webnovel

Kamu di Luar Duniaku

Ratna_Andia · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
12 Chs

BAB 3

"Ciye... Pacar baru nih. Aku ikut seneng deh Ran kamu udah punya pacar sekarang." Inez menggoda Rania setelah pagi ini melihat Rania di antar oleh seorang lelaki tampan yang menaiki sebuah mobil sport mewah, saat datang ke kampus.

"Enggak usah ngeledek, Inez." Rania tersipu malu.

"Siapa sih? Kayaknya aku belum pernah kamu kenalin sama tuh cowok? Dan kayaknya kamu juga nggak lagi dekat sama siapapun kemaren-kemaren. Lha kok tiba-tiba udah di anterin aja ke kampus." Inez penasaran.

"Aku juga baru kenal seminggu ini." Rania tersenyum sambil memainkan ujung kemejanya yang berwarna peach. Wajahnya merona. Dia nampaknya sedang berbunga-bunga saat ini.

"Terus?" Inez tak sabar mendengar lanjutan cerita Rania.

"Inget yang malam hari itu kan? Waktu aku nggak bawa mobil?" tanya Rania kepada Inez.

"Inget. Kenapa?" tanya Inez semakin penasaran.

"Selepas kamu pergi, udah nggak ada taksi yang lewat, aku bingung. Jadi mau tak mau aku memutuskan untuk berjalan kaki." lanjut Rania.

"Hah? Jalan kaki? Sampai rumah?" Inez memotong percakapan Rania.

"Dengerin dulu dong Nez." Rania sedikit kesal.

"Hehe. Oke lanjut." kata Inez sambil terkekeh.

"Nah, waktu aku jalan tiba-tiba ada yang nabrak aku. Terus aku pingsan dan di bawa ke rumah sakit." lanjut Rania lagi.

"Hah? Kenapa enggak kabari aku sih Ran? Parah enggak? Udah sembuh sekarang? Gila! Jadi kamu enggak masuk ke kampus waktu itu karena kecelakaan? Bukan karena masuk angin kayak yang waktu itu kamu bilang ke aku?" tanya Inez. Dia benar-benar terkejut mendengar sahabatnya itu baru saja mengalami kecelakaan dan membuat alasan yang tidak masuk akal.

"Ya aku enggak mau kamu panik aja Nez. Lagian juga enggak parah lukanya. Cuman lecet-lecet sedikit doang. Dan kalau aku kabari kamu, kamu pasti datang dan nungguin aku di rumah sakit. Jadi aku enggak bisa berduaan dong sama doi." kata Rania kembali tersipu malu.

"Maksud kamu?" Inez tak mengerti.

"Jadi gini. Cowok yang nganter aku tadi itu, namanya Langit. Iya, kita emang pacaran. Baru semalam kita jadian. Dia yang nabrak aku waktu itu. Dia juga yang nyelametin aku dan membiayai semua pengobatan aku. Dia yang merawat aku selama aku di rumah sakit selama tiga hari full tanpa sedikitpun meninggalkanku. Dan aku akui aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Langit. Jadi meskipun aku baru seminggu kenal sama dia, aku nggak bisa nolak saat dia nembak aku. Sumpah Nez, dia itu tipe aku banget. Dia tampan, cool dan bertanggung jawab. Layaknya pangeran berkuda putih yang selama ini aku nantikan untuk hadir di kehidupanku dan menemani kesendirianku." kata Rania panjang lebar.

"Lebay...." Inez menimpali.

"Kamu belum pernah kan lihat aku kayak gini? Aku nggak pernah kan kayak gini sebelumnya? Karena aku benar-benar sedang jatuh cinta Nez. Aku sedang di mabuk asmara." Rania memejamkan matanya sambil memeluk tas kuliah miliknya. Dia benar-benar terlihat seperti remaja yang sedang di mabuk cinta.

"Tambah lagi deh lebaynya." kata Inez lagi.

"Hehehe. Nanti kapan-kapan aku kenalin ya. Dia ganteng banget Nez." Rania penuh semangat. Dia memang harus mengenalkan pacar barunya itu kepada sahabatnya.

"Kamu beneran serius sama dia Ran? Ya bukannya gimana-gimana ya. Kalian baru aja kenal. Masak iya kamu sudah mau di ajak pacaran sama dia? Kalau dia bukan orang baik bagaimana? Kalau dia enggak beneran cinta sama kamu bagaimana? Kalau dia hanya ingin hartamu bagaimana? Kamu enggak takut?" Inez tampak khawatir.

