webnovel

RAHASIA

Rey terlihat menatap keluar jendela dengan wajah malas.

""Apa-apaan ini udah hampir 2 minggu, pengumuman gamenya sudah hampir selesai juga sudah keluar. Tapi kenapa gamenya belum selesai-selesai.""

""Aku sudah mulai suntuk dengan keadaan ini. Hanya makan, tidur, lalu berak dan sesekali ketemu dengan naga sialan yang kesepian itu.""

""Sei diajak main juga nggak mau. Dia lebih memilih ke perpustakaan, emang dasar kutu buku.""

""Rina juga belum muncul-muncul. Dia lulus nggak sih? Awas aja kalau nggak lulus.""

Rey menggaruk-garuk kepalanya karena kesal. Setelah itu kembali melamun melihat keluar jendela.

Tak lama setelah Rey melamun, akhirnya apa yang dia tunggu-tunggu akhirnya muncul.

""Akhirnya. Adikku yang bodoh itu muncul, kenapa dia lama kali sih. Ababgnya inikan udah bosan seminggu ini. Udah terlalu banyak kejahilanku yang tertahan karena dia nggak ada.""

Rey langsung beranjak dari tempat duduknya. Dengan wajah senang dan bersiap pergi dengan segala ide jahilnya.

Saat membuka pintu. Rey berpapasan dengan Sei.

"Rey. Kamu mau kemana terburu-buru gitu?"

"Ketemu adikku. Minggir sana aku ada kerjaan penting."

Rey langsung melewati Sei tanpa banyak pembicaraan.

""Rey buru-buru kali nyambut adiknya. Emang adiknya yang mana sih?""

Sei melihat keluar jendela, dan menemukan orang yang dia anggap adik Rey.

""Oh jadi adiknya Rey emang gemuk.""

Sei memandangi kelompok adiknya Rey dengan seksama dan menemukan malaikat yang mengalihkan pandangannya.

Dalam lamunannya, Sei teringat sesuatu hal yang penting dan dapat menimbulkan masalah buatnya.

"Oh iya, kita kan ngak boleh ke asrama perempuan. Ini gawat kalau ketangkap guru bisa jadi masalah."

Sei menepuk jidatnya karena kesal.

"Dasar bod*h. Aku harus mengejar Rey sekarang."

Sei langsung berlari menyusul Rey. Dengan sekuat tenaga dia menyusul Rey.

Setelah berjuang sekuat tenaga, akhirnya Sei dapat menyusul Rey yang bersiap keluar asrama.

"Reeeyyy!!!"

Rey yang mendengar teriakkan Sei, langsung menatap Sei. Tidak hanya Rey, orang-orang sekitar juga langsung menatap ke arah Sei.

Sei memalingkan wajahnya ke bawah karena malu.

""nj*ng gue ngapain sih barusan.""

Rey mendekati Sei dengan wajah serius dan mendekatkan mulutnya ke telinga Sei.

"Nj*rt, lu ngapain nj*ng. malu-maluin aja."

Sei mengaruk kepalanya dengan dan sedikit menundukkan kepalanya.

"Sorry. Aku nggak sengaja."

"Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu."

Rey langsung berbalik dan bersiap pergi.

"Eeeh. Jangan pergi dulu. Kamu ngak boleh ke asrama perempuan, apalagi kalau itu asrama anak SMP."

Rey yang mendengar hal tersebut langsung berbalik.

"Emang kenapa?"

"Nanti kamu dihukum. Dan kamu visa dicap cabul, sukanya sama anak-anak."

Rey berbalik lagi.

"Eeeeh."

Sei menahan Rey agar tidak pergi.

"Kalau kamu kena hukum, aku juga kena hukum."

"Kenapa begitu?"

"Emang dari peraturannya. Mau bagaimana lagi?"

"Terus aku harus gimana agar bisa menemui adikku?"

"Telpon aja. Suruh ketemuan ditempat lain."

"Nggak ah males. Ngabisin pulsa aja."

"Terus kamu mau gimana?"

"Terobos aja lah. Nggak bakalan ketahuan kok, kalau nggak percaya ikut aja."

Sei menundukkan kepalanya dan berfikir. Rey yang tidak peduli, langsungmelewati Sei lalu pergi.

""Bagaimana ini? Dia nggak bisa dibilangin. Apa aku ikuti aja?""

"Rey tunggu aku ikut."

Sei akhirnya mengikuti Rey ke asrama perempuan.

"Lah. Katanya takut kena hukum?"

"Aku nggak punya pilihan lain. Kalau ada apa-apa aku akan kena nantinya."

"Kalau gitu ayo pergi."

Setibanya mereka di depan gedung asrama perempuan.

Mereka berdua hanya berdiri dan mereka hanya dipandangi banyak murid perempuan.

"Hei, kita gimana sekarang?"

