webnovel

JATUH

'J'angan pernah kau pergi begitu saja setelah kau cukup puas jatuhi rasa. 'A'danya rasa bukan karena aku telah mengenalmu, namun untuk melanjutkan bagaimana aku dan kamu bisa menjadi kita. 'T'eruntuk kamu yang seperti pelangi. Hadir dengan sementara dan semudah itu pergi. Meninggalkan jejak yang tak berbekas dan kau anggap usai tanpa kata. 'U'ntuk hati ini yang pernah kau tanamkan beribu hujaman rindu dan tebaran pesona. Namun kau tinggalkan luka keheningan dengan sebuah sakit yang jatuh seperti hujan. 'H'ati itu ada untuk merasa. Dan jika satu kali sebuah rasa nyaman itu hinggap, hati akan sulit membohongi diri sendiri. Dan hatiku, masih untukmu. J A T U H Dalam maksud yang lain.

oktaviarrk · วัยรุ่น
Not enough ratings
340 Chs

Tentang Nadira

Secangkir kopi susu manis berhasil ia bawa dari dapur setelah ia membuatnya sendiri. Handuk tebal dan halus kini membalut leher dan punggung atasnya. Rambut lurus dan hitam miliknya jatuh terurai begitu saja di atas handuk yang ia sampirkan pada punggungnya. Rambutnya basah sore ini. Iya. Dia habis keramas sore ini.

Melupakan penat dan ingin bersantai dengan kopi susunya ditambah sebuah novel yang sedang ia baca dan sukai bulan ini. Gadis ini sangat menyukai hal yang tenang. Ia juga suka hujan, dan kebetulan sore ini sedang hujan gerimis saja. Duduk di sofa kamarnya dekat jendela dan menikmati hobinya adalah hal yang paling dia suka. Apalagi jika semua orang di rumah sedang pergi keluar. Akui saja bahwa dia gadis yang introvert.

Namanya Nadira Aisyah. Biasa dipanggil Dira. Anak bungsu dari dua bersaudara. Putri kesayangan bapak Pradipta dan ibu Meisya. Sebenarnya nama belakang Dira itu ada nama keluarga yaitu Pradipta, namun Dira tidak terlalu suka memakai nama keluarga itu entah kenapa, dan jadilah hanya Nadira Aisyah.

Eh tunggu dulu, Dira adalah mainan Narendra Pradipta ketika lelaki itu pulang ke rumah. 'Mainan' dalam arti suka ngerjain atau dibuat ngambek sama Rendra. Rendra adalah kakak Dira.

Dira menghembuskan napasnya pelan, agak merasa mulai bosan setelah membaca novelnya sampai beberapa halaman. Kopi susunya tinggal separuh cangkir. Dira merasa malas untuk menghabiskannya, perutnya sudah bosan dengan kopi susu mungkin.

Lalu gadis itu bangkit dan menaruh sisa kopi susunya di wastafel dapur dan kembali lagi ke kamar. Rumahnya sedang tidak ada orang sore ini. Ibunya menemani Ayahnya pergi bertemu kerabat. Sedangkan kakaknya pergi keluar bersama para temannya, maklum saja ini hari sabtu sore. Dira suka heran saja, kenapa orang-orang tidak malas keluar padahal sedang hujan gerimis.

Di ambilnya benda pipih berwarna hitam di nakas dekat ranjangnya. Itu ponselnya. Tidak ada notifikasi menarik selain teman-temannya yang sedang ramai sekali di grup chat.

Grup chatnya lumayan banyak, grup alumni SMP sampai alumni angkatan kuliahnya. Nadira baru saja lulus dari kuliahnya yang mengambil jurusan Manajemen. Dira tidak mengambil S1 seperti kebanyakan teman-temannya, ia memilih ambil D3 saja. Kalau ditanya kenapa, Dira pasti menjawab "males ah lama-lama kuliah, nggak kuat ngerjain tugas sama mikir, enak juga langsung kerja dan fokus sama tingkatan karir, gitu aja cukup menurut gue." Ya begitu lah Dira. Kalau sudah memang maunya ya harus tercapai keinginannya.

Dira berdecak pelan, rambutnya tengah ia keringkan dengan hairdryer sekarang. Selain bosan, Dira kesepian tidak ada teman mengobrol di rumah. Apa yang ia lakukan setelah mengeringkan rambut? Semua acara televisi tidak terlalu Dira sukai. Membaca novel ia sudah merasa jenuh. Dira ingin keluar juga, tapi kemana dan dengan siapa ya?

Tiba-tiba saja ponselnya berdering, menandakan ada yang menelponnya. Contact namenya diberi nama Dela. Itu teman sekampusnya dulu dan satu jurusan juga sekaligus sama-sama mengambil D3.

