webnovel

Tak Bisa Lolos

Wajah Rania terlihat begitu cemas sepanjang menyelesaikan pekerjaannya. Kata-kata sang Bos besar tadi benar-benar membuat Rania merinding disko.

Bagaimana bisa Alva meminta Rania membangunkan burung lelaki itu yang loyo. Benar-benar tidak masuk akal!

Entah serius atau tidak saat Alva mengatakan hal tadi, tapi itu benar-benar membuat Rania ketakutan.

"Rania! Apa kamu sudah berubah jadi sekretaris budeg sekarang?" bentak Alva penuh kekesalan.

Rania yang asik melamun hingga tidak menyadari kehadiran Alva, langsung berjengkit kaget kala mendengar suara laki-laki itu.

"Tu-an, ada apa?" tanya Rania tergagap.

"Cih! Kamu benar-benar sudah budeg ternyata. Dari tadi aku berbicara padamu tetapi kamu malah diam saja. Apa perlu aku mengganti telingamu itu dengan telinga gajah," kesal Alva dengan tatapan yang begitu tajam pada Rania.

"Tuan, jangan marah-marah. Maafkan saya. Tolong ulangi lagi apa yang Anda katakan barusan. Saya benar-benar tidak mendengarnya," pinta Rania memelas.

"Sudahlah aku tidak mood lagi. Sekarang ayo kita pulang!" ajak Alva enggan menanggapi pertanyaan Rania.

Laki-laki itu langsung nyelonong meninggalkan Rania begitu saja. Tentu Rania yang tidak siap apa-apa buru-buru membereskan semua pekerjaan yang berserakan di meja kerjanya.

Tidak terlalu beres sebenarnya karena Rania yang memang terburu-buru untuk menyusul Alva. Yang penting keadaan meja itu tidak terlalu kacau saja agar tidak ada berkas yang berserakan.

Setelah merasa semua berkas aman, Rania buru-buru menyusul Alva yang mungkin kini sudah sampai di parkiran. Masa bodoh kalau seandainya nanti Alva sudah pergi meninggalkannya. Rania akan memilih untuk pulang ke apartemennya saja.

Berhadapan dengan bos sekelas Alva memang benar-benar luar biasa. Selain harus memiliki otak yang encer, kesabaran pun harus benar-benar tumpah-tumpah.

Ah, luar biasa!

Setelah berlari dengan menerjang beberapa karyawan yang menatapnya aneh, akhirnya Rania tiba juga di parkiran. Wanita itu tampak ngos-ngosan dengan tatapan yang langsung memindai seluruh area parkir untuk mencari di mana mobil Tuannya berada.

Lemas!

Itulah yang Rania rasakan kala tak melihat mobil Alva di sana. Dugaannya kalau Alva memang sudah pulang lebih dulu benar-benar terbukti sekarang.

"Huft, baiklah. Sepertinya hari ini aku akan pulang ke apartemen ku saja. Lagipula dengan begini aku akan memiliki kesempatan untuk menghindari lelaki impoten itu," gumam Rania memilih tak ingin ambil pusing dengan kelakuan Tuannya yang mungkin sedang merajuk hingga meninggalkannya.

Rania segera merogoh ponselnya untuk segera memesan taksi online. Dia harus segera kabur dari sana sebelum Alva kembali menjemputnya.

Bisa bahaya kalau nanti Alva menjemputnya. Lelaki itu akan kembali membuat Rania pusing tujuh keliling karena kelakuannya.

Namun, baru saja Rania akan mengklik aplikasi untuk memesan taksi onlinenya, suara panggilan seseorang di belakangnya membuat Rania langsung berbalik.

"Ngapain kamu terus berdiri di sana, Rania? Apa kamu bercita-cita untuk menggantikan tukang parkir, hah!" ketus Alva sembari melipat tangannya di dada.

Rania yang mendengar perkataan Alva, langsung mendengus kesal. Laki-laki itu Sepertinya memang tak pernah puas untuk terus menguras habis energi kesabarannya.

"Saya di sini untuk mencari Tuan. Siapa suruh Tuan ninggalin saya jadi saya kelimpungan mencari Anda," kesal Rania tak terima disalahkan sementara Alva sendiri yang pertama membuat ulah.

"Heh, siapa suruh kamu lelet bin budeg? Wajar kalau aku kesal dan memilih meninggalkan kamu. Lagipula aku tidak kemana-mana! Mobilku ada di sana!" ketus Alva sembari menunjukkan posisi mobilnya yang memang tak jauh dari posisi mereka.

