webnovel

Bab 6. Laki itu Kerja

"Hah...?!"

Randy bangun dari pingsannya dan mendapati dirinya tertidur dipangkuan Ira.

"Ma-maaf!" Ucap Randy yang malu sambil memerah.

Ira yang mendengarnya hanya memalingkan wajahnya yang merah. "Tidak apa-apa, aku sudah menetapkan hatiku." Dia mengatakannya sambil malu-malu.

Randy bingung dengan kata-kata Ira. "Menetapkan hati? Ma-maksudmu ka-kau..." Wajahnya memerah malu karena salah paham.

Ira yang sadar kata-katanya membawa kesalah pahaman langsung memukul kepala Randy. "Bu-bukan menetapkan hati yang seperti itu! Maksudku aku akan siap membantu dalam misimu mengumpulkan para monster!"

"Hey, gak usah mukul juga?! Lagipula kau yang mengatakan hal yang buat salah paham, kenapa malah kau juga yang nyerang?!" Randy mengerang sambil memegang kepalanya yang benjol.

Tapi bukannya meminta maaf, Ira malah menempelkan pipinya ke dada Randy. "Kalau kau mau, aku juga bisa menetapkan hatiku untukumu." Wajahnya memerah seperti sudah tidak bisa menahan perasaanya lagi.

Meskipun, Dark Corruption telah hilang, tapi efeknya masih menempel pada gadis itu.

Randy memeluk gadis itu dengan lembut. 'Maaf, karena ulahku, kau malah jadi begini.' Perasaan menyesal masuk ke dalam Randy.

Setidaknya Randy saat ini mengerti apa yang harus dia lakukan. Dia tidak boleh sampai membuat Ira dalam masalah.

"Ira, tentang hubungan ini. Apakah sebaiknya kita sembunyi-sembunyi saja soal ini?!" Randy bertanya pada Ira.

"Aku ingin orang-orang tahu, tapi kecurigaan para OSIS kepadamu pasti akan meningkat." Ira masih berpikir logis meskipun sedang dalam posisi yang nyaman.

OSIS sejak awal sudah curiga tentang insiden hilangnya Ira sejak awal. Apalagi bualan soal Ira yang melawan ular itu sendirian, jelas itu tidak mungkin. Monster di Time Fracture paling cepat dikalahkan selama 4 jam. Sedangkan kemarin hanya terjadi selama 1 jam.

Informasi di atas didapat Randy dari Dalor yang memberitahu seberapa kuat monster di Time Fracture. Itu didapat saat dia sedang berbincang dengan iblis itu di rumah tadi.

Mereka berdua akhirnya selesai dengan pelukan. Senja sudah datang, tidak baik bagi para murid yang sedang ujian malah bermain-main di luar.

Mereka berdua pulang dengan Randy yang mengantar Ira terlebih dahulu ke rumah gadis itu dan dilanjutkan dengan Randy berjalan pulang sendiri ke rumahnya.

Randy mengangkat teleponnya saat berada di dalam bis.

"Apakah ini cukup?"

"Sudah, elu udah punya satu rekan sekarang. Dia bisa juga jadi mata informasi untuk para valkyrie-valkyrie itu."

"Baiklah, selanjutnya aku akan melanjutkan ekspedisiku ke Justiciar."

"Elu udah mau ngelanjutin?!"

"Kenapa?"

"Hah..., begini saja. Elu tiba-tiba pacaran dengan ketua club lari, dan sekarang matalu sudah pindah?" Dalor menjelas sesuatu yang rumit.

"Aku tidak mengerti maksudmu."

Keluh kesah Dalor terdengar dalam diri Randy.

"Cepat atau lambat hubungan kalian akan ketahuan, dan bagaimana tanggapan orang-orang kalau elu malah pdkt cewek lain saat sedang berpacaran?" Dalor mengeraskan volume suaranya.

Wajah Randy tidak terlihat berubah sama sekali. Matanya menatap layar ponselnya yang mati, pantulan wajahnya terlihat dari layar itu.

"Tenanglah, aku dan Farida adalah sahabat sejak lama, tidak akan ada kecurigaan di mata orang lain saat aku mencoba menanya-nanyakan sesuatu padanya." Randy menatap layar ponsel itu dengan tatapan santai.

"Oh benarkah?" Suara Dalor bertanya.

"Bukannya tadi pagi aku sudah cerita?" Ekspresi Randy berubah menjadi kesal tapi konyol.

"Ehe, gue lupa!" Dalor menjulurkan lidahnya sambil memukul kepalanya.

"Dasar raja iblis aneh." Randy menghelan nafas dan memasukkan ponselnya.

Bis sudah berhenti di desanya dan Randypun turun dari bis itu.

Randy berjalan pulang dengan berjalan kaki sampai rumah. Hari yang sudah gelap membuatnya harus waspada. Sekarang adalah hari sabtu, maka sekarang adalah waktu singkat Time Fracture.

"Cuman satu jam, ya? Kira-kira apa yang bisa mereka lakukan dengan satu jam?" Randy hanyut dalam pikirannnya sambil menatapi matahari yang sudah mulai tenggelam.

"Sial, elu terlalu terbawa suasana sampai lupa tanya." Dalor mengeluh.

"Ya maaf..." Randy mengerutkan mulutnya. "Eh, aku juga lupa tidak minta nomor teleponnya..." Kini tatapannya kosong karena kebodohannya.

"Elu tololnya kebangetan dah..." Dalor memegang keningnya sambil menggeleng-gelengkannya.