Sei bertanya tanpa tanpa melihat Rey. Dia masih memandangi asrama.

"Entahlah, aku nggak tau nomor kamarnya."

Sei yang mendengar hal tersebut melihatkan wajah cemberut ke Rey.

"Ngapain kau lihat aku gitu?"

""Gawat dia marah.""

Sei langsung ciut setelah mendengar kata-kata Rey.

"Nggak ada apa-apa kok."

"Kalau gitu tunggu apalagi? Ayo masuk."

"Masuk kemana? Nomor kamarnya aja kamu nggak tau."

"Kita terobos aja. Nomornya kita cari tau aja nanti."

Rey berjalan tanpa pikir panjang. Sei yang melihat Rey langsung menghentikannya.

"Ngapain kamu? Kalau kita masuk lewat depan bisa ketahuan."

"Oh iya, aku baru ingat."

"Kalau gitu kita balik aja. Sebelum ada guru yang nangkap kita."

Sei mendesak Rey untuk kembali. Tetapi Rey tidak menghiraukan Sei.

Rey hanya berdiri dan memikirkan cara agar tidak ketahuan.

"Ah. Aku tau cara agar kita tidak ketahuan."

"Bagaimana?"

Sei bertanya dengan wajah penasaran.

"'Steel'."

Mereka berdua menjadi tembus pandang. Dan tidak dapat dilihat oleh siapapun.

Hanya mereka saja yang dapat saling melihat.

"Wahh. Bukannya ini teknik tingkat atas."

"Inilah kehebatan dari diriku, Rey yang hebat."

Rey menyombongkan dirinya kepada Sei. Sampai tingkatan yang membuat Sei kesal.

"Dahlah, ayo masuk."

"Hehe... Kamu iri ya? Kamu iri kan?"

"Jangan seperti anak kecil gitu. Katanya mau mencari adikmu."

"Oh iya, aku lupa kalau gitu ayo pergi."

Mereka pergi mengelilingi asrama perempuan, tanpa ada satupun orang yang tau akan kehadiran mereka.

Setelah mencari-cari, akhirnya Rey tanpa sengaja melihat adiknya masuk kedalam kamarnya.

"Hei Sei sini aku udah ketemu adikku."

"Kalau gitu tunggu apalagi? Ayo ke sana."

"Tunggu dulu aku punya ide."

Rey membisikkan rencana jahilnya kepada Sei. Sei yang mendengarnya hal tersebut, tersenyum mendengar rencana Rey.

Tetapi Sei tidak tau akan rencana Rey yang sebenarnya.

"Kamu siap?"

"Aku siap."

Rey memberi aba-aba kepada Sei. Mereka membuka pintu kamar tersebut yang tidak terkunci.

Dari dalam kamar Rani dan kelompoknya terkejut melihat pintu kamar yang tiba-tiba terbuka sendiri.

"Hei, kok pintu kamarnya terbuka sendiri?"

Riska bertanya kepada teman-temannya yang juga kebingungan.

"Entahlah, coba aku lihat dulu. Mungkin ada orang usil?"

Desi berjalan ke arah pintu, dia melihat keluar dan tidak mendapati siapa pun di sana.

Disaat desi berbalik, pintu dibelakangnya tiba-tiba terhempas dengan kecang. Mereka terkejut dengan hal tersebut.

Tetapi pintu yang tertutup itu bukanlah apa yang tadi direncanakan sama Rey. Sei heran dengan apa yang terjadi.

""Tunggu dulu ini tidak sesuai rencana. Rey juga belum masuk, aku harus bagaimana?""

Sei panik, dia berusaha keluar leat pintu. Tetapi pintunya seperti ada yang menahan diluar.

Diluar Rey sedang menahan pintu tersebut dengan wajah tersenyum gembira yang mengambarkan seberapa suksesnya rencananya.

"Hehehehe... Mohon maafkan temanmu ini. 'Cancel Skill'."

Sei yang berada dalam kamar, panik tubuhnya tidak lagi tembus pandang.

""Gawat, ada apa ini?""

Rani dan teman-temannya terkejut melihat orang yang tidak dikenal, sedang mencoba membuka pintu kamar mereka.

"Hei, siapa kamu? Bagaimana cara kamu bisa masuk kesini?

"Hehehe. Permisi."

Mereka tanpa pikir panjang mengeroyok Sei tanpa ampun.

Diluar terlihat Rey menahan tawanya.

""Tunggu dulu, kalau ada apa-apa gimana? Ranikan sedikit physico.""

Rey yang mulai takut akan keadaan Sei memberhentikan mereka.

"Berhentiiii."

Mereka semua berhenti mengeroyok Sei yang terlihat mulai babak belur dipukuli Rani.

"Abang?"

Rani spontan menghempaskan Sei ke lantai.

