webnovel

I Found

Aku dan kamu yang terpisah oleh jarak Aku dan kamu yang terpisah oleh waktu Aku dan kamu yang terpisah oleh kepercayaan Tapi itu dulu. . . Dulu aku dengan susah payah mencari mu Dulu aku dengan susah payah mencari kabar mu Dulu aku dengan susah payah mencari dimana keberadaan mu But now, i'm find you ---- Lalu kalimat aku dan kamu pun sekarang berubah menjadi kata kita

Unichias · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
26 Chs

Touch

𝑃𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑢𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑎𝑟𝑖𝑘 ℎ𝑎𝑡𝑖 𝑠𝑎𝑦𝑎

𝑎𝑝𝑎𝑘𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑢 𝑏𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑟𝑡𝑖𝑛𝑦𝑎 𝑖𝑡𝑢?

𝑠𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎 𝑑𝑖 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎, 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 𝑎𝑛𝑑𝑎

_________________________

"Ndhuk, udah selesai beres-beresnya??" tanya seorang wanita berusia lebih dari setengah abad kepada gadis yang baru saja di jumpainya.

Airen. Ya, gadis itu adalah Airen.

"Sampun eyang, " ucap Airen.

"Iyo wes, kamu mandi dulu ... setelah itu kita makan malam, Ibu mu sudah masak banyak di dalam," kata Wanita itu.

Tanpa menunggu perintah Airen mengangguk dan beranjak pergi ke kamarnya yang berada di bagian tengah rumah Joglo tersebut.

"Mbak'e dhereng siram, tho?" Seorang bocah perempuan kecil mengikutinya dari belakang.

"Dhereng cah  manis, sampeyan piyambak sampun adus utawi dereng?" balas Airen itu.

"Sampun mbak'e,"

Gadis itu mengelus puncak kepala bocah perempuan itu dengan gemas, sudah 3 bula n lamanya Ia tinggal di sini tanpa keluar jauh.

Namun, seorang laki-laki selalu mendatanginya untuk memberi kabar tentang sang pujaan hati yang entah akhirnya menjadi milik siapa.

"Mbak Airen, ada yang nyari tuh di depan," panggil Rayhan yang baru saja sampai di ruang tengah.

"Aduh, suruh tunggu sebentar ya, Han. Aku mau mandi dulu sebentar," kata Airen.

"Iya Mbak." Tanpa menunggu jawaban Airen, Laki-laki bernama Rayhan itu berlalu pergi ke ruang tamu.

***

"Maaf ya, agak lama," ucap Airen saat baru saja sampai di ruang tamu.

"Enggak apa-apa kok."

"Ada apa? Kok tumben ke sini sore-sore?" tanya Airen.

Laki-laki dengan surai hitam kecoklatan itu menunduk lunglai, Diam tak menjawab seolah tidak ada kata yang bisa menjabarkan perasaannya.

"Kok diam, ada apa??" tanya Airen lagi.

Rayhan mulai angkat bicara,"Habis di hajar  mbak."

"Di hajar?? di hajar siapa?!" tanya Airen agak ketus karena merasa dipermainkan.

"Bapak." Laki-laki itu angkat bicara, masih dengan perasaan gusarnya."Bapak, yang sudah ngelakuin itu."

Airen menghela napas kasar mendengar jawaban laki-laki itu, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya saat ini. seperti sebuah palu godham yang di hantamkan berulang kali.

Airen mendengar permasalahan yang sama, Ia ikut merunduk memikirkan sesuatu.

"Gesang  estu sisah dipun ngertosi, Har. nanging, tuhan gadhah  sewu setunggal cara supados manungsa saged ngertos." Entah darimana Rayhan mendapat kata-kata tersebut.

Suasana di ruangan itu terasa sangat kaku, Airen tak banyak gerak. melamun dengan pemikiran, sementara kedua laki-laki di hadapannya itu juga sibuk dengan dunia masing-masing.

"Kadang, aku ingin membunuh bapak," celetuk laki-laki itu.

"Aku tau rasanya, perasaan kecewa itu pasti susah di hilangkan." Airen berdiri dan beranjak ke sebuah jendela besar yang menampakkan halaman depan.

"Benar, perasaan kecewa itu benar-benar enggan hilang, karena sudah terlalu lama terpupuk," jawabnya.

"Kenapa kamu enggak mau membuang pupuk itu, Har? begini kalau kamu terus menerus bertahan memecah batu dengan tangan kosong, dirimu sendiri yang terluka. lihat sekarang dirimu sudah seperti orang depresi," ucap Airen.

