webnovel

KEHILANGAN

Hari ini Fadil tidak begitu bersemangat, ia selalu memikirkan keadaan Ara. Sejujurnya ia sangat merindukan sosok itu, namun ia terlalu pengecut untuk bisa datang menemui Gadis tersebut di rumahnya.

Fadil bangkit dari posisinya, ia kemudian menghampiri meja Ara yang sudah kosong.

"Sebegitu bencinya kah kamu sama Kakak Ra.. ?? hingga kamu tidak mau mendengarkan penjelasan kakak sama sekali..!!" gumamnya.

Rasa kangen Fadil semakin menyeruak, apalagi semenjak peristiwa kemarin ia belum melihat Ara sama sekali dan sekarang gadis itu telah resign yang artinya ia mungkin tidak akan bisa bertemu dengannya lagi. Namun yang lebih membuatnya terluka adalah gadis itu meninggalkan dirinya dalam keadaan marah dan salah paham terhadapnya.

Hal itu sangat membuat hati Fadil merasa tidak nyaman, seperti ada sesuatu yang hilang.. Dan Entah kenapa rasa kehilangan itu semakin nyata ia rasakan saat ini.

"Ga.. ini ga bisa dibiarin, bagaimana pun caranya aku harus bisa menjelaskan kesalahpahaman ini padanya.."

Sementara itu..

"Bagaimana keadaan Ara.. sudah baikan..??" tanya sang paman yang saat ini datang ke rumahnya.

Gadis itu hanya mengangguk, sebenarnya keadaan Ara sudah baik-baik saja bahkan ia juga sudah mulai melupakan kejadian beberapa hari lalu itu, Hanya saja ia tak ingin mengambil resiko.. Ara takut jika di Caffe ia harus kembali bertemu dengan dua orang laki-laki yang sudah mempermainkannya itu, dengan demikian ia lebih mempercayai sang paman untuk mengurus semuanya.

"Harusnya di zaman sekarang kamu sudah mempunyai handphone Ra, biar nanti kalo ada apa-apa tinggal menghubungi orang rumah.. kenapa kamu ga mau punya alat komunikasi, padahal itu penting ketika kamu urgent..!!"

"Iya paman, tapi tuk saat ini Ara masih malas punya benda itu.." Sang Paman hanya geleng-geleng kepala.

"Oh iya, masalah kemarin... kamu yakin ga mau mendengar penjelasan Fadil terlebih dahulu tentang rekaman itu.. ??"

"Ga paman, Ara udah ga mau denger penjelasan apapun.. Ara udah terlanjur kecewa dengan mereka..!!"

"Bagaimana jika ternyata Fadil memang ga bersalah.. ?? bukankah itu ga Adil buat Fadil, karna kamu sudah menghindari orang yang ternyata sebenarnya ga bersalah." Paman berusaha membuat Ara mengerti.

"Saat kamu pulang dengan Alfan, Fadil langsung menghubungi paman untuk ikut mencari mu. Dia begitu khawatir karena kamu pulang ga pamit padanya dan sudah lewat 20 menit menaiki mobil Alfan kamu masih belum sampai rumah.. sebelumnya paman bersikap biasa saja karna paman pikir kamu sedang makan malam dengan Alfan di suatu tempat. Tapi Fadil.. ?? dia seperti orang kebakaran jenggot mewanti-wanti paman untuk bisa membantu mencari mu, meski setelah kamu ketemu paman juga sempat salah paham padanya. Namun paman percaya Fadil merupakan orang yang sangat baik.."

Sang paman berhenti sejenak mengatur nafas, ia seperti sedang berflash back mengenai kejadian malam itu. Sebelum kemudian melanjutkan perkataannya lagi..

"Paman hanya berharap Ara bisa melihat permasalahan yang sebenarnya, dengan begitu Ara bisa lebih bijak menyimpulkan masalah tersebut. Karena jujur, paman berpendapat bahwa rekaman itu memang sudah banyak yang terpotong.."

Gadis itu mulai meresapi perkataan sang paman..

"Dari dulu inilah alasan paman ga ngizinin kamu dekat dengan cowok yang bernama Alfan itu... Karna dia memang tidak terlihat baik. Apalagi Fadil selalu meminta paman untuk menjauhkan kamu darinya..!!"

"Maksud paman..??" Ara terlihat bingung.

"Iya Ra... kamu ingat kejadian malam yang ketika ban motor paman bocor.. ??" Gadis itu hanya mengangguk.

"Itu semua ulah Alfan.. ia sengaja melakukan itu supaya kamu bisa pulang dengannya. Untung saja rencana itu sudah diketahui Fadil, hingga atas bantuannya paman di percaya untuk bisa meminjam motor dari pihak bengkel.." Respon Ara masih datar, meski sejujurnya ia sudah mulai memproses perkataan sang paman untuk bisa dicernanya.

