webnovel

JYT 5

Malam telah berganti pagi, namun tak terdengar suara kokok ayam seperti yang biasa Nisa dengar di lingkungan rumahnya. Bukan berarti Nisa bangun siang, dia terbiasa bangun pagi dan tak lupa menjalankan ritual paginya untuk curhat kepada Tuhan. Setelah menjalankan ritual sucinya, Nisa sengaja keluar kamar untuk sekedar berjalan-jalan menghirup udara segar di area penginapannya. Suasana hotel masih sepi hanya terlihat para pekerja hotel yang sedang sibuk membersihkan area hotel dan mempersiapkan segala sesuatunya. Tak lupa pula, para pegawai yang berpapasan tersebut mengucapkan salam kepada Nisa dengan senyum ramahnya. Tak berapa lama, Nisa sampai di sebuah kolam renang tempat 2 tahun yang lalu dia bersama temannya pernah menghabiskan waktu di sana saat pertama kali hotel ini dibuka. Benar, penginapan ini baru dibuka sejak 2 tahun yang lalu dan sejak saat itu, Nisa menjadikan hotel ini rekomendasi untuk teman-temannya yang pergi berlibur ke Bali agar menginap di sini.

Waktu telah menunjukkan jam 7 pagi dan perlahan sinar matahari menghangatkan udara yang dingin. Suasana yang awalnya sepi perlahan menjadi ramai dipenuhi dengan para tamu hotel yang memulai harinya dengan berenang. Nisa sebenarnya ingin sekali berenang, tapi sayang karena dia tak bisa berenang kecuali gaya batu andalannya. Jadi, yang mampu dia lakukan hanya duduk sambil memainkan benda pipih perseginya dan sesekali melihat roti sobek yang mondar-mandir di depan matanya.

"Mubazir kalau gak gue lihat!" suara batin mesumnya bersorak senang.

"You just wanna attention you, you don't want my heart

Maybe you just hate the thought of me with someone new

Yeah, you just want attention, I know from the start

You're just making sure I'm never gettin' over you"

Bunyi ringtone handphone dari saku celananya berdering dengan kencang mengalihkan perhatian beberapa orang yang sedang duduk di tepi kolam.

"Hallo."

"Nis, lo udah bangun?"

"Yakali gue belum bangun bisa angkat telephone, Oneng!"

"Hehehehe ... gue otewe ke tempat lo, mau titip apa? Buruan!"

"Beliin gue sate lilit."

"Si bege, masih pagi belum ada yang buka!"

"Et dah! Gue maunya itu, Ken, sudah ngiler nih!"

"Buset dah! Baru semaleman di Bali udah ngidam aja lo, bule asal mana yang tokcer begitu?"

"Sialan lo! Udah buruan sini gak usah beli apa-apa, makan di Hotel saja bareng gue!"

"Okeeee ... meluncur kilat!"

Tut. Nisa pun menatap telephonenya sambil tertawa kecil, kemudian memasukkannya kembali ke saku celana dan bangkit dari duduknya untuk kembali ke kamar.

30 menit kemudian orang yang ditunggu Nisa pun datang dengan senyum manisnya. Seorang wanita seumuran dengannya dan bernasib sama pula dengannya, berambut hitam sebahu dengan celana jeans dan sweater oversize berwarna biru langit.

'Ding dong'

Bunyi bel di pintu terdengar ditekan seseorang. Nisa yang sedang duduk menonton tv bergegas menuju pintu dan membukanya cepat.

"Nisaaaaa gue kangen banget sama lo bocah!" Seketika memeluk Nisa sesaat pintu kamar dibuka.

"Gue juga kangen sama lo, Oneng! 2 tahun gak ketemu masih aja oneng lo!" hina Nisa yang dibales kekehan oleh Niken.

Ya, Niken Puspita Hapsari adalah teman Nisa saat SMA dulu yang kini tinggal di Bali bersama orang tuanya untuk lebih fokus mengelola usahanya. 2 tahun lalu saat Nisa ke Bali adalah terakhir mereka bertemu.