Mereka terheran kenapa abangnya Rani ada di sini. Sedangkan Sei terkejut ternyata yang memukuli dia dari tadi adalah adiknya Rey.

""Ternyata ini adiknya Rey. Aku kira yang ada di sana.""

""Malah sempat mengira dia malaikat tadi, ternyata sifatnya sama-sama physico seperti abangnya.""

"Bang Rey kok bisa di sini? Jangan bilang ini kerjaan bang Rey."

"Hehehe."

"Dasar abang idi*t."

Rani berlari ke arah abangnya dengan sebuah pukulan menuju wajah Rey.

Rey tidak tinggal diam dan menangkap pukulan Rani dan tidak melepaskan genggamannya.

"Hehehe... Maaf semuanya."

Rey meminta maaf kepada teman-teman Rani tanpa ada rasa bersalah.

Rani tang melihatnya merasa malu melihat kelakuan abangnya.

"Jadi ini kerjaan abang kamu Ran?"

Siska kesal dengan perilaku abangnya Rani.

"Maafin abang aku ya semuanya. Dia emang agak miring."

"Hei beraninya kamu bilang abangmu miring."

Rani menatap mata Rey dengan tajam. Rey yang melihat adiknya sangat marah hanya memilih diam.

"Sudahlah Rani, ini cuman salah paham kan. Untuk apa diperpanjang."

Aisyah menenangkan Rani yang lagi marah.

"Baiklah kalau gitu."

Riska mendekati Sei yang sudah babak belur.

"Kakak nggak apa-apakan?"

Sei terpana melihat kebaikan dan wajah tulus Riska yang berusaha menolongnya.

""Wah ternyata masih ada malaikat di dunia ini.""

"Aku nggak apa-apa kok. Santai aja."

"Syukurlah kalau begitu."

Rey mendekati Sei dan menggendong dirinya. Sei langsung terkejut dengan apa yang dilakukan Rey.

"Hei kamu ngapain tiba-tiba menggendongku?"

"Lebih baik kita pergi sekarang, kalau ada guru gimana?"

"Baiklah kalau gitu. Tapi aku bisa jalan sendiri nggak usah digendong begini."

"Oke."

Rey menjatuhkan Sei tanpa rasa bersalah.

"Kalau gitu kami pergi dulu semuanya. 'steel'."

Suasana kamar yang sempat ribut seketika hening dengan kepergian Rey dan Sei.

"Pantas saja kamu benci sama abangmu, sifatnya saja seperti itu."

Desi langsung menyela sifat abangnya Rina.

"Ya mau gimana lagi? Orangnya memang begitu."

"Kamu nggak boleh gitu Rina. Bagaimanapun dia abangmu."

"Aku tau kok Syah. Walaupun sifatnya seperti itu dia abang yang baik kok. Kalau aku terlibat masalah, dia yang maju paling depan."

"Jadi abangmu itu baik apa jahat Rin?"

"Baik kok Des, tapi sifatnya aja usil."

"Oooh gitu."

Mereka tidak tau, Rey dan Sei masih berada di ruangan tersebut dan mendengarkan pembicaraan mereka.

"'Cancel Skill'."

"Wah ternyata adikku sangat perhatian ya."

Rani terkaget mendengar suara Rey, dan langsung melihat ke arah suara tersebut.

Betapa kagetnya Rani ternyata abangnya masih di dalam kamar.

"A...abang kamu masih di sini?"

"Iya, aku dengar semuanya kok. Nggak usah malu begitu."

Rina yang tersipu malu karena pembicaraan tadi hanya terdiam.

"Ternyata kamu dapat teman-teman yang baik ya. Kalian rahasiakan kejadian ini ya. Kalau gitu abang pergi dulu, bye."

"'teleport'."

Rey sekarang benar-benar menghilang dari pandangan mereka. Teman-teman Rina terkejut dengan semua teknik-teknik yang dikeluarkan abangnya.

"Rina abangmu itu sebenarnya siapa sih, kenapa dia punya teknik-teknik tingkat atas?"

Siska bertanya karena penasaran dari mana abang Rina mendapatkan teknik tersebut.

"Kalau itu aku nggak tau. Yang aku tau sejak kecil abangku memang sangat kuat dan idi*t."

"Kamu menghina abangmu seperti itu, sebenarnya kamu sangat sayang dengannya kan?"

Rina tersipu malu mendengar kata-kata Aisyah.

"Hahaha... Wajah Rina kembali memerah."

Mereka semua larut dalam pembicaraan mereka.

Sedangkan di kamar Rey dan Sei. Mereka hanya saling menatap.

"Apaan lihat-lihat?"

"Sebenarnya kamu ini siapa? Kenapa kamu punya teknik-teknik yang belum tentu dimiliki oleh Hunter tingkat atas."

"Kan aku udah pernah bilang kalau kamu mau tau kau tak akan hidup dengan tenang."

