanya dihidangkan minuman jus jeruk oleh pembantu Marwa yaitu istri supirnya sendiri. Najwa Detektif tidak mau minum, ia ingin segera mengintrogasi Firman.

"Firman, boleh kita bicara sebentar?"

"Kita berdua, Najwa?"

"Tidak, Aku, kamu dan Siska." Marwa yang mendengar suaminya diajak ngobrol bertiga langsung tak terima.

"Nggak boleh bertiga, aku harus ikut!" Marwa cemburu dan takut suaminya digoda Siska.

"Nggak boleh, ini urusan serius, Marwa. Bentar saja." Najwa Detektif berusaha membuat alasan agar Marwa mengerti dan tidak ikut campur.

"Nggak mau, Aku harus ikut pokoknya!" Karena Marwa keras kepala, Najwa Detektif membolehkan Marwa bergabung. Najwa Detektif, Siska, Marwa dan Firman ke ruang dapur, sementara Retno dan Ratna tinggal berdua di ruang tamu, saling berhadapan dan berdekatan, tapi tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Retno.

Sampai di ruang dapur, Najwa Detektif pun mulai menanyakan pertanyaan yang ia simpan sejak dari rumah Retno.

"Firman, kalau boleh tau, Tauke itu udah punya istri apa belum sih?"

"Sekarang sedang belum."

"Maksudnya sedang belum?"

"Ya untuk sekarang belum punya dan sedang mencarinya. Beliau ingin sekali menikah, tapi belum nemu jodohnya. Beliau orang baik."

"Owh begitu." Najwa Detektif mengangguk mafhum dan ia siap menerkam Firman dengan pertanyaan selanjutnya.

"Ya begitu. Emang kenapa, Najwa? Mau jodohin Siska dengan Tauke?" Firman curiga dan coba menebak.

"Ya, rencananya begitu." jawab Najwa Detektif sesukanya. Siska hanya pasrah, ia menyerahkan sepenuhnya pada Najwa Detektif, apa pun yang diucapkan Najwa Detektif, ia terima lapang dada.

"Nah bagus itu. Saya setuju!" Firman tersenyum gembira, Marwa senyuman dan tak dapat menahan tawa sambil memegangi perut. Najwa Detektif ingin segera mengeluarkan amarahnya, tapi ia tahan. Siska diam tak bicara, pura-pura baca buku.

"Kamu ya, Fir yang ngirim nomor Siska ke Tauke?" Seketika Firman diam dan kaget mendengar pertanyaan Najwa Detektif. Marwa masih tersenyum gembira dan tawa, sangkingkan bahagianya, belum sempat suaminya bicara, Marwa segera ambil alih menjawab, sebab ia berpikiran bahwa usahanya telah berhasil menjodohkan Siska dengan Tauke.

"Aku yang mengirimkan nomor Siska ke Tauke." Marwa menjawab tersenyum-senyum seakan berkata hore!, ia tidak tahu bahwa Najwa Detektif sedang mencari pelakunya.

"Oh ternyata Kamu pelakunya!?" Najwa Detektif seketika jadi polwan, ia menggenggam tangan Marwa dengan kuat. Ia tarik Marwa keluar dari ruang dapur dan ia dudukkan di ruang tamu. Firman dan Siska segera mengikuti, Firman tidak tahu apa yang terjadi, Siska mulai kesal pada Marwa. Najwa Detektif tidak peduli ia sedang di rumah siapa. Baginya, rumah orang yang bersalah adalah rumahnya juga, tidak perlu sungkan-sungkan.

"Apa tujuan dan alasanmu mengirimkan nomor Siska ke Tauke Marwa?" Melihat Najwa Detektif yang sedang memasang muka marah, Marwa senyumnya hilang, tawanya lenyap. Ia sadar bahwa Najwa Detektif sedang mengintrogasi dirinya, itu artinya Najwa Detektif sedang meghadapi kasus yang serius. Akhirnya Marwa pun menjawab sejujurnya.

"Tujuanku agar Siska segera menikah dan alasanku lainnya adalah supaya ia tidak mengambil suamiku." Firman yang mendengar ucapan istrinya langsung menunduk, ia sedang menyembunyikan wajahnya dari keramaian.

"Kalau begitu alasanmu Marwa, aku juga setuju! Aku juga khawatir suamiku diambil Siska," Ratna membela Marwa. Retno yang mendengar istrinya berkata demikian juga menunduk, ia sedang mengikuti Firman.

"Makanya, Siska, kalau cari jodoh nggak usah promosi! Gendong boneka lah, baca buku nikah lah di depan orang, update status lah Ulahmu!" sambung Ratna marah-marah. Siska diam, Najwa Detektif diam. Semuanya diam. Menunggu Najwa Detektif bersuara. Tapi Najwa Detektif tetap diam, ia mulai bingung harus berkata apa, Najwa Detektif sedang memikirkan kelanjutan jodoh Siska. Karena Najwa Detektif kelamaan berpirkir, akhirnya Siska pun bicara.

