webnovel

Bab 9. Gadis Perpustakaan

Meskipun berjalan dengan kaki yang gemetaran, tapi Randy tetap bergegas ke perpustakaan untuk menemui orang yang dimaksud.

"Gak usah takut, jika elu ketemu sama dia tinggal diperintah aja." Dalor menenangkan Randy yang gemetaran.

"Ngomong mah gampang, tapi kalau udah yang namanya gemetaran nanti jelas bakal kelupaan." Randy mengangkat ponselnya saat diajak bicara oleh Dalor.

Meskipun Randy sudah membebaskan Ira dari Dark Corruption, tapi siswi itu belum sepenuhnya kehilangan 100% efeknya. Jika Ira diperintah lagi oleh Randy, maka ia akan menurut padanya.

"Tenang aja, gue bakal ingetin elu kalau lupa!" Dalor mengangkat jempolnya ke atas sambil tersenyum.

"Dasar kau ya, aku tidak sepikun itu." Randy menghela nafasnya.

"Hah, tadi bilangnya elu itu mudah lupaan kalau gemetaran?" Dalor mengangkat bahu kanannya dengan penuh tanya. " Apa jangan-jangan yang tadi itu cuman sifat malas elu?" Dalor memelaskan matanya.

"Ehe!" Randy tersenyum sambil menjulurkan lidahnya seperti yang dilakukan ibunya dan Dalor.

Tentu saja hal itu malah membuat raja iblis itu menjadi tersinggung. Kerutan di wajahnya menjadi terlihat.

"Woy, elu ngejek gua, ya?!" Dalor mengarahkan kepalannya ke Randy.

"Hahaha." Randy tidak bisa mengatakan hal lain, selain tersenyum riang.

Baru sekitar 4 hari mereka bertemu, dan sudah menjadi akrab sekali seperti ini. Sebuah sesuatu yang tidak terduga terjadi begitu cepat.

Randy telah sampai ke depan perpustakaan sekolahnya. Ponselnya dia masukkan kembali ke sakunya, kepalanya perlahan mendangak ke atas mencoba menemukan ujung tertinggi perpustakaan itu. Perpustakaan yang cukup besar untuk menyimpan buku-buku sekolah dan umum sekarang berada di depannya.

'Kenapa sekolah punya perpustakaan yang sebesar ini? Padahal ini sekolah biasa?' Pikir Randy.

Randy mengangkat bahunya seakan mencoba tidak peduli. Dia membuka pintu dan masuk perpustakaan itu.

Saat masuk dia menengok ke kanan dan melihat siswi yang sedang duduk mengisi sesuatu di balik meja perpus.

Randy menajamkan matanya dan mengkonfirmasi kalau siswi itu adalah orangnya.

Setelah mengkonfirmasinya, Randy berjalan mendekat untuk menyapanya. Hawa keberadaan Randy yang seharusnya di dengar jelas oleh orang-orang sekitar malah tidak terasa oleh orang itu.

Siswi itu tetap fokus ke pekerjaaannya tanpa menyadari ada yang mendekatinya. Melihat hal itu, Randy mencoba inisiatif memanggilnya.

"Permisi." Randy menyapa lirih siswi itu.

Namun suaranya seperti tidak di dengar. Siswi itu terus menulis di kertas tugasnya. Kacamatanya terlihat memantulkan bagian-bagian yang akan dia isi selanjutnya.

Randy yang merasa tidak dihargai mencoba memanggilnya kembali. "Permisi, aku datang untuk membicarakan pekerjaan." Randy memberi senyum hampa padanya.

Tapi masih tidak ada reaksi, tangan siswi itu terus menulis. Randy yang semakin tidak sabaran mencoba mendeteksi sihir di sekitarnya. Mungkin saja dia pakai sihir agar bisa konsentrasi.

"Magic Seal..." Randy mengeluarkan sihirnya dengan lirih.

CKRAAKK!

Suara seperti suara kaca pecah terdengar di dekat siswi itu.

Pelindungnya hancur menjadi pecahan-pecahan tak berbentuk.

Akhirnya, setelah menyadari kalau pelindung hancur. Siswi itu mulai menatap Randy dengan ekspresi tajam.

"Apa yang kau inginkan, mesum." Siswi itu menatap Randy dengan rendah.

Randy yang mendengar dirinya dipanggil seperti itu, langsung menjadi beku. Wajahnya menatap siswi itu dengan hampa dan terkejut.

"Apa maksudmu bilang aku mesum!" Randy berteriak sambil menunjuk ke arah siswi itu.

Siswi itu bukan merasa bersalah namun malah berdiri menatap tajam sambil menyilangkan tangannya menatap Randy.

"Kau, kau orang yang men-summon Jormungandr untuk membantu Ira, kan?" Dia menyadarinya dengan cepat.

Randy tidak memasang wajah takut sama sekali saat dirinya terekspos. Justru baginya ini adalah peluangnya, semakin siswi itu percaya pada bocah itu. Maka semakin mudah juga menggunakan Justice of Word padanya.

Randy hanya tersenyum cengingisan sambil memegang pinggangnya. "Kenapa, aku hanya menolong seseorang yang penting bagiku."

Mendengar itu, siswi itu mulai ambil posisi siaga. Dia merasakan bahaya pada Randy. Meskipun begitu, dia juga tertarik dengan 'laki-laki yang berjalan saat Time Fracture'.

"Tidak, menurutku kau tidak menganggapnya penting. Pasti ada semacam sihir pengendali pikiran dan kau memaksanya menyukaimu," ucap siswi itu dengan mata yang tajam.

