webnovel

Pengantin Baru Kadaluarsa

Tepat setelah shalat magrib. Firman dan Marwa sudah mendekati Kampung S3, sama-sama suka. Tadi ketika mereka masih di jalan, Firman sempat mengabari ke group alumnus angkatan yang dibuat oleh Ratna, group 'Kau Akan Kurindu' yang ditulis oleh Firman sendiri,"Alhamdulillah, bidadariku sudah ada di pelukanku." Tidak ada yang menjawab ataupun membalas. Tetapi mereka semuanya melihat dan membaca pesan masuk dari Firman.

Ratna segera menyebarkan inbox tersebut ke siapa saja. Termasuk kontak orang yang tidak mengenal Firman dan Marwa sama sekali. Pak Rektor yang membaca pesan dari Ratna segera pergi ke rumah Marwa. Ingin menyambut pengantin lama yang gagal berbulan madu ke Kampung Firdaus. Najwa Detektif tidak membaca pesan. Sebab ia saja tidak mampu membaca dirinya sendiri.

Ghazi? Sejak Najwa Detektif mengajaknya menikah, ia minggat dari group. Teman-teman mereka yang lain yang tidak pernah terkenal sama sekali pun di dalam cerita ini? Pada datang untuk menyambut kedatangan dua insan yang telah lama berpisah dan bertemu di Kampung Cemburu Satu. Firman juga menelepon ke Tauke bahwa ia telah menemukan istrinya.

Nun jauh di sana Tauke pun menjawab, "Lima menit lagi saya sampai di Kampung S3!" padahal ketika ia menerima telepon dari Firman, ia baru saja selesai olahraga sore. Belum lagi mandi, perjalanan dari rumahnya ke Kampung S3 tujuh jam lamanya. Tapi karena Firman telah menemukan bidadarinya, Tauke ikut senang.

Senang sekali! Dua menit setelah Firman menutup telepon. Handphone Tauke kembali berdering. Panggilan masuk dari Dokter Nadia, "Kapan Tauke kemari membawa Firman?" Tauke pun menjawab dengan semangat, "Ini saya sedang di jalan dan menuju ke rumahmu Dinda!" padahal ia masih nongkrong di pinggir kolam renang. Setelah Dokter Nadia menutup telepon. Tauke menelepon Firman.

"Maafkan saya Firman. Maaf sekali. Ingin rasanya saya ke rumah istrimu untuk melihat istrimu dan menyambutmu yang telah menemukan istrimu. Tapi, rezeki memang tidak dapat disangka. Barusan calon istriku juga menelepon.

Memintaku datang sekarang juga. Sekali lagi maafkan saya Firman. Salam kenal dan salam ingin ketemu untuk istrimu." Setelah mendengar alasan manis dari Tauke, Marwa segera membalas salam tersebut.

"Waalaikum salam, Tauke. Terima kasih telah menyelamatkan suamiku. Sekali lagi terima kasih Tauke." Marwa girang sekali ia bisa mengucapkan terima kasih kepada orang yang menolong suaminya.

"Suaramu kah itu duhai Tuan Putri bernama Marwa? Indah nian suaramu. Hati ini terasa sejuk. Betapa berungtungnya Firman mendapatkanmu!" Marwa hanya bisa tersenyum-senyum dan sedikit tertawa mendengar Tauke. Firman pura-pura tidak mendengar. Matanya hanya melihat ke depan.

Tepat setelah azan sahalat magrib. Firman telah memasuki halaman rumah mertuanya. Kiri-kanan halaman dipadati dengan mobil-mobil teman-temannya dan juga mobil Pak Rektor. Tauke sendiri sudah izin untuk tidak hadir.

Firman membukakan pintu sebelah kiri mobil lalu turunlah Marwa. Firman menggandeng tangan istrinya menuju pintu masuk. Pagar betis sepuluh meter dan disertai tepuk tangan. Tepuk tangan baru berhenti ketika Firman dan Marwa telah di ambang pintu. Marwa dipeluk ibunya Firman.

Ayah Firman baru melihat Marwa setelah kian lamanya tak jumpa. Lagi-lagi ayahnya Firman tidak tahu masalah yang tersirat di balik panggung asmara Firman dan Marwa. Sesudah Firman dan Marwa duduk tiga menit, iqamat magrib dikumandangkan dari masjid yang tidak terlalu jauh. Tapi suaranya jelas terdengar di telinga. Retno, dengan segera juga mengumandangkan iqamat untuk shalat magrib di tengah halaman rumah Marwa.

Semua mata melihat ke arah Retno. Karena melihat Retno yang mengumandangkan azan di tengah lapangan. Siska dengan segera tanggap meminta tikar plastik yang lebar kepada ibu Marwa. Ratna sedikit cemburu menyaksikan atas sikap Siska yang tanggap.

Seharusnya ia yang melakukannya. Sebab Retno adalah suaminya. Karena masjid lumayan jauh dan harus ditempuh dengan kendaraan, Firman yang menyaksikan ulah Retno pun memaklumi. Shalat magrib berjamaah digelar di tengah halaman rumah Marwa untuk pertama kalinya. Tengah lapangan rumahnya kosong. Mobil-mobil yang padat ada di pinggir kiri dan kanan. Lagi-lagi Firman yang menjadi imam.

Jamaah perempuan shalat di dalam rumah Marwa di lantai satu ruang tamu. Ratna tidak ingin kalah dengan Siska. Ide Ratna tiba-tiba muncul begitu usai membaca doa setelah shalat. Tanpa pikir panjang. Setelah semuanya sudah masuk ke dalam ruang tamu.

Dengan sigap ia berdiri dan berbicara layaknya pembawa acara. Padahal penyambutan Firman dan Marwa tidaklah seperti acara pernikahan. Hanya penyambutan sederhana saja. Tapi Ratna menjadikannya seperti luar daripada biasanya.

"Kepada keluarga Firman dan Marwa. harap megambil posisi. Firman dan Marwa harap berdiri. Mohon maaf, Firman, ayah Firman dan ayah Marwa berdekatan. Dan sekarang giliran Marwa, ibu Marwa dan ibunya Firman menyusul. Berbaris menyamping."

"Mau ngapain emang kamu, Ratna?" tanya Siska.

"Diam saja kamu Siska. Keluarga besar saja tidak protes kok!" Siska langsung diam. Tidak mau menyahut lagi. Setelah mereka berdiri rapi. Ratna mengeluarkan handphone miliknya. Lalu ia memotret sampai tiga kali. Kemudian ia menyuruh kedua orang tua Firman dan Marwa untuk duduk. Sementara Firman dan Marwa tidak ia bolehkan. Dengan suara agak nyaring, Ratna mengumumkan.

"Siapa yang mau berpose di samping kedua mempelai baru boleh ancungkan telunjuk!" Hampir serentak mereka mengancungkan telunjuk.

Mereka pun bergantian berpose bersama pengantin lama yang baru berjumpa. Malam itu berakhir dengan hidangan yang membuat semua perut pengunjung jadi gendut berisi. Ketika Retno menanyakan kenapa Ratna tidak makan, ia pun menjawab dengan spontan: Aku datang hanya berniat untuk mengabadikan kenangan. Bukan makan!

***