webnovel

I LOVE YOU, MBAK

"Aku gak pernah marah, Mbak. Aku justru lagi usaha mencari cara agar kamu tetap disisiku," Leon mengepalkan kedua tangannya erat. Menahan amarah yang membuncah di dada. "Mungkin caraku yang salah, tapi asal mbak tau cintaku telah ku jatuhkan padamu mbak. Utuh, bukan separuh." WARNING 18+++ Harap bijak, dosa di tanggung sendiri. Awas ketagihan. Ig @poetrimataram

Putri_Mataram69 · สมจริง
Not enough ratings
21 Chs

Chapter 20

Kau menghukum hati ini

Satu minggu - Dua minggu

Hampir sebulan telah berlalu dalam ketidaknyamanan ini

Hati yang dulu kau yakini

Tak kan pernah kecewakanmu

Rindu? Sesal?

Liana memperingati dirinya sendiri untuk tidak terisak dalam heningnya malam.

Kau, memutuskan tuk pergi

Leon pergi dalam keadaan mereka tak saling bertegur sapa.

Liana mengusirnya.

Apa yang telah di lakukan? Mengapa dia bisa begitu bodoh!!

Belum ku sempat memohon dan mengemis

Agar kau tetap disini

Bahkan menatapnya saja dia tak mau. Liana ingat, saat pagi hari. Dia akan mencium pipi dan meminta kopi hitam buatannya. Tetapi, semenjak kejadian itu - meliriknya saja dia tak sudi.

Bahkan berada dalam satu ruangan dengannyasaja dia tak sudi.

Ternyata sedalam itu kau benci diriku

Liana akui dia  salah.

Maafkan Liana, Leon.

Kau anggap ku tak terlihat

Meski ku tepat di depan matamu

Liana melempar earphone beserta ponselnya ke atas kasur. Dia tak bisa menahan air matanya lagi. Dia memeluk boneka beruang setinggi dirinya hingga membuat boneka itu basah.

Sebuah elusan di kepalanya membuat air matanya berhenti seketika. Liana mendongak dan mendapati jemari Luna tengah menyisir rambutnya yang kusut.

"Dasar bucin!" sarkasnya.

Liana memanyunkan bibirnya mendengar kalimat ketus yang telah terlontar seribu kali dalam dua minggu terakhir.

"Jauh ah. Ganggu aja" Liana mendorong pelan lengan Luna dan kembali memeluk boneka beruang yang super duper nyaman ini.

"Nih," Luna melemparkan sebuah amplop tepat di atas boneka di depan matanya.

Liana terduduk. Jemarinya membuka amplop itu dengan lihai dan memperlihatkan sebuah tiket pesawat tujuan Singapore.

"Susul" sambungnya.

Liana menghapus kasar jejak-jejak air mata di pipi kanan dan kiri.

"Anak-anak gimana?" tanyanya dengan suara serak.

Luna menepuk dadanya dua kali dengan pelan, "Tenang, gue bakal jadi baby sitter. Sepuluh juta perbulan tarifnya."

"Anjirr. Lo udah banyak duit masih aja perhitungan"

"No no no, ini namanya memanfaatkan peluang."

Liana berhambur memeluk Luna dengan amat erat. Walaupun dia kadang cuek dan perkataannya menyakitkan,  Tetapi perhatiannya membuat Liana merasa bahwa ia masih memiliki peluang untuk mendapatkan maaf  Leon. Bahkan mungkin hatinya?

Singapura atau Kota Singa yang memiliki kepadatan penduduk peringkat ketiga pada tahun 2005 itu berhasil membuat jiwa shopping Liana meronta-ronta.

Liana menelungkupkan tubuhnya di atas kasur empuk berukuran besar.

Luna telah menyiapkan segalanya. Memberikannya tempat menginap di hotel bintang lima dengan fasilitas yang membuatnya tergelitik ngeri.

Liana memejamkan mata sejenak, membiarkan mimpi memenuhi isi kepala dan pandangannya

Nanti malam, dia akan mencari keberadaan Leon. Seingatnya, lelaki itu mempunyai Club yang terkenal di Negara ini.

Liana membuka pesan dari Papanya yang memberitahukan posisi dimana Leon berada serta jadwal Leon selama di Singapura.

