webnovel

I Found

Aku dan kamu yang terpisah oleh jarak Aku dan kamu yang terpisah oleh waktu Aku dan kamu yang terpisah oleh kepercayaan Tapi itu dulu. . . Dulu aku dengan susah payah mencari mu Dulu aku dengan susah payah mencari kabar mu Dulu aku dengan susah payah mencari dimana keberadaan mu But now, i'm find you ---- Lalu kalimat aku dan kamu pun sekarang berubah menjadi kata kita

Unichias · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
26 Chs

No Longer

❝𝑆ℎ𝑒 𝑛𝑜 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑒𝑟 𝑛𝑒𝑒𝑑𝑠 𝑚𝑒, 𝑡ℎ𝑒 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑖 𝑤𝑎𝑛𝑡 𝑦𝑜𝑢

𝑚𝑦 𝑟𝑒𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑔𝑒𝑡𝑠 ℎ𝑒𝑎𝑣𝑖𝑒𝑟 𝑖 𝑔𝑢𝑒𝑠𝑠 𝑒𝑣𝑒𝑟𝑦𝑡ℎ𝑖𝑛𝑔 𝑤𝑖𝑙𝑙 𝑏𝑒 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑖𝑐𝑢𝑙𝑡 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡ℎ𝑖𝑠, ℎ𝑎𝑠𝑡𝑦 𝑐𝑜𝑛𝑓𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑛𝑒𝑣𝑒𝑟𝑡ℎ𝑒𝑙𝑒𝑠𝑠

𝑖 𝑐𝑎𝑛'𝑡 𝑡𝑎𝑘𝑒 𝑖𝑡 𝑎𝑛𝑦𝑚𝑜𝑟𝑒, 𝑖 𝑤𝑎𝑛𝑛𝑎 𝑟𝑢𝑛 𝑡𝑜 𝑦𝑜𝑢

𝑛𝑜𝑤 𝑏𝑒𝑐𝑎𝑢𝑠𝑒 𝑖 𝑤𝑎𝑛𝑡 𝑦𝑜𝑢 𝑒𝑣𝑒𝑟𝑦 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑜𝑓 𝑚𝑦 𝑙𝑖𝑓𝑒❞

"Airen! tunggu dulu!" teriakku lantang membuat beberapa orang mulai menatapku nyalang.

Airen tetap berjalan tak menghiraukanku yang mulai ngos - ngosan karena mengejarnya. Ia berbelok ke lahan parkir lounge yang berada di sebelah lobi.

"Airen," Aku berlari kecil mengikutinya

"Airen, kit-"

Aku berhenti, terpaku saat melihat Airen menghampiri seorang laki - laki muda dengan motor matic - nya, mereka seperti sangat akrab.

Entah mengapa aku merasa gerah melihat Airen dengan laki - laki itu namun, aku tidak bisa dengan sumbang menanyai apa hubungan mereka.

Huh, memangnya aku siapa?? memangnya aku ini penting di hidup Airen?!

Pertanyaan itu terbesit di benakku, ingin aku menghampiri mereka sebelum pergi tapi tak sampai hati.

"Lihat sendiri, kan? bagaimana orang yang kamu sukai itu," Rachel melipat kedua tangannya di depan dada.

Aku menghela napas pelan. "Memangnya kenapa kalau Airen dekat dengan laki - laki itu?? kamu cemburu?"

"Apa?! Yevan! jelas - jelas Ia tidak menyukaimu! masih tanya kenapa??!" Rachel merutuk dengan nada yang simpang siur sangat jelas sekali Ia kesal.

"Bisa jadi itu temannya," ucapku acuh.

Ia berdecih. "Memangnya berapa persen kamu bisa dekat dengannya? Dia hanya guru les dadakanmu, kan?"

Perkataan Rachel ada benarnya, aku dan Airen baru bertemu beberapa bulan. mungkin hanya aku saja yang menyukainya namun, Airen tidak.

Aku mengedik dan berbalik, berjalan pelan kembali ke tempat pertemuan. sangat di sayangkan hari ini aku bisa bertemu dengan Airen tapi aku tidak bisa berbicara dengannya.

Jujur, aku merindukannya walau hanya seperti angin lalu yang menerpa gulungan ombak di tengah samudra.

"Yevan," panggil Rachel. "Kapan kamu bisa buka hati buat aku?"

"Hel, aku sedang sibuk pulanglah." Aku sengaja mengalihkan topik.

"Kita bisa berbicara beberapa menit saja, kamu selalu mempunyai waktu untuk gadis itu. tapi, denganku tidak. apa yang kurang dariku?" tuntut Rachel.