"Ibu enggak berani, mbak," jawabnya lagi.

Airen mendengus kecil."Har, kenapa ibumu harus takut kepada bapakmu? apa kamu juga takut, Har?"

"Aku takut Ibu menangis, tapi aku juga enggak bisa diam terus, mbak."

"Harmi, dengarkan perkataanku. tanpa bapakmu kalian bisa hidup lebih merdeka, tidak hanya itu jika kalian bertindak lebih tegas, kalian bisa menyelamatkan mental psikis kalian sendiri. Aku tau rasanya di posisi kamu. bertahun-tahun mencoba bertahan tapi nihil, trauma sudah menjadi momok dalam hidupku."

Kerongkongan Airen mendadak kering saat mengatakan hal itu, Ia sedih mengingat masa lalunya yang cukup mengenaskan.

Miris.

Menjadi korban broken home tidaklah mudah untuk di laluinya, Ia harus berusaha menghilangkan androphobia yang sudah puluhan tahun menghantuinya.

Ia tidak bisa begitu dekat dengan seorang laki-laki, Ia merasa takut akan di sakiti, Ia merasa tak ada yang benar-benar setia di dunia ini.

Semua laki-laki sama

Opini tersebutlah yang menggiringnya pergi menjauh dari sosok Yevan, Yevan yang menjadi laki-laki pertama di hidupnya setelah sekian tahun mengasingkan diri dari lawan jenis.

"Kalau kalian mempunyai ibu, apa kalian masih ingin selingkuh?" tanya Airen sinis.

"Mbak, untuk apa kamu mengingat manusia busuk itu. kamu sudah aman di rumah eyang, jangan memikirkan mereka lagi," tegur Rayhan tidak suka.

"Aku tidak mengingat mereka."

"Aku yakin kok, Mbak, ada rencana lain dari Tuhan."

"Intinya, Har, kalau kamu ingin merasa tenang ikuti kata-kataku. jikalau enggak bisa di beri hati jangan coba-coba beri jantung."

L

aki-laki bernama Harmi itu mengangguk perlahan, mencoba mencerna setiap kata yang di ucapkan oleh Airen.

***

"Kamu mikirin apa, ndhuk?" tanya seseorang ketika Airen sedang asyik menatap bintang yang tertabur di langit.

Airen sengaja pergi ke halaman belakang untuk beristirahat sebelum Ia tidur namun, karena sebuah pesan masuk Ia kembali termenung menatap langit. dengan pikiran yang entah ingin berjelajah ke mana.

"Enggak, Ma."

Sebuah sentuhan halus mendarat di pundak Airen, Wanita parubaya itu duduk di samping kiri Airen sembari ikut menatap apa yang di tatap oleh anak gadisnya itu.

"Mama pernah muda ...."

Airen menunduk dan berkutik dengan jemarinya, canggung.

"Mama tau kamu sedang memikirkannya," ucap Wanita parubaya itu.

"Enggak, kok Ma," gumam Airen.

"Jangan bohong, Nak. Mama sudah kenal kamu dari kecil, mungkin memang perbuatan bapak kamu itu membuat trauma tapi, Mama harap kamu bisa membuang rasa trauma itu," kata Mama Airen.

"Airen enggak bisa, Ma."

"Bukan enggak bisa, Ren. tapi, kamu belum mencoba," kata Mama Airen lagi.

"Airen takut, Ma ... Airen takut punya pasangan seperti bapak, jahat, egois, intoleran untung aja kita bertiga bisa lepas dari dia," kata Airen penuh penekanan.

"Mama ngerti, tapi yo coba ... kamu buka hati," gumam Mama Airen.

"Sudahlah Ma, nanti akan ada saatnya Airen buka hati buat lawan jenis."

"Ren, Mama ini sudah tua, eyang juga sudah tua ... kami berdua enggak tau sampai kapan bisa jagain kamu, kamu harus mencari pendamping hidup sebelum kami di pang—"

"Ma, jangan ngomong gitu ah," potong Airen cepat.

Ia tahu bahwa kalimat tersebut adalah kelemahannya, Mama nya benar mereka semua tidak tau kapan akan pergi.

tapi, haruskah Airen membuka hati di saat Androphobia nya belum sembuh?

Apa Ia harus menemui Yevan??

Airen diam cukup lama sampai akhirnya Ia di kejutkan oleh sebuah tepukan di bahunya.

"Sudah, jangan dipikirkan sekarang ... ayo masuk, udara di luar sangat dingin kamu bisa sakit."

Airen mengangguk pasrah, pasrah dengan pertanyaan yang berjubel di otaknya.