Rania langsung menepuk kening mendengar perkataan Alva. Sepertinya kali ini dia tidak akan bisa bebas lagi dari lelaki itu. Alva memang terlalu pintar untuk dikelabui. Sungguh Rania benar-benar pusing dibuatnya.

"Sudah, ayo!" ucap Alva semakin kesal karena Rania malah bengong.

"Iya, Tuan."

Rania langsung mengekor Alva dari belakang. Semoga saja lelaki itu tidak berbuat macam-macam pada dirinya. Semoga juga, Alva tidak akan memaksanya membangunkan burung lelaki itu yang loyo. Sungguh, Rania benar-benar merasa merinding sendiri membayangkan harus melakukan hal itu.

"Kenapa kamu begitu tegang? Apa kamu baru saja bertemu dengan setan?" tanya Alva heran melihat mimik wajah Rania yang begitu tegang dan juga pucat.

"Ah, tidak! Saya hanya sedikit kelelahan saja," sahut Rania dengan senyum yang dipaksakan.

"Oh."

Alva langsung melajukan mobilnya tanpa mau mengatakan apa pun lagi. Seolah lelaki itu tak peduli dengan perkataan Rania yang mengatakan kelelahan. Tentu saja itu cukup membuat Rania kesal. Ingin sekali dia meninju wajah menyebalkan lelaki itu.

Hanya keheningan yang menyelimuti Rania dan juga Alva. Kedua orang itu seakan larut dalam pikiran masing-masing tanpa berniat saling tegur sapa. Keduanya benar-benar terlihat seperti sepasang kekasihnya yang sedang marah-marahan.

Hingga ponsel Alva berdering, keduanya langsung saling menoleh hingga tatapan mata mereka bertemu. Namun buru-buru Alva mengalihkan pandangannya lalu segera memeriksa siapa orang yang mengganggunya.

"Hallo, Bun," sapa Alva begitu panggilan terhubung.

Rania yang mendengar panggilan Alva dan nada suara yang begitu lembut, sudah dipastikan jika yang menghubungi lelaki itu adalah nyonya besar.

"Baik, Bun, aku ke sana sekarang. Bunah tunggu saja aku sudah dalam perjalanan," ucap Alva lagi.

Bisa Rania tebak sepertinya orang di sebrang sana meminta Alva untuk datang. Mungkin ada sesuatu yang penting makanya dadakan menghubungi Alva.

"Iya, Bun, love you."

Tut.

Alva menutup panggilannya tanpa menoleh sedikitpun pada Rania. Lelaki itu lebih memilih mempercepat laju mobilnya agar bisa sampai di tujuan secepatnya.

Sementara Rania yang mendengar kata cinta yang keluar dari bibir Alva barusan, hanya bisa bengong. Sungguh dia tidak tahu kalau Alva si laki-laki menyebalkan itu bisa juga bersikap manis pada seseorang.

"Jangan menatapku seperti itu, nanti kamu jatuh cinta," ucap Alva tanpa menoleh sedikitpun pada Rania.

Rania langsung mendengus kesal mendengar perkataan Bosnya itu. Mungkin kalau dia baru hari ini melihat Alva, maka bisa saja dia akan jatuh cinta pada lelaki itu.

Sayangnya Rania sudah tahu bagaimana mengesalkannya Alva. Jadi dia tidak berminat untuk terpesona dengan lelaki menyebalkan itu.

"Jangan terlalu percaya diri, Tuan, karena Anda bukan tipe saya. Saya tidak suka pada laki-laki berburung loyo!" ketus Rania melayangkan ejekan pada Alva.

Cit!

Alva langsung menginjak rem secara dadakan membuat Rania hampir saja berciuman dengan dasboard. Untung saja sabuk pengaman menahan tubuhnya hingga dia tidak perlu merasakan manisnya ciuman dasboard itu di keningnya.

"Apa kamu benar-benar sudah tidak sabar untuk merasakan kehebatan ku, Rania, hingga terus memancing jiwa kelelakian ku? Apa perlu aku menunjukannya padaku saat ini juga agar kamu percaya kalau aku sangat gagah bahkan sangat-sangat bisa membuatmu tidak bisa berjalan, hah?" kesal Alva dengan tatapan yang begitu tajam.

"Tu-an, bukan begitu. Saya hanya …."