webnovel

31. PERPISAHAN SEDIH

Menjadi seorang manusia dengan segala kesibukan bisnis yang aku rintis sendiri dari awal. Itu sangat membuat jenuh dan ketika aku mengenal Jihan itulah awal aku bisa berpetualangan bersama Jihan. Sungguh ini penagalam yang tak akan pernah aku lupakan.

"Terimakasih untuk kalian berdua. Ini adalah sebuah pengalaman hidupku yang taka akan pernah aku lupakan," kataku dengan melihat ke mereka berdua.

"Aku juga sangat bertemakasoh denganmu Aslan. Berkat dirimu aku bisa keluar dari zona nyamanku. Dan kini aku sudah menjadi bagian dari organisasi rahasia untuk menguak segala masalah kota ini," kata Sam dengan bangga.

"Oh, ya dan satu lagi. Aku juga sudah bisa menyicipi berbagai fasilitas mewah sebagai orang kaya dan kini aku telah menjadi orang kaya. Hahaha, aku sangat senang sekali," kata Sam dengan sangat bercahaya wajahnya.

"Ya, disisi lain aku bahagia. Karena kini club' itu sudah tidak ada dan di sisi lain aku sedih karena tidak bisa bertemu ayahku. Ya meski aku bisa bertemu dengan melihatnya di penjara .tapi aku harus berjuang sneidri dengan diriku ini. Karena aku hidup seorang diri. Aku tidak memiliki ibu. Ya maksudku aku tidak tahu ibuku dimana sekarang," kata Jihan dengan.wajah sedih.

"Jangan sedih Jihan. Apapun yang kau butuhkan. Aku akan selalu ada untukmu. Aku akan membantu kesulitanmu Jihan," kataku dengan menatap mata Jihan dengan yakin.

"Terimakaosh Aslan. Tetapi kini saatnya aku untuk bangkit sendiri. Aku ingin hidup di desa..aku ingin mengobati lukaku di kota ini," kata Jihan dengan serius memandang ke arah jendela. Seakan ingin sekali pergi dari kota ini.

"Kau mau pergi ke desa?" tanya Sam yang sebelumnya memang tidak tahu.

"Ya, qku ingin sekali pergi dan menetap disana. Tetapi aku bingung. Desa apa yang tepat," kata Jihan dengan wajah berpikir.

"Untung saja aku masih mempunyai paman dan bibi didesa. Apa kau mau tinggal degan mereka?" tanya Sam dengan serius.

"Oh , tapi aku ingin sendiri saja. Aku ingin menyewa rumah dan bekerja di desa. Aku yakin aku bisa sendiri." Kata Jihan dengan yakin meski aku sangat khawatir dengan Jihan.

Disitulah dimana kini Jihan sudah yakin..aku membujuknya untuk tinggal di rumah paman Sam saja. Tetapi Jihan tidak mau. Untung saja Jihan mau tinggal di desa yang sama dengan paman dan bibi Sam. Agar Jihan bisa aman di desa.

Kini tiba saatnya Jihan pergi. Aku dan Jihan sudah berada di sebuah stasiun kereta. Sementara Sam tidak bisa mengantar Jihan. Karena dia ada kasus baru. Ya untung saja aku bisa berduaan dengan Jihan.

Aku dan Jihan kini sedang ada di restoran di stasiun kereta ini.

"Aku sangat tidak menyangka bisa kabur dari orang tuaku sendiri," kata Jihan dengan sambil mengunyah makanan di mulutnya.

"Aku juga sangat tidak menyangka bisa mengenal kau Jihan. Karena kau adalah perempuan yang membawa hidupku lebih berwarna dari sebelumnya. Kau tahu sebelum ada dirimu. Hidupku itu seperti abu abu putih dan juga hitam. Benar benar membosankan dengan karyawan yang wajahnya itu itu saja dan kertas kertas dengan banyak dan layar komputer yang membosankan dan ibuku juga membosankan. Hahaha," kata ku dengan tertawa sneidri.

"Hei! Jangan mengatakan kalau ibumu membosankan!" seru Jihan membuat aku terbelalak.