"Assalamu'alaikum Del.."

"Waalaikumsalam Ra.. lo di rumah gak?"

"Iya nih gue di rumah. Kenapa Del?"

"Lagi sibuk sesuatu nggak?"

"Enggak nih. Malah gue lagi bete' aja diem di kamar. Soalnya anggota keluarga lagi pada keluar rumah."

"Nah pas banget kalo gitu. Gue juga lagi bosen banget nih. Keluar yuk? Cari suasana gitu. Seenggaknya ke kafe bentar lah, temenin gue makan."

"Yaahhh kan lagi gerimis Del.. lo tau sendiri gue gak bisa bawa mobil. Pesen taksi gue ogah. Mager. Hehehe.."

"Itu gampang. Gue jemput lo. Gue siap-siap dulu dalam setengah jam. Abis itu otw rumah lo. Oke?"

"Oh gitu, oke deh kalo gitu.."

Tuuutttt. Sambungan telepon langsung dimatikan Dira sepihak. Gadis itu agak ceria dari sebelumnya karena ada yang mengajaknya keluar mencari suasana baru. Walaupun yang mengajaknya bukan gebetan:v

Dira mengenakan baju biasa saja sore ini. Celana jeans biru dipadu dengan kaos kain lengan pendek berwarna merah muda polos dengan tulisan beautiful di tengahnya. Tak lupa ia mengenakan blezer sederhana berukuran sepinggang dan lengannya panjang berwarna krem. Rambut lurusnya dibuat agak bergelombang.

Gadis itu memakai sedikit bedak dan memoleskan liptint sedikit. Terlihat natural sekali. Dira kadang-kadang sedikit kesal saat berkaca, mengapa ia tidak memiliki poni? Tapi ia pernah mencoba memakai poni, dan hasilnya malah jelek karena poninya tetap saja kesamping dan tidak mau tetap di tengah. Bikin kesal memang. Tapi ia jadi suka begini adanya, inilah dirinya.

Tak lupa ia menyemprotkan parfum kesukaannya dan memakai jam tangannya yang bermerk Alba warna hitam klasik. Ia juga membawa slingbag kecil berwarna cokelat yang berisi ponsel dan dompetnya saja. Setelah itu ia mengenakan flat shoes bahan bludru berwarna krem senada dengan blezernya. Lalu Dira berkaca sebentar. Dikira sudah sempurna ia bergegas keluar rumah dan menutup pintu utama rumah.

Gadis itu duduk sebentar di bagian depan rumah yang disediakan dua kursi tamu dan satu meja disitu. Merogoh tas kecilnya dan mengeluarkan ponselnya. Terdapat notifikasi chat dari Dela yang mengatakan bahwa 15-20 menit lagi gadis itu akan sampai di rumahnya.

Setelah itu Dira beralih mencari kontak ibunya dan menelpon wanita berusia 40 keatas tersebut.

"Iya sayang ada apa? Mama sama papa masih pulang habis maghrib nanti.." itu suara Meisya yang terdengar lembut.

Dira tersenyum sejenak. "Iya maa gapapa.. Dira cuman mau ijin buat keluar boleh?"

"Keluar kemana? Sama siapa? Pulangnya jam berapa? Jangan yang aneh-aneh loh. Ini udah sore soalnya."

Dira menghela napas pelan. Mamanya mulai saja khawatir dan posesif.

"Ke kafe bentar maa.. belum tau sih ke kafe mana ya sambil jalan sambil nyari pengen ke kafe mana. Dira keluar cuman sama Dela, temen kuliah aku dulu. Mama juga tau kan.."

"Oh gitu. Dela yang suka main ke rumah itu ya? Ya sudah gapapa. Kamu naik apa?"

"Dela jemput Dira kesini kok ma.. bentar lagi dia sampe.."

"Yaudah mama ijinin. Hati-hati yaa.. janji pulang jam berapa kamu Dir?"

"Paling habis maghrib juga kita pulang maa.. kalo nggak ya jam tujuhan."

"Iya sana boleh.."

"Oke. Makasih ya mamaa.."

"Iya sayang.."

Dira tersenyum lega. Dan tak lama setelah itu Dela mengklakson mobilnya yang sudah berada di depan rumahnya.

Mereka saling salaman dan cipika-cipiki ala teman yang lama tak jumpa setelah Dira masuk di mobil Dela.

"Gila! Gabut gue dua minggu ini diem di rumah terus." Ucap Dela dengan mimik wajah sebal.

Dira terkekeh pelan. "Gue juga sih. Mana gue bingung juga mau kerja dimana. Ortu gue malah uring-uringan gak jelas nyuruh gue nglanjutin ke S1. Gue cuman pengen segera kerja aja.."