Papanya memang yang terbestlah.

Ponsel Liana berdering. Nomor tak di kenal.

Hallo?

Selamat sore Nona Liana, saya Jerix yang akan menjadi asisten Anda selama di Singapura.

Jerix?

Iya. Perintah dari Tuan Soehardjo. Silahkan menghubungi Saya kapanpun Nona membutuhkan.

Klik.

Liana mematikan sambungan telfonnya dan menyimpan nomor Jerix. Ck. Papanya memang tak akan membiarkan dia bebas sendirian berkeliaran.

Jerix?

Ya, Nona

Lima menit lagi bawa aku berkeliling.

Pria dengan tubuh tegap - tinggi - berkulit putih dengan mata yang tertutup kaca mata hitam itu mengangguk kepada Liana sembari membukakan pintu penumpang di belakang.

Liana mengabaikan pintu itu dan beralih menuju pintu penumpang di sebelah pengemudi.

Jerix menaikkan sebelah alisnya dan menutup pintu yang telah ia buka dengan pelan. Dia memutar memasuki kursi kemudi dan menyalakan mesin. Menjalankannya pelan tanpa tujuan.

"Ke mall" ucap Liana.

Jerix tidak menjawab tetapi tetap menjalankan mobil itu sesuai dengan perintah Nona-nya.

"Here"

Liana tidak membalas ucapan Jerix. Wanita itu langsung membuka pintu mobil tak peduli dengan Jerix yang kini sibuk memutar untuk membukakannya pintu.

"Saya akan menunggu di sini"

"No," mata Liana menatap Jerix dari atas ke bawah memberikan penilaian pada pria yang menjadi asistennya itu, "Follow me"

Liana berbalik, membuat rambut panjangnya terkibas mengenai Jas hitam Jerix.

Jerix menghela nafasnya sekali sambil mengulum senyumnya. Dia sempat mengira Nona Lena yang pernah di jaganya dulu sangat menyebalkan. Tetapi, sekarang Nona Liana ini malah lebih menyebalkan dan membuat emosinya naik dalam satu jam ke belakang ini.

"Jerix!!"

Teriakan Liana membuyarkan lamunannya. Orang-orang di sekitar menatap mereka berdua dengan pandangan bertanya. Jerix mengangkat wajahnya dan menghilangkan malu karena teriakan majikannya itu.

Liana mengambil sebuah kemeja lengan pendek berwarna navy dan kaos hitam polos yang sangat pas di tubuh Jerix.

"Nona, sa....."

"Jangan pake setelan begitu kalo jalan sama gue."

Liana menyerahkan paper bag berisi dua potong pakaian kepada Jerix.

Wanita itu kemudian meninggalkan Jerix yang masih sibuk menatap isi dari tas belanjaan itu.

Liana memberikan lagi bag belanjaannya ke tangan Jerix. Lagi lagi dan lagi. Hingga betis Jerix pegal mengikuti majikannya itu. Ingin protes, tapi Jerix sadar sekali. Kehadiran majikannya disini seminggu saja sudah membuat rekeningnya terasa sesak.

Liana melihat jarum jam di pergelangan tangannya dan matanya menatap manik mata Jerix yang berwarna abu-abu itu, "Apa Zouk sudah buka jam segini?"

"Sudah, Nona"