"Hei? Kenapa? Memang benar kok. Ibuku itu sangat membosankan. Ya meski aku rindu dengannya terkadang," kataku dengan malu.

"Ibumu itu yang melahirkan dirimu. Coba saja kalau ibumu tidak ada. Kau juga sudah pasti tidak ada," kata Jihan dengan melihat wajahku. Dia bahkan menghentikan makannya.

"oke baiklah. Jadi sekarang kau ini adalah penasehat spiritual ku yah?" kataku dengan meledek Jihan..

"Ya boleh juga," seru Jihan dengan bangga.

"Kalau kau sudah di desa. Apa kau akan melupakan aku?" tanyaku dengan serius menatap Jihan.

"Melupakanmu? Itu tidak mungkin sih, karena kau sudah membuat aku menjadi bebas seperti ini. Kau sangat berjasa di hidupku," kata Jihan dengan kedua mata coklat yang tulus.

Aku sangat senang mendengarkan kalimat Jihan tadi.

"Apa kau berencana mencari ibumu?" tanyaku dengan serius menatap Jihan.

"Ya, sebenarnya aku ingin sekali bertemu dengan ibuku tapi aku tidak tahu harus memulai dari mana. Lagi pula aku tidak tahu wajahnya. Mungkin nanti setelah aku suara hidup di desa. Mungkin aku akan mencari ibuku," jawab Jihan sambil melihat lihat di luar sana.

Kami berdua sedang berada di sebuah pojokan yang dekat kaca yang sangat transparan. Mata kami berdua bisa melihat dengan leluasa pemandangan di luar sana. Orang dengan kesibukannya masing masing. Beberapa orang berlalu lalang dekat menggunakan pakaian dingin. Jaket tebal dan juga agak yang melilit lehernya. Raut wajah yang datar membuat mereka tetap berjalan dengan langkah yang cepat. Mungkin supaya mereka bisa menghalau rasa dingin. Sementara ada beberapa dengan wajah keras. Mungkin mereka sedang sibuk dengan pekerjaannya di kantor sehingga mereka tegas sekali. Beberapa di luar sana ada juga tiga orang yang membuat konser kecil dengan menyanyi dan memainkan musik. Musik yang di mainkan sangat bagus sekali. Aku tidak tahu apa judul lagunya dan siapa penyanyinya. Tetapi alunan musik yang mengiringi lagu itu sangat terdengar lembut dan aku bisa merasakan kesedihan dari nada itu.

Nada yang tercipta sangat membuat aku terhanyut dan terus melihat dengan mata kosong namun pikiranku di bawa melayang ke musik itu. Alunan yang begitu membawa aku ke sebuah angin yang nyaman. Tak terasa wajah Jihan terlintas di pikiranku yang sedang berayun ayun. Wajah yang indah itu berlari di ladang gandum yang luas. Dengan langit sore berwarna oranye sangat anggun dan membius mataku. Menjadikan aku rindu akan pertemuan pertama aku dengan Jihan. Wajah yang selalu kuat menghadapi setiap cobaan.

"Hei! Serius sekali!" tangan jihan menepuk pundakku.

Aku kaget dan melihatnya dengan gusar.

"Eh, ya aku menikmati sekali lagi dari pengamen itu," seruku sambil menunjuk dengan ddaguku.

"Iya itu lagu yang bagus menurutku," kata Jihan dengan mengangguk-angguk.

"Oke, jadi berapa lama lagi kereta akan berangkat?" tanyaku melihat jam tangan Jihan.

Jihan melihat jam yang telah aku belikan sebelum ke stasiun ini.

"Lima menit lagi. Ya Tuhan, seharusnya kita duduk di depan rel sekarang," kata Jihan dengan panik

"Ayo ayo cepat! Kita terlambat!" seruku langsung saja berdiri dan mengangkat koper milik Jihan. Setelah aku meletakkan beberapa uang di meja. Aku segera saja berjalan lebih dulu dari Jihan.

Setelah sampai di pintu keluar tempat makan itu. Aku persilahkan Jihan untuk berjalan lebih dulu di depan. Dan dia langsung saja berjalan cepat ke depan. Aku mengikutinya dari belakang.