"Kalau saja Ratna tidak mengambil cintaku Retno, Aku dan Retno mungkin sudah punya anak." Siska menangis sendu, ia tidak sengaja bicara seperti itu. Kecoplosan istilah konyolnya. Siska tahu bahwa ucapan seperti itu sangat tidak dibolehkan diucapkan apalagi di depan Retno.

"Ya seharusnya aku sudah punya anak. Setahun menikah tapi istriku belum mengandung." Retno membenarkan ucapan Siska. Ratna yang mendengar ucapan suaminya, tak mampu ia bicara. Ratna bersandar ke sofa, singgasana hatinya runtuh, rongga-rongga matanya gemuruh, matanya terbuka tak berkedip, mukanya lesu, pipinya kusut, jantungnya berdetak kencang, matanya mulai berkaca-kaca akhirnya air mata itu membasahi pipi si jago juara masak Awamaalia University. Ratna baru menyadari kenapa suaminya dingin terhadapnya dan ternyata karena masalah kandungannya.

Najwa Detektif menemukan jawaban untuk kasus pertama bahwa masalah misterius Retno adalah karena Ratna belum mengandung. Ratna menemukan jawaban kenapa Retno jadi post power syindrome. Tiba-tiba tangis Ratna pecah. Bapak Marwa yang sedang baca buku di depan segera masuk, ibu Marwa yang sedang nonton tv di lantai dua segera turun ke bawah, terkejut mendengar tangis Ratna.

Selama ini Ratna diam-diam memeriksa kandungannya ke Dokter. Tiap kali Retno bertanya Ratna pergi kemana, Ratna selalu menjawab mau ke pasar belanja. Benar ia belanja, tapi sesudah dari rumah sakit.

Tiap kali Retno menanyakan isi kandungan Ratna, Ratna selalu menjawabnya sudah ada isi, padahal tidak ada. Dokter menyatakan pada Ratna bahwa ia tidak bisa mengandung. Tangis Ratna makin jadi-jadi. Akhirnya ia mengaku pada Retno di depan semua teman-temannya.

Ratna mengadu pada Najwa Detektif, meratap di pangkuan Najwa Detektif, Ratna ingin ada orang yang meredakan tangisnya. Sedang menangis Ratna bicara: "Aku sakit pangkal rahim." Najwa Detektif, Siska dan Marwa segera memeluk Ratna, mencoba membujuk Ratna. Siska minta maaf sebesar-besarnya karena kecoplosan dan membuat Ratna menangis, Tapi Ratna malah beterima kasih karena Siska telah memberikan kunci jawaban yang benar atas masalah misterius Retno, Najwa Detektif juga ikutan berterima kasih dan menyalami Siska.

"Sudah berobat?" Marwa mencoba menguatkan Ratna.

"Sudah. Aku sudah berobat ke tiga Dokter. Tapi tidak kunjung sembuh." Ratna terisak-isak. Siska mengelus-elus punggung Ratna sambil menatap Retno, tapi Retno hanya menatap meja.

"Tenang, Ratna, nanti coba berobat ke calon mertuaku. Ibunya Ghazi piawai dalam urusan kandungan." Najwa Detektif membujuk Ratna sekaligus promosi nama mertuanya.

"Tapi kan ibunya Ghazi bukan Dokter?" Siska pandang sebelah mata.

"Walaupun bukan Dokter, kalau Kau juga sakit silakan datang!" Najwa Detektif tak terima calon mertuanya diremehkan Siska. Siska diam tak menyahut lagi. Melihat Retno yang masih diam dan menunduk, Najwa Detektif sedikit kesal atas tingkah Retno, ia pun mulai bicara pada Retno.

"Kenapa nggak jujur saja, Retno? Kenapa harus diam-diam macam batu? Kenapa nggak segera bilang ke kami atau ke siapa yang kamu percayai? Kamu malu Retno? Malu istrimu tidak bisa mengandung?"

"Aku saja baru tahu penyakitnya. Ratna belum pernah memberitahuku, Najwa. Jangan salahkan Aku Najwa." Mendengar jawaban Retno, Najwa Detektif terdiam, lalu ia pun menatap Ratna.

"Makanya, kalau sakit bilang-bilang! Jangan hilang-hilang sendiri dan berobat sendiri!" Najwa Detektif mencubit Ratna yang masih menangis. Karena Ratna belum reda juga, akhirnya ibu Marwa yang membujuk Ratna, ia menganggap Ratna seperti anak kandungnya, seakan Ratna adalah adiknya Marwa yang telah lama hilang. Bapak Marwa? Lanjut baca buku di depan, Siska berhasil menunjukan suka baca bukunya di depan orang-orang. Siska sendiri tidak tahu bapak Marwa rajin baca buku karena dirinya.

***