"Sudahlah, kita sudah ada di depan rumah. Sebaiknya jangan ajak aku bicara." Randy mengelak iblis itu.

Sekarang dia sudah ada di depan rumahnya. Saat mencoba membuka pintu, matanya teralihkan oleh sosok yang mengintip di balik jendela.

Wajahnya memucat setelah melihat ibunya yang menyilangkan tangannya sambil memainkan bibirnya. Dia akan mengintrogasi anaknya dengan penuh pertanyaan yang membuat pening kepala.

"He he, Ibu... aku pulang." Randy tersenyum setengah hati melihat Ibunya.

"Selamat... Datang... Kembali..." Suaranya secara mengerikan.

Randy membuka pintu dan masuk dengan badan yang bergetar. Mukanya dipenuhi keringat, tidak ada jalan mundur karena yang dilewatinya adalah jalan mundur itu sendiri.

Ibunya sudah menunggu dengan tersenyum. "Apa tadi itu pacarmu?" Tanyanya secara pelan dan dingin.

Randy yang mendengar kata 'pacar' menjadi merona dan gugup. "Ah-ah itu di-dia..." Dia tidak boleh menyembunyikan ini padanya, akan buruk bagi Randy jika dia ketahuan ibunya terus berganti cewek. "Y-ya, kami baru saja-"

Suara Randy terputus oleh pelukan ibunya. "Ah... ternyata kau benar-benar masih lurus!"

Mendengar kata-kata ibunya membuat Randy terkaget. "Heh? Apa maksudnya masih lurus?" Randy bertanya dengan sejuta kebingungan.

Tidak mungkin Ibunya mengira dia tidak lurus selama ini. Tapi kalau memang, apa yang membuatnya berpikir begitu. Kenapa aku dikelilingi keluarga yang sifatnya aneh-aneh.

"Ah, soal itu, saat pertemuan orang tua dan guru. Ibu bertemu dengan anak yang bernama Ilham, saat dia bilang 'Aku Ilham, teman dekatnya Randy.' Dia merangkul lehermu dan kau memerah," ucap ibunya jijik.

Wajah Randy kembali kosong dan menatap bodoh dirinya. "Bu, semua orang akan punya ekspresi yang sama bila itu terjadi." Randy menahan emosi dan menundukkan badannya.

Orang yang dia ajak bicara adalah ibunya. Jadi dia harus menahan emosinya sebesar apapun itu, dan seaneh apapun alasan ibunya.

"Oh benarkah? Kalau begitu maaf. Tapi yang penting sekarang ibu lega karena kau sudah punya seorang pacar." Ibu meniru pose yang dilakukan Dalor saat di bis tadi.

Apakah ini hanya perasaannya atau kebetulan. Sifat Dalor sama seperti ibunya. Randy berharap itu hanya kebetulan saja.

"Jadi, kau sudah punya pacar... maka ibu akan melakukan sesuatu untukmu..." Ibu tersenyum sambil memberi tebak-tebakan pada anaknya

"Sesuatu?" Randy bertanya.

Ibu mengeluarkan ponselnya dan menghadapkan layarnya ke arah Randy.

DICARI

TRANSLATOR HANDAL

BEKERJA SEBAGAI TRANSLATOR NOVEL

SETIAP KATA AKAN DIHARGAI Rp.50,-

MAU DAFTAR?

TINGGAL HUBUNGI NOMOR INI.

Sayangnya bagian nomor telepon itu terpotong oleh layar.

Randy menatap dengan beku layar itu.

"Ibu ingin aku bekerja?"

"Ya, kau kan orang yang menjunjung tinggi harga diri pria. Maka saat ibu tahu kau punya pacar, Ibu langsung menelpon teman ibu."

"Teman?"

"Dan aku mendapatkan pekerjaan yang cocok denganmu. bagaimana, mau ambil?"

Ibu tidak mendengarkatan kata Randy dan terus merocos.

Apa yang dikatakan ibunya ada benarnya. Akan keterlaluan buatnya kalau dia menggunakan orang tua untuk digunakan ke orang lain yang belum tentu masa depannya.

Randy mengangguk setuju keinginan ibunya.

"Okeh, kalau gitu ibu akan kabari teman ibu!" Dia langsung memetik-metik ponselnya.

SESHHHHHH!

Suara air mendidih terdengar di dapur.

"Oh airnya mendidih!" Ibu pergi ke dapur untuk mematikannya.

Tepat saat itu.

DARRRRRRR!

Time Fracture telah dimulai.

Randy menatapi sekitaran rumahnya dengan aneh. Tempat yang biasa ia tinggali kelihatan sangat mengerikan tanpa adanya penerangan.

Dia berjalan ke dapur dan mendapati ibunya membeku di dalam lilitan bunga berduri. Randy tidak terlihat cemas pas melihatnya, dia sudah terbiasa akan hal ini.

Dia mencoba melihat apa yang ada di layar ponsel ibunya. Matanya membelalak setelah melihat isinya. Senyumnya yang merasa puas terlihat di wajah anak itu.

"Dalor, aku skip saja Time Fracture saat ini. Besok adalah waktu yang tepat untuk mengivestigasi Justiciar, kan?" Randy meregangkan tubuhnya seperti dia telah menyelesaikan urusannya.

"Apakah kau tahu nomor itu?" Dalor bertanya.

"Tentu saja, tidak mungkin aku tidak tahu nomor itu. Nomor dari Ketua Ekstra Perpustakaan..." Senyumnya masih terlihat saat berjalan menuju kamarnya.