webnovel

I Wake Up and Become A Mother!

Lia terkejut, benar-benar nyaris jantungnya keluar dari rongga dadanya. Dia yang mendapat julukan perawan tua, di kampung halamannya malah tiba-tiba menjadi seorang Ibu! Belum lagi kenyataan kalau dia punya anak! Punya suami dan anak! GILA! Sebenarnya apa yang terjadi? "Ibu ..., peluk bayi." tapi anak ini begitu lucu, Lia tidak bisa pura-pura tak peduli padanya.

Kanaya_kez123 · ย้อนยุค
Not enough ratings
15 Chs

Bab 2 : Ini benar-benar mustahil

Bel fungsinya buat manggil orang apa ya? Tring Tring Tring, bel itu berbunyi beberapa kali dan benar saja, ada pelayan yang masuk ke kamar Lia yang gelap gulita—Lia baru bangun tidur lagi.

"Iya, Nyonya Duchess. Ada yang bisa saya bantu untuk anda?"

Lia sebelumnya berdeham, dia mengubah posisi menjadi duduk. "boleh bawakan buku untukku?" pinta Lia padanya, Lia yakin suaranya agak serak. Dia baru bangun tidur dan kepalanya agak sakit tidak tahu mengapa. Tapi Lia paksa harus mencari informasi.

Si pelayan muda itu kelihatan bingung, ada tetes keringat di atas dahinya—mungkin karena dia berlari-lari cepat untuk datang ke tempat sini. Lia jadi kasihan padanya. Apa dia mengganggunya?

"Tentu saja bisa Nyonya! Hanya saja, tolong baca bukunya pada pagi hari nanti saja. Karena nyonya harus beristirahat, akan saya ambilkan buku-bukunya. Saya permisi dahulu nyonya,"

"Oke." Jawab Lia singkat, menyadari bahwa ini sudah malam—Lia tidak sadar karena kamar ini gelap, bahkan saat beberapa waktu yang lalu ketika Duke dan Dokter itu mengeceknya. Lia tidak tahu waktunya jam berapa, dia bahkan tak tahu dirinya ada dimana. Tiba-tiba saja pindah ke tempat ke kamar yang sangat mewah, kemewahan macam ini baru pertama kali Lia rasakan. Lia terlanjur syok, dia bahkan tak sengaja melemparkan penerang kamar ke arah cermin saking histerisnya—saat penampilannya berubah sangat drastis.

Tempat tidur yang super lembut, bantal yang sama lembutnya lalu suasana sepi—sebuah ketenangan yang Lia nginkan sejak lama, kini Lia dapatkan. Anehnya ..., walau Lia tak tahu dirinya ada di mana, semua ini terasa nyaman. Lia jadi ingin bergelung di bawah selimut terus. Tapi Lia juga tahu situasinya saat ini sedang tidak, ah, bagaimana ya bilangnya?

Semacam Lia tidak tahu, bagaimana jiwanya bisa kemari. Lalu, Lia juga tidak tahu peringai asli tubuh ini itu kayak gimana sih. Lia tak tahu, ini dunia dimana, sepertinya tidak ada orang yang Lia kenal di sini.

Krekk

Tiba-tiba suara pintu kamar Lia terbuka, Lia refleks melihat ke arah sana. "Bukunya sudah diambil?" Dia juga memberikan pertanyaan, tapi sayangnya—

"I-ibu ...."

Ibu?

Siapa itu? Bocah kecil? Lia turun dari atas ranjang tempat tidur besar yang nyaman itu, untuk melihat bayangan kecil yang memegang pintu. Kepalanya mengintip sedikit, perlahan saat Lia mendekat bocah itu sedikit mundur. Saat Lia sampai di hadapannya, anak itu malah menangis. Lia heran, tubuhnya sempat kaku saat mendengar tangisan kecil yang mengundang iba.

Rasanya asing saat melihat tiba-tiba ada bocah kecil menangis di depan Lia, karena Lia tak pernah dekat dengan anak-anak. Dia sibuk menghidupi dirinya yang miskin, dan neneknya beserta keluarganya yang bergantung padanya. Jadi dihidupnya tak pernah memegang atau merawat anak-anak karena sibuk.

"Jangan menangis .... Ada apa nak?" tanya Lia pada bocah kecil itu, tingginya mungkin di bawah lutut kaki Lia.

Anehnya bocah itu tetap terisak-isak, Lia dibuat bingung olehnya. Masalahnya mekanisme manusia itu seperti itu, kalau ada orang yang menangis mereka pasti refleks ingin menghentikannya.