Randy tergugup kaku setelah mendengarnya, tapi dia mencoba jujur. Dia harus memanfaatkannya dengan benar, kekuatan Justice of Word.

"Ya, memangnya kenapa?" Randy mengatakan fakta tanpa rasa malu.

Siswi itu membelalak kaget dan semakin terjaga dengan Randy. "Ternyata memang, bukan hanya mesum, kau juga tidak punya malu, Fotia!" Ucapnya sambil menyiapkan sihirnya.

Meskipun tidak boleh mengeluarkan sihir saat di dunia nyata, tapi bila ada hal seperti ini. Siapa yang mau berdiam diri. Sesuatu yang tidak terduga terjadi di dunia mereka, dunia para J dan V.

"Tunggu, aku sudah melepaskan sihir pengendali pada Ira, jadi dia sudah bebas. Tapi dia malah memilih tetap bersamaku!" Randy menahan siswi itu yang sudah mencoba mengeluarkan sihirnya.

"Hah, benarkah? Jadi itu membuktikan soal, kenapa Ira lebih manusia ketimbang saat liburan kemarin." Siswi itu mematikan sihirnya.

Justice of Word telah berhasil, kepercayaan siswi itu pada Randy sangat tinggi. Meskipun dalam artian buruk, tapi tetap tidak mengurangi kekuatannya.

"Kemarin? Apakah kalian bertemu?"

"Ya, meskipun kami musuh saat di sana. Tapi kalau sudah berbicara soal pelajaran, kami dalam satu aliran."

"Oh."

"Jadi kemarin, aku merasakan sesuatu yang aneh saat bersama Ira. Matanya memikirkan sesuatu, seperti dipaksa."

Randy melebarkan matanya setelah mendengar penjelasan siswi itu.

"Dia tiba-tiba pamit pergi, dia bilang ingin menyelesaikan urusan." Siswi itu menjelaskan apa yang terjadi sebelum kejadian Ira yang berkunjung ke rumah Randy.

Rupanya Ira sangat terpaksa meninggalkan temannya untuk menghapus sihir itu. Randy menundukkan kepalanya sambil merasa bersalah.

"Maaf, tapi aku melakukan ini untuk kebaikan dunia." Randy memulai Justice of Word-nya.

"Kebaikan Dunia? Apa maksudmu!"

"Kalian para Justiciar dan Valkyrie telah ditipu!"

"Ditipu?! Maksudmu?"

"Apakah kau bertemu Apate?"

"Ya, aku bertemu dengannya saat pertama kali menjadi Justiciar. Dia bilang. "Kau harus menyelamatkan dunia dari para Valkyrie yang mengambil kunci-kunci dunia!" Dia meminta itu sebagai imbalan telah mengabulkan doaku."

"Ternyata memang sama." Randy memegangi dagunya.

Siswi itu langsung membelalakkan matanya dan terkejut. "Apa maksudmu sama?"

"Ceritamu dan cerita Ira, menceritakan hal yang sama!" Randy menatap siswi itu dengan serius.

"Ja-jadi selama ini, aku ditipu?!" Siswi itu mengeluarkan air matanya dan tersungkur ke lantai.

Sedikit lagi akan berhasil, Randy mencoba dorongan terakhir untuk membuatnya masuk ke regunya.

Dia berjalan mendekati siswi yang menangis itu. "Tenanglah, bertarunglah bersama kami! Kita harus melawannya, si Apate. Dengan begitu, kita bisa menyelamatkan semuanya." Randy mengulurkan tangannya pada siswi itu.

Siswi itu menatap Randy dengan penuh harap. Dia mencoba memegang tangan Randy.

Dengan bantuan Randy, siswi itu berdiri bersamanya.

CTARRR!

Seketika kalung yang dipakai siswi itu berubah jadi gelap dan membentuk kalung baru.

"Gyahh! Apa yang terjadi?!" Erangnya.

Dia memegangi kepalanya yang sakit. Tapi dengan cepat, dia menyadari sumber sakit itu. Kalung yang dia pakai selama ini selalu serasa membawa beban berat padanya, kini dia merasa ringan dan tak terbebani.

Seketika dia juga mulai sadar arti nama Apate. Matanya terbelalak dan mulai melihat ke arah Randy.

"Apate!" Dia mengucapkan nama itu dengan nada keras.

"Kenapa kau?!" Randy terkejut dan bertanya.

Siswi itu memegangi kepalanya sambil mengatur nafasnya.

"Aku ingat nama itu, dalam buku-buku sejarah yunani yang kubaca... Dia adalah dewi penipu." Ia akhirnya menyadarinya.

Senyum lega dikeluarkan oleh Randy yang senang misinya berhasil.

"Tunggu, berarti jika selama ini ingatanku soal nama itu tersegel, berarti yang lain juga sama?!" Siswi itu mulai kesal dan mendecikkan bibirnya.

"Hmm." Randy mengangguk biasa.

Randy menunggu siswi itu tenang dulu. Dia membawanya kembali duduk di kursinya. Serasa dia sudah cukup tenang. Randy mencoba bertanya padanya, namun dia keduluan.

"Hannah, Hannah Kumila Dzakri. Setidaknya kau harus tahu namaku dulu, kan?!" Hannah menyebutkan namanya.

"Aku setuju untuk membantumu!" Hannah menatap Randy dengan senyuman.

Randy mulai berkeringat bukan karena tidak tahan nafsu ataupun ketakutan karena Hannah.

Tapi dia hanya berharap, dia masih punya waktu untuk bilang kalau dia mau daftar kerja.