"Lo gak bawa apa-apa, Ken?" tanya Nisa.

"Enggaklah, 'kan lo bilang jangan bawa apa-apa tadi!" jawab polos Niken dengan raut muka datarnya dan Nisa pun menghela nafas.

"Masih saja gak peka!" gumamnya lirih sedang Niken cuma senyum-senyum mendengarnya.

"Hehehe, jangan ngambek deh nanti jelek!" ledek Niken mengekori Nisa masuk dan tak lupa menutup pintu.

"Gue emang jelek keles, makanya diselingkuhi terus. Sudah tunangan saja bisa batal gara-gara calon balikan sama mantan. Alhasil belum laku deh gue sampai sekarang!" tutur Nisa yang membuka kulkas dan memberikan sebotol air dingin pada Niken yang memasang kening berkerut.

"Lo cantik, Nis, malahan lebih cantik lo daripada gue yang muka pas-pasan juga badan pendek begini. Memang belum jodohnya juga lo sama doi makanya batal deh! Masih untung sifat buruk dia ketahuan sebelum akad nikah, kalau belum bisa sakit hati terus dan jadi janda lo!" papar Niken yang duduk di kursi dekat jendela.

"Ya memang, tapi tetap saja sakit hati, dan kadang bingung kenapa nasib gue jelek banget!" sahut Nisa lagi.

"Kan masih ada gue yang setia menemani lo jadi jones, Nis!" seru Niken lagi.

"Tatap saja beda, Ken. Kadang gue kasihan lihat Kak Linda karena terus khawatir sama gue yang masih sendiri, dan gue paham terlebih gue juga sebenarnya pengin nikah, hamil, lahiran, hamil lagi, lahiran, sampai suami bilang cukup. Gue juga pengin ada teman curhat dan gue juga gak mau hidup sendiri. Amit-amit juga deh!" cicit Nisa mengeluarkan semua kegelisahannya yang menyesakkan dada selama ini.

Begitulah Nisa, hanya pada Niken dia bisa membagi rasa sedih dan resah dalam hatinya. Dia lebih suka menunjukkan raut bahagia di hadapan Kakak-kakanya dan menyembunyikan semua kesedihan serta tekanan yang ada di hatinya. Nisa tak ingin membuat Kakaknya khawatir dan semakin bersedih memikirkan tentang hidupnya yang masih tak tentu arah.

"Kakak lo masih ada niat jodohin lo sama duda lagi gak?" tanya Niken penasaran.

Pasalnya, Nisa sudah 2x di jodohi oleh duda, mulai dari yang profesi sebagai guru SD sampai yang terakhir tukang ojek. Tragis bukan?

"Sebenarnya gue gak masalah dijodohin, Ken, tapi lihat dulu latar belakangnya juga dan jangan asal saja!" kata Nisa mulai emosi.

"Gila saja gue dijodohi sama duda anak dua dan tukang ojek, terus menduda karena dicerai istri. Pas diselidiki ternyata ditinggal istri karena malas-malasan untuk cari nafkah. Gue gak mau, Ken. Tragis banget hidup gue karena yang penting laku, pria apapun gue embat!" cerocos Nisa diikuti gelengan kepala menolak keras hal itu.

"Hahaha ... gila saja orang yang jodohin lo dengan pria macam itu. Bukannya cari terbaik buat lo malah menyesatkan namanya. Btw, ide siapa yang jodohi lo sama itu duda?" kata Niken sambil terkekeh geli, tapi tak habis pikir.

"Abang ipar gue yang semprul!" sahut Nisa kesal.

Mereka pun bercengkerama hingga waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Sedikit telat memang untuk sarapan, tapi tak mengapa daripada tidak sarapan sama sekali. 2 sekawan itu pun bergegas meninggalkan kamar dan kebetulan kantin hotel tak jauh dari kamar Nisa. Di sepanjang jalan mereka masih saja asyik bercengkerama, hingga Nisa tak menyadari ada sesuatu yang membahayakannya di depan.

'Brukk'