webnovel

I Found

Aku dan kamu yang terpisah oleh jarak Aku dan kamu yang terpisah oleh waktu Aku dan kamu yang terpisah oleh kepercayaan Tapi itu dulu. . . Dulu aku dengan susah payah mencari mu Dulu aku dengan susah payah mencari kabar mu Dulu aku dengan susah payah mencari dimana keberadaan mu But now, i'm find you ---- Lalu kalimat aku dan kamu pun sekarang berubah menjadi kata kita

Unichias · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
26 Chs

Sour Rain

-Kenyataan paling terberat adalah melihat sisi burukmu keluar dari persemayamannya -

--------

     "Kamu belum cerita padaku, seharusnya kamu jujur karena aku adalah sahabatmu." kata Yevan dengan wajah memerah.

     Marshall mendecih lantas berkata, "Kita sahabat, memang ... tapi, pernahkah kamu merasakan bersandiwara di depan semua orang seolah kamu tidak mengenal gadis yang kamu suka?" tanya Marshall.

     "Apa maksudmu? Marshall, lihat aku ... apa kamu merahasiakan sesuatu?" tanya Yevan dengan nada tegas.

     Ini adalah pertanyaan terberat yang keluar dari bibir Yevan, Ia tidak tahu harus bertanya apalagi agar Marshall menjelaskan semuanya dari awal hingga akhir.

sebelum ia benar-benar frustasi berpikir sendirian saat ini,

     "Kamu bisa mengerti Yev," kata Marshall.

     "Aku butuh penjelasan, pernikahanmu, Airen yang berubah, Dan apa kamu tau adikmu hampir saja diculik oleh orang tidak dikenal?" tanya Yevan.

     "Aku tau," jawab Marshall.

     "Lalu, kenapa kamu enggak ngangkat telponnya? apa kamu enggak tau gimana shocknya Dorothea?" tanya Yevan lagi.

    

ꕥꕥꕥ

     Hari itu aku sangat senang bisa mengunjungi kota kelahiranku dan berteku dengan seorang gadis yang aku sukai dari kecil.

     Walaupun sudah lama aku mengenalnya dan memendam perasaan yang sangat menyiksa ini, aku belum pernah terang-terangan menyatakan perasaanku.

     Mungkin memang aku adalah pria pengecut namun, aku berani melakukan apa saja agar ia merasa senang.

     "Mar, kamu udah pesan kopi duluan! padahal aku belum sampai," ketus gadis dengan surai kecoklatan itu memanyunkan bibir.

     Salah satu hal yang kusuka darinya adalah pribadi yang apa adanya, ia tidak pernah menutupi kelakuan buruknya di depan siapapun kecuali orang belum pernah mengenalnya.

     "Aku hanya memesan Morochino untukmu," ucapku menyodorkan cangkir itu.

     Dan seperti biasanya, ia mendorong kembali cangkir pemberianku. ia sangat anti hal tersebut entah apa yang membuatnya enggan berbagi barang.

     "Hari ini aku melihat isi galeri, dan lumayan ...," gumamnya.

     "Lumayan ... membosankan?" tebakku.

      "Iya, tentu, aku baru saja ditabrak oleh orang menyebalkan," rutuknya.

     "Kasihan sekali, oh ya ... apa kamu jadi kuliah di tempatku?" tanyaku.

     "Iya, aku sudah pindah ke sana kemarin, tapi ... aku sengaja ngajak kamu ke sini untuk keliling." Gadis itu menunjukkan senyum tipisnya.

      "Kamu mau keliling ke mana memangnya?" tanyaku.

     "Kemana saja," jawabnya.

     Dan sepulang dari cafe, dia memintaku untuk membantunya membangun rencana konyol. mungkin ia hanya sedang sebal dengan Yevan.

    "Aku mau kamu kerjai dia," ucap Airen di seberang telpon.

     "Kamu ini, nakal juga ya," gumamku.

     "Sepertinya dia anak manja," ujar Airen.