Liana menganggukkan kepalanya dan kembali melangkahkan kakinya menuju tempat spa di mall itu. Liana menarik tangan Jerix untuk bersamanya masuk dan mengikuti serangkaian perawatan yang ada.

~~~

Seorang wanita seksi tengah menciumi pipi serta leher seorang pria di dalam club tersebut. Wanita seksi itu juga mengeluskan jemari-jemarinya ke bagian yang tertutup.

"Lo gila sih. Lo nyuruh gue datang kesini cuman buat liat lo di grepe sama cewek-cewek?" Dafa menggelengkan kepalanya tidak suka dengan kelakuan Leon yang sekarang.

"Bosan gue lurus terus. Pengen turun gunung sekali-sekali."

"Iya terus nyungsep masuk neraka."

"Sok suci lo Daf"

Dafa tergelak. Tangannya terulur meraih gelas berisi cairan berwarna kuning itu, "Seenggaknya gue begitu cuma sama satu orang, Le."

"Bacot lo! Sana kerja! Jangan makan gaji buta duduk sama bos disini"

"Bangsat lo" Dafa memaki. Tetapi dirinya tetap beranjak dari kursi empuk di pojok club milik Leon ini.

Leon meminta Dafa ikut bersamanya ke Negeri yang memiliki patung Merlion ini. Meminta Dafa untuk menjadi teman minumnya di kala dia mengingat sosok Liana yang tengah memarahinya.

Leon mulai membalas ciuman dari sosok wanita penggoda itu. Wanita itu kini duduk di atas pangkuan Leon membuat tangan Leon menelusup ke dalam dress terbuka wanita itu.

Terpaku.

Kaki Liana seolah tak dapat di gerakkan saat matanya melihat Leon dengan buas mencumbu dan menggerayangi tubuh seorang wanita dengan dress seksi itu.

Liana bingung mengekspresikan wajahnya. Dia senang karena Leon benar berada di Club ini tetapi dia tidak senang dengan kenyataan Leon tengah bersama wanita lain.

Terus, sekarang gue ngapain? Anjir. Gue liatin orang cipokan.

Jerix menepuk pelan pundak Liana membuat wanita itu menoleh menampilkan wajahnya yang pucat.

"Nona oke?"

Liana mengangguk dan melangkahkan kakinya untuk duduk di deretan kursi didepan meja bar.

"Pesankan yang buat aku gila"

Jerix hanya tersenyum dan segera mengangkat tangannya memanggil sang barista, "Devils blood, please."

Dua gelas Devils blood cocktail tersaji di hadapan Liana.

Rasanya enak.

Liana menengguk lagi minuman itu hingga habis.

"Slowly, Nona"

Liana menyodorkan satu gelas yang masih diutuh di hadapan Jerix dan lelaki itu menolaknya, "Saya harus menjaga Anda"

Liana kembali menengguk minuman itu tanpa melepaskan tatapannya pada Jerix.

Liana melihat lantai dansa yang penuh dengan para manusia yang meliuk-liukkan tubuh mereka. Awalnya hanya mata Liana yang melihat, namun kini dirinya malah berdiri di antara kerumunan orang-orang yang tak dikenalnya. Kecuali Jerix yang kini memandangnya dan Leon?

Liana melihat ke arah terakhir kali dia melihat Leon. Namun nihil. Mungkin lelaki itu telah berpindah tempat. Liana tak peduli. Setidaknya dia tau bahwa Leon baik-baik saja tanpanya.

Liana menggerakkan tubuhnya santai sambil sesekali menyesap minuman yang di genggamnya. Ini sudah gelas ke empat.

Seorang lelaki yang tak Liana kenal berdiri di hadapannya dan ikut bergoyang bersama Liana. Kedua tangan lelaki itu memeluk pinggang Liana dan mulai menurun meremas pelan bokong Liana.

Liana mendorong tubuh lelaki itu. Liana tidak melihat jelas bagaimana rupanya. Oke. Liana mabuk.

Lelaki itu menarik Liana dan menarik tengkuk Liana menyesap bibir berwarna maroon itu.

Tubuh lelaki itu terhempas ke lantai saat satu pukulan mendarat di wajahnya. Liana mengernyitkan dahi dan menyipitkan matanya.

Pandangannya memburam.

Tubuhnya terkulai dan hampir menabrak dinginnya lantai dansa itu. Tapi, lelaki yang tadi dia lihat memukul teman dansanya itu menangkapnya. Menampilkan wajah sendu. Liana ingat garis wajah itu. Tapi matanya terlalu kabur untuk menangkap jelas sosok itu.

Saat lelaki itu akan mengangkat tubuh Liana. Pria lain dengan kemeja berwarna navy menghampiri. Liana ingat itu kemeja yang Jerix kenakan.

"Maaf," Jerix mengambil alih tubuh majikannya dan menggendongnya ala bridal style, "wanita ini datang bersama saya"

Leon menatap punggung tegap pria yang membawa pergi Liana hingga menghilang dari pandangannya.

Sial!!! Kenapa aku cemburu?!