"Inez! Bukannya dukung malah nakut-nakutin." Rania cemberut.

"Aku enggak nakut-nakutin Ran. Aku takut aja kalau dia hanya memanfaatkan kamu aja. Aku takut dia hanya menginginkan hartamu saja. Soalnya cepet banget pendekatannya. Cuma seminggu. Aku takut kamu di bohongi." kata Inez.

"Kayaknya enggak mungkin deh Nez. Kamu enggak lihat tadi mobilnya bagus? Terus dia juga selalu memakai barang bermerek. Jadi kalau di lihat dari penampilannya dan apa yang dia pakai, kayaknya dia justru yang lebih kaya daripada aku." kata Rania.

"Terus kamu udah tahu di mana rumahnya? Keluarganya? Pekerjaanya?" tanya Inez lagi.

"Belum sih Nez." Rania menjawab ragu-ragu.

"Nah. Kan? Kamu harusnya cerita dulu ke aku sebelum kamu terima dia. Biar kita bisa sama-sama cari tahu tentang dia. Soalnya jaman sekarang itu kita enggak bisa sembarangan Ran. Orang di sekitar kita yang setiap hari sama kita aja bisa jadi jahat, apalagi orang asing yang baru kamu kenal. Jadi jangan hanya di butakan oleh cinta. Kamu harus mikirin juga keselamatan kamu." kata Inez panjang lebar.

Rania menatap sahabatnya itu. Dia mengangguk pelan tanda mengerti. Dia memang sudah di butakan oleh cinta. Dia mahasiswi yang pintar, jadi seharusnya dia berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan.

"Kok kamu jadi ling lung begini sih Ran? Bukannya kamu mahasiswi paling berprestasi ya? Kamu juga wanita tangguh. Wanita yang sulit sekali untuk di taklukan. Kevin aja yang sudah jelas asal usulnya, pintar, jago karate juga, jago kimia juga waktu itu kamu tolak. Kenapa sekarang kamu malah tergila-gila sama mafia?" kata Inez menambahi.

"Kok mafia sih Nez?" Rania tak suka mendengar Inez memanggil Langit dengan sebutan seperti itu.

"Hehe. Habisnya mobilnya bagus banget kayak bos mafia. Lagi pula kata kamu dia yang merawat kamu di rumah sakit. Berarti dia enggak harus kerja yang setiap hari masuk untuk absen. Jadi bisa jadi dia memang bos mafia, tinggal suruh-suruh anak buahnya dari telepon." kata Inez terkekeh melihat ekspresi Rania seperti itu.

"Memangnya kalau mobilnya bagus harus ya bos mafia? Siapa tahu aja dia memang ketururan konglomerat. Jadi dia enggak perlu kerja tapi uangnya udah mengalir sendiri. Makanya dia punya banyak waktu. Enak aja bilang pacar aku bos mafia." Rania cemberut.

"Hahaha. Iya sorry deh Ran. Tapi kamu coba deh ya, cari tahu dulu tentang dia. Dan kalau kamu menemukan ada yang enggak baik tentang dia, kamu langsung tinggalin aja dia. Perasaanku agak enggak enak soalnya Ran gara-gara kamu pacaran sama orang asing padahal belum lama kenal. Tiba-tiba aja. Enggak tahu kenapa." kata Inez serius.

"Jangan nakut-nakutin dong Nez. Kan aku jadi takut." kata Rania. Dia tampaknya terpengaruh dengan apa yang Inez katakan. Karena setelah di pikir-pikir memang terlalu terburu-buru menerima lelaki yang baru di kenalnya menjadi pacarnya.

"Aku khawatir sama kamu Ran. Soalnya kamu enggak biasanya kayak gini. Tapi aku doain semoga baik-baik aja ya. Jadi enggak usah terlalu takut. Aku siap bantu kok kalau kamu butuh bantuanku buat cari tahu apakah benar kalau Langit itu bukan bos mafia. Haha." Inez mengejek Rania lagi.

"Ih." Rania cemberut dan mencubit tangan Inez. Inez semakin keras tertawa melihat sahabatnya itu. Dia ikut bahagia dengan kebahagiaan Rania. Namun dia juga khawatir dengan sahabatnya yang hidup sebatang kara tersebut.

***