"Dan asal kamu tahu Ra.. semenjak kejadian tersebut Fadil lebih protektif, Apalagi ketika ia harus pergi keluar kota ia selalu meminta paman untuk menjagamu. Sepertinya Fadil serius, karna paman tahu sudah lama Fadil itu memperhatikan mu, dibanding Alfan.. Fadil jauh lebih baik darinya.. har..!!'

"Tapi dia hanya menjadikan Ara sebagai taruhan, paman..!!" Ara menyela perkataan sang paman.

"Tapi kamu juga belum tahu rekaman yang seutuhnya kan..??" Laki-laki itu ikut menyela.

Ara hanya terdiam, ia seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Sudahlah paman... stop bahas masalah ini lagi.. Ara mau istirahat..!!" Rengeknya manja, setelah beberapa saat hening akhirnya ia bersuara.

"Ya sudah... paman hanya mengingatkan untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan, paman ga mau kamu menyesal dikemudian hari hanya Karna tidak tahu masalah yang sebenarnya." Ara masih terdiam.

"Bagaimana besok.. ?? Apa jadi mencari pekerjaan bersama Yanti..??" lagi-lagi Ara hanya mengangguk, ia seperti sudah tak ingin sang paman mengajaknya bicara lagi.

"Baiklah.. sepertinya kamu sudah tidak butuh paman lagi di sini.. kalo begitu paman pulang, selamat istirahat..!!" laki-laki itu bangkit seraya mengusap rambut Ara.

Sepeninggalnya sang paman..

"Memangnya kenapa kalau ga tau Rekaman lengkapnya, toh mereka berdua memang brengsek mempermainkan aku seperti barang.." Rutuknya, namun tiba-tiba ada perasaan aneh yang terbesit dihatinya.

Jantungnya berdegup kencang tiap kali ia mengingat wajah Fadil Apalagi ketika ciuman pertama itu terjadi, Dengan pelan Ara meraba bibirnya sendiri.

"Emang sih ka Fadil kelihatan peduli banget sama aku, apalagi berkat dia aku tidak jadi di apa-apain sama cowok stupid itu. Dia juga terluka karna nolongin aku.. bagaimana ya lukanya, semoga saja ka fadil baik-baik saja.." Tanpa sadar Ara peduli pada laki-laki tersebut.

"Kenapa perasaan aku kaya gini amat ya, kaya ada sesuatu yang hilang.. Astaga Ra kenapa kamu jadi mikirin Fadil siih.. !!"

Malam harinya..

"Ra.. ada tamu, cepat keluar ya.. bunda mau ambilin air minum dulu" sang bunda memberitahukan Ara di kamarnya.

"Iya Bun..!!" Ara langsung keluar dari kamarnya menuju ruang tamu dan tiba-tiba..

"Ra...!!" Fadil langsung berdiri. Ia nampak antusias menyambut gadis itu, sedang Ara justru berbalik dan meninggalkan Fadil yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Dan ketika hendak masuk kamar kebetulan Ara berpapasan dengan sang bunda yang sedang membawa air minum untuk Fadil.

"Bun Ara mau istirahat, besok kan ada janji sama Yanti... suruh tamunya pulang aja ya..!!" Sindirnya keras, ia sengaja berkata demikian supaya Fadil dengar dan segera angkat kaki dari rumahnya. Setelah mengatakan itu kepada sang bunda, Ara pun kembali masuk kedalam kamar.

"Lho Ra.. ini kan masih sore.. tamunya juga belum dikasih minum..." Bunda Ara nampak bingung, Namun beliau tetap menghampiri sang tamu.

"Duh maaf ya, Ara memang sedang sibuk.. soalnya besok dia mau melamar kerja, entah kenapa ia harus resign di Caffe kemaren." Ungkap sang bunda tanpa sedikitpun mengetahui bahwa Fadil adalah atasan di Caffe tersebut dan kejadian kemarin juga sepertinya Ara tidak pernah cerita kepada keluarganya, mungkin Baginya cukup hanya dia dan sang paman saja yang tahu.

"Kalau begitu Saya pamit Bun.. Sepertinya Ara memang tidak mau di ganggu!!" Fadil pun bangkit dari duduknya.

"Iya sepertinya begitu... Maafin Ara ya nak, Ga diminum dulu airnya..??" Bunda Ara ikut berdiri.

"Iya Bun, saya cukup mengerti.. terimakasih untuk suguhannya.." Fadil menyalami sang bunda dan kemudian keluar.

Didalam kamar..

"Kirain Yanti .. kenapa jadi ka Fadil yang Dateng siihh..!! jadi deg degan lagi kan dadanya. Astaga.. kenapa lagi sih nih dada...!!" Ara berusaha mengelus dadanya supaya tenang.

"Beberapa hari ga ketemu kenapa ka Fadil terlihat beda ya.. sepertinya agak kusut, ga kaya biasa.. Apa beneran ia juga ikut tertekan masalah kemarin..??" Pikiran Ara campur aduk tentang Fadil, ia bingung harus berbuat apa. Sempat ada perasaan ingin mengetahui penjelasan Fadil masalah rekaman itu, tapi sepertinya percuma karena hatinya sudah terlanjur sakit.