"Sama Ra.. ortu gue juga gitu. Eh tapi bukannya bokap lo Direktur perusahaan ya Ra?"

"Ya emang. Tapi masa gue lulusan D3 minta kerjaan sama bokap gue. Ya ogah lah gue. Mending cari sendiri walaupun gue jurusan manajemen."

"Gue jadi bingung mau cari referensi kerja dimana lagi." Ujar Dela.

"Ini Jakarta Del.. cari kerja mah gak mudah kalo kita gak dibawa sama orang dalem. Jaman sekarang mah gitu."

"Bener kata lo Ra. Yaudah nih jalan ke kafe mana?"

"Mending kita ke Mall aja deh Del.. disana juga banyak kafe buat makan. Sekalian beli-beli apa gitu buat ngilangin jenuh."

"Oke."

***

"Assalamu'alaikum.."

Dira pulang ke rumah tepat pukul 7 malam. Disalaminya kedua orang tuanya yang sedang asyik menonton televisi.

"Waalaikumsalam." Jawab Papa dan Mamanya bersamaaan.

"Mana Dela?" Tanya Meisya.

"Udah pulang langsung dia maa.. kena telpon mamanya disuruh pulang cepet, udah aku tawarin mampir juga tapi dia gak bisa." Ujar Dira jujur.

Pradipta tersenyum. "Ya sudah kamu ke kamar. Cuci muka sama kaki. Abis itu duduk disini bareng papa sama mama. Kami mau bicara serius."

Mendengar itu Dira hanya bisa menjawab 'iya' saja jika papanya yang memberi perintah.

Tak lama Dira datang dan duduk di single sofa di depan kedua orang tuanya. Rendra kakaknya juga berada di sampingnya karena baru saja datang setelah lama keluar tadi.

"Papa sama mama mau bicara soal apa?" Tanya Dira.

"Mau membahas masa depan kamu Ra.." jawab Pradipta tegas. "Sekarang papa mau kasih kamu pilihan. Lanjutkan S1 atau bekerja sebagai admin bagian administrasi pengendalian dan bisnis di Divisi Umum di perusahaan Om Brahma. Bagaimana?" Lanjut Pradipta.

Semuanya diam dan hening. Meisya memandang serius ke arah Dira. Begitu juga Rendra yang menjadi diam di suasana seperti ini.

"Papa bukannya terburu-buru. Namun kamu tidak baik berada di rumah saja seperti sekarang Dira. Kamu masih muda. Masih berumur 21 tahun. Masa iya anak papa hanya keluar jika diajak teman yang sama-sama kesepiannya? Enggak selamanya begitu kan?" Ujar Pradipta benar-benar serius.

Dira hanya menggeleng pelan sebagai jawaban. Menelan ludah serasa susah sekali rasanya.

"Menurut abang juga gitu dek, abang aja sekarang lagi ngelanjutin S2. Masa kamu ditawarin lanjutin S1 gak mau? Ingat, di luar sana masih banyak loh yang menginginkan bisa berpendidikan lanjut kayak kita. Kamu malah diberi kesempatan nggak mau." Omel Rendra ikut-ikutan seperti Pradipta. Dira gondok sekali dibuatnya.

"Iya sayang.. kami bukannya marah ke kamu. Enggak.. kami cuma menyarankan yang terbaik buat kamu. Melanjutkan S1 lebih baik daripada kamu kerja di tempatnya om Brahma loh. Kalo kamu milih kerja, papa sama mama udah baik-baik juga nyarikan kerjaan yang cocok buat kamu. Ya di tempatnya om Brahma itu. Kan kamu sendiri yang nggak mau kerja di perusahaan papa, malah jadi Rendra yang suka magang disana. Nggak kurang-kurang loh Dir.." gerutu Meisya.

Dira semakin cemberut dan tersudut juga rasanya.

"Kok kamu diam saja? Apa pilihan dari papa jadi beban? Katanya kamu yang ingin cepat kerja daripada melanjutkan S1?" Tanya Pradipta membuat Dira menggigit mulut dalamnya.

Semuanya kembali senyap. Dan Dira harus berperang melawan pikirannya sendiri. Rasanya ada yang begitu berat dalam benaknya.

"Emm.. kalo Dira minta waktu buat mikirin ini boleh nggak pa?" Tanya Dira.

Pradipta mengangguk, "beri jawaban ke papa hari kamis. Karna kalo kamu memang memilih kerja, hari jum'at siang kita bertemu dengan om Brahma."

Mendengar itu entah rasanya membuat Dira bimbang.

"Iya deh pa.." jawabnya.

***

"Memang kadang di dunia itu seperti ini, kita menginginkan suatu hal yang belum tentu kita bisa melakukan hal tersebut dengan yakin."

Seeyou

Oktavia R