Lia bertanya lagi dengannya, kali ini Lia mensejajarkan tingginya dengan anak itu—Lia berjongkok, hampir duduk di lantai yang rupanya dingin sekali. Mungkin karena pengaruh angin malam juga, "ada apa?"

Saat Lia balik menanyakannya lagi padanya, anak itu malah berbalik melarikan diri dengan cepat menjauh dari pandangan Lia dengan ke-dua kaki kecil miliknya itu.

***

Gadis pelayan itu datang beberapa saat setelah Lia terbengong di tempat pada bocah kecil itu, gadis pelayan itu tangannya penuh dengan buku. Sekali lagi, dahinya bertetesan keringat tanda dia berlari—entah mondar-mandir di Perpustakaan dan juga berlari kemari. Lia pikir pekerjaannya cukup berat, untuk melayani Lia yang egois memintanya pada waktu malam—dimana seharusnya jadi waktu istirahatnya untuk tidur—malah diperintahkan untuk mengambil buku dari Perpustakaan.

Pekerjaan yang melelahkan. Tapi mau bagaimana lagi?

Lia harus segera mencari tahu dia ini ada di mana, tempat apa ini? Negara apa? Benua mana? Dan letaknya ada di mana. Barangkali itu bisa menjadi pengetahuan untuk Lia, yang merasa asing dengan tempat ini—tapi merasa nyaman juga karena ketenangan dan tempat tidurnya yah, Lia sudah menceritakannya tadi kan?

"Ini Nyonya, buku-bukunya. Maaf membuat anda menunggu sampai-sampai anda bertelanjang kaki, dan saya bahkan membuat anda menunggu di depan pintu. Saya minta maaf Nyonya! Saya berhak mendapatkan hukuman!"

Apasih, Pelayan ini sepertinya memandangnya seperti sosok negatif? Dan apa lagi, kalimat terakhirnya itu. Hukuman? Lagipula, Lia tak sengaja bertelanjang kaki juga karena kesalahannya sendiri—lalu tak ada hubungannya dengan buku— ini cuma karena menghampiri bocah kecil itu.

"Tak perlu, aku perlu bukunya. Kemari letakkan itu semua di meja," Lia tidak bermaksud berbicara dingin padanya, tapi masalahnya ini adalah hal penting. Banyak hal yang membuat Lia penasaran.

Dan rasa penasaran itu harus terselesaikan bagaimanapun juga caranya, karena Lia tak mau jadi orang bodoh yang tak tahu apa-apa. Setidaknya punya ilmulah sedikit, untuk pegangan hidup. Begitu prinsip Lia, seperti kalimat entah sebuah pepatah? Kejarlah ilmu sampai ke negeri China. Benar tidak ya? Lia sudah agak lupa pada hal itu, kalaupun salah Lia minta maaf.

"Ba-baik Nyonya."

Lia juga tak lupa berkata padanya, "ah, ada lampu penerang sesuatu seperti itu? Aku minta itu juga," dengan tak tahu dirinya Lia menyuruh pelayan itu lagi, dan yah ..., tentu saja dia mengiyakan dengan cepat.

***

Lia mendapatkan apa yang dia mau, buku sejarah tentang dunia ini—pokoknya buku-buku tentang hal-hal seperti itu—lalu yang ke dua adalah lampu penerang, mirip seperti lampu belajar. Hanya saja dia jangkauannya lebih luas, juga lebih terang.

"Ini zaman masa depankah? Ada lampu aneh begini, rasanya dalamnya seperti kristal putih."

Lia jadi lebih mudah untuk membaca jadinya, rasanya seperti lampu merek terkenal yang super mahal. Ah, entahlah. Bukan saatnya memikirkan hal itu, tak ada gunanya mendebatkan lampu juga.

"Sejarah, sejarah, mari kita liat kenapa aku bahkan bisa sampai di sini," tidak mungkin kan, dirinya bertransmigrasi seperti cerita-cerita kebanyakan lainnya yang sering dirinya baca itu? Rasanya tak masuk akal, "lagian mustahil juga, kalau mau masuk ke dunia lain kan. Minimal ditabrak truk-kun atau sesuatu kaya itu."

Tiba-tiba masuk ke sini, saat Lia sedang—ah, ada yang terlupakan. Saat itu sebelum Lia datang ke sini Lia sedang apa? Ini juga jadi misteri, kenapa malah ingatan yang penting begitu jadi hilang. Lia ..., tak benar-benar amnesia seperti yang Dokter itu katakan kan? Itu benar-benar bukan amnesia kan? lagian Lia masih punya ingatan tentang ingatan neneknya dan keluarganya, jadi benar-benar mustahil.