     "Ya ... kamu bisa menilai apapun dari segi luarnya, tapi kamu enggak tau kalau sebenarnya dia adalah anak yang mandiri," jawabku.

     "Tetap saja."

     Dan yang paling gila dia pernah memintaku untuk membantunya untuk membunuh ayah kandungnya dengan mencabut selang infuse.

    Aku memang menyukainya tapi, aku juga tidak bisa menutupi kejahatannya. namun, aku juga tidak bisa menghentikan rasa sakit hatinya.

     Itu semua terjadi, tepat setelah Aisha dijebloskan ke penjara dan Rachel  hamil oleh Rancho.

   Dan semua hal itu didalangi olehnya sendirian, aku tidak tau bagaimana menghentikannya. karena aku tau ia keras kepala.

    "Katakan apa yang kamu lakukan dengan gunting operasi itu?" tanyaku ketika melihat Airen memegang gunting medis berukuran kecil.

    "Aku telah menuntaskan sakit hatiku," gumamnya dengan seulas senyum.

     "Apa maksudmu Airen?" tanyaku.

     "Aku sudah membuat laki-laki bajingan itu mati," jawabnya.

      "Kamu gila," celetukku. "Kamu membunuh ayahmu sendiri, padahal semua hal bisa kamu bicarakan dari hati ke hati."

     "Kamu enggak ngerti apa-apa!" serunya.

     "Justru karena aku gak ngerti apa-apa, kamu harusnya cerita ke aku bukannya berbuat  kriminal seperti ini, kamu bisa ditangkap polisi," geramku.

     Kurasa saat itu juga nyawaku enggan bertahan, bagaimana mungkin aku membiarkan gadis ini ditangkap karena perbuatannya.

    "Marshall, kamu tau bagaimana mereka membuatku—"

     "Aku paham, aku juga tau bagaimana kamu menangis berhari-hari karena ayahmu pergi bersama mereka," ucapku memotong perkataannya.

     "Kalau kamu tau, kenapa kamu enggak bisa ngerti?" tanyanya. "Aku sakit Mar, aku gila!"

     "Kamu baik-baik saja kalau kamu mau menerima semuanya, Tuhan masih memberimu anugerah dan harusnya kamu menjaga itu," jawabku.

     Mungkin itu adalah pertengkaran yang pertama kami, ia menangis sejadi-jadinya tanpa mendengarkan perkataanku.

   

ꕥꕥꕥ

     "Jadi kamu sudah kenal dengan Airen sebelumnya?" tanya Yevan dengan mata berkaca-kaca.

     "Ya, jauh sebelum kamu mengenalnya."

     "Dan Aisha adalah saudara tiri Airen?" tanya Yevan lagi.

     Marshall memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Benar, Rachel dan Aisha adalah adik tiri Airen."

     "Kamu tau semuanya? kenapa kamu diam saja?!" tanya Yevan.

     "Tentu saja, aku enggak mau orang yang aku cintai kembali merasakan sakit," jawab Marshall datar.

     "Rachel dan Aisha juga sama tersiksanya!" ketus Yevan tak terima.

     "Di dunia ini banyak orang yang merasa tersiksa untuk menutupi kejahatannya, walaupun yang bersalah adalah orangtuanya."

     "Apa kamu tega melihat anak yang dikandung Rachel luntang lantung mencari tempat berteduh?" tanya Yevan.

     "Itu enggak seberapa dengan apa yang dialami Airen," jawab Marshall.

     "Kamu gila!"

     Marshall mengedik lantas meninggalkan Yevan. "Satu hal yang perlu kamu tau, aku bisa menggantikan posisimu kalau kamu masih saja bodoh!"

     Yevan mengerutkan dahinya mencoba mencerna setiap kejadian yang dia alami, kepalanya pening ketika mengingat bagaimana Pak Ibnu menitipkan pesan untuk istri pertama juga anak-anaknya.

     Kalau seperti ini, Apa yang harus ia katakan? haruskah ia membohongi dirinya sendiri karena tidak ingin berurusan lagi dengan Airen??

      End

________