"Aku nggak peduli. Dari pada nanti aku terseret karrna masalah yang kamu buat."

Sei menatap Rey dengan tajam. Tetapi kakinya tetap saja bergetar dan tak bisa bergerak karena takut.

"Sepertinya kamu ingin tau sekali, kalau gitu akan aku beri tau."

Rey mendekatkan mulutnya ke telinga Sei.

"Aku itu adalah penerus naga."

Suasana sekitar Sei langsung hening mendengar apa yang dikatakan Rey. Sei hanya bisa diam membisu.

"Yah. Kamu jadi tau kalau aku penerus naga, kalau ada apa-apa kamu jangan minta aku tanggung jawab ya."

"A...apa maksudmu?"

"Kalau ada masalah yang bersangkutan dengan aku pasti orang yang akan ditanyakan adalah orang terdekatku, termasuk kamu."

Sei hanya terdiam mendengar setiap perkataan Rey dengan takut.

"Kamu tau satu hal. Saat kau diintrogasi dengan pendeteksi kebohongan. Walaupun kamu bilang tidak tau, kamu akan terus ditanyai karena kamu sudah tau siapa aku."

"Dan kalau kamu memberitahukan siapa aku. Aku kau akan langsung mati, karena aku sudah menanamkan sebuah teknik kepadamu barusan."

"Terus bagaimana dengan keluargamu? Mereka pasti tau siapa kamu?"

"Kamu kira aku sebodoh itu akan memberikan informasi ini sama keluargaku? Yang mereka tau aku sudah kuat sejak pertama kali awakening."

"Yang akan mati itu cuman kamu saja."

Sei sangat ketakutan dengan apa yang dikatakan oleh Rey, semua badannya menjadi lemas dan dirinya langsung terduduk karena hal tersebut.

Karena ketakutan itu Sei ngompol. Rey yang melihat Sei ngompol menajamkan tatapannya ke arah sei, yang membuat Sei semakin ketakutan.

"Hahahahaha..."

Sebuah tawa dari Rey memembuat Sei hampir pingsan.

"Kamu percaya dengan apa yang aku bilang barusan."

Sei terpana dengan perkataan Rey tersebut.

"A...apa maksudmu?"

"Kalau aku adalah penerus naga dan kau akan mati kalau orang sampai mengetahuinya. Kau oercaya itu mentah-mentah."

""Apa-apaan ini? Dia kira ini hal lucu?""

"J...jadi dari tadi k...au hanya mempermainkan aku? Kau bajing*n!!!"

"Jadi barusan kau hanya mempermainkan aku. Kau kira aku ini apaan? Mainanmu?"

Sei menatapi Rey dengan marah karena mempermainkan dirinya.

"Tidak aku serius. Aku serius mengatakan kalau aku adalah penerus naga dan kau bisa mati kalau ada orang yang mengetahuinya."

Sei semakin marah mendengar yang dikatakan oleh Rey.

"Lihat kau masih ingin mempermainkan diriku. Aku tau diriku lemah, tetapi aku tidak bisa dipermainkan begitu mudah."

"Dasar kau bajing*n, ngak ada..."

Rey hanya diam mendengarkan perkataan Sei. Karena dia tau Sei pasti sangat kesal karena dipermainkan dari tadi.

Setelah beberapa saat Sei diam dan kamar kembali hening.

"Udah. Udah selesai mengumpatnya? Kalau udah lihat lah ini."

Rey tiba-tiba mengeluarkan pancaran aura yang membuat Sei takut.

"'Dragon Transformation'."

Aura mencekam keluar dari tubuh Rey, dan sebuah sinar merah keluar dari dada Rey.

Sei yang melihat hal tersebut hanya bisa membatu.

Suara alarm sekolah berbunyi menandakan suatu bahaya muncul entah darimana.

"Bagaimana Sei? Sekarang apa yang akan kamu lakukan?"

Rey mendekati Sei perlahan-lahan. Sei pun menjahui Rey perlahan.

Langkah Sei pun terhenti karena dinding di belakangnya.

Rey semakin mendekati Sei. Sei hanya bisa pasrah akan hal yang akan terjadi padanya.

""G...gawat, le...lebih baik aku diam saja tadi. Matilah aku sekarang, dia berkata sebenarnya.""

Setelah Rey tepat berada di depan Sei. Sei kembali mengompol.

"Hahahahahah..."

""Kenapa dia kembali tertawa?""

"'Cancel Transformation'."

Rey kembali dalam keadaan semula dan hawa yang keluar barusan menghilang.

Sei yang tidak sanggup menahan semua keadaan pun pingsan.

"Lah dia pingsan? Aaah... Nyusahin aja. Ngompolnya juga banyak lagi."

Rey pun mengemasi ruangan dan bertindak seakan tidak terjadi apa-apa.