Pertanyaan ini membuatku terdiam cukup lama, Rachel begitu sempurna dengan wajah ayu, badan sintal, rambut panjang, dan status sosial yang lumayan terpandang. Tidak ada hal yang kurang dari dirinya pribadi namun, mungkin bagiku rasa nyaman itu tidak jatuh kepadanya.

"Kamu tidak kurang apapun," jawabku kemudian.

"Lalu ... lalu kenapa kamu tidak menyukaiku?" tanyanya.

"Aku menyukaimu dalam artian suka biasa, dan suka bukan cinta," jawabku.

Rachel mendecih. " Bilang saja aku ini seperti iblis."

Sekarang mata Rachel bergetar tak keruan, hidungnya kembang kempis menahan amarah. Dengan cepat aku memegang kedua pundak mungilnya.

"Ini bukan soal iblis atau bukan, ini soal nyaman. Aku bisa suka padamu tapi, bukan cinta aku tidak bisa merasakan nyaman denganmu," kataku lirih.

Rachel bergeming, lalu menepis kedua tanganku mentah - mentah. Ia berjalan meninggalkanku di ambang pintu parkiran.

Baiklah, mereka berdua menjauhiku.

💚💚💚

CCT127

Radio127

𝐵𝑟𝑜, 𝑎𝑘𝑢 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑎𝑚𝑝𝑢𝑠

20.01

Andreeeeempong

𝑊𝑎𝑑𝑎𝑢𝑤!! 𝑎𝑑𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑢 𝑛𝑖ℎ ℎ𝑎𝑏𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑖 𝑤𝑘𝑤𝑘𝑤𝑘

20.01

Me

𝐵𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛?

20.05

Read

Marshall01

𝐵𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛, 𝑡𝑎𝑑𝑖 𝑎𝑘𝑢 𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡 𝑑𝑖𝑎 𝑏𝑎𝑤𝑎 𝑎𝑚𝑝𝑙𝑜𝑝 𝑐𝑜𝑘𝑙𝑎𝑡

20.05

Me

𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛?? 𝑘𝑜𝑘 𝑑𝑖𝑎 𝑒𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘 𝑛𝑔𝑎𝑏𝑎𝑟𝑖𝑛

𝑎𝑘𝑢?

😪

20.09

Read

Setelah membaca chatt dari Marshall aku melempar ponsel begitu saja ke nakas, sementara aku terlentang di atas kasur dengan kepala tertutup oleh bantal.

Sebentar kemudian tanganku terulur mengambil ponsel tersebut dan mencari kontak Airen di aplikasi perpesanan instan whatsapp.

Airen🦋

last seen at 29 february 2020

Me

𝐴𝑖𝑟𝑒𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑚𝑢 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑎𝑚𝑝𝑢𝑠

𝑘𝑒𝑛𝑎𝑝𝑎? 𝑎𝑝𝑎 𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ?

𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑖 𝑗𝑢𝑔𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑢 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡.

𝑘𝑎𝑚𝑢 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎? 𝑘𝑜𝑘 𝑠𝑒𝑝𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑢

𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑢ℎ𝑖𝑘𝑢? 𝐴𝑝𝑎 𝑖𝑛𝑖 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑎𝑛𝑘𝑢?

𝑎𝑝𝑎 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑎𝑘𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑢𝑘𝑎𝑖𝑚𝑢??

𝑎𝑝𝑎 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑢 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝𝑘𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑎𝑛??

𝑎𝑘𝑢 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ, 𝑎𝑘𝑢 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑝𝑖𝑎𝑛.

𝑡𝑎𝑝𝑖, 𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑘𝑢 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑎𝑝𝑎-𝑠𝑖𝑎𝑝𝑎𝑚𝑢.

𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑎𝑛𝑘𝑢 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑑𝑢ℎ.

𝐴𝑘𝑢 𝑚𝑒𝑟𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑢𝑚𝑎𝑛𝑚𝑢.

𝐴𝑘𝑢 𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑚𝑝𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑙𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑎ℎ𝑘𝑢 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑡𝑒𝑚𝑢 𝑡𝑎𝑝𝑖, 𝑖𝑡𝑢 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛-𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛.

20.16

send

Agak sakit melihat centang satu dalam bubble chat tersebut. biasanya akan segera menjadi 'petik biru' dalam hitungan detik, apa Ia benar - benar memboikot kontakku karena surat yang kuberikan itu?

HUHHH!

Ingin sekali aku menghantam cermin yang terpampang di ruang dresser karena kesal, hanya saja bayang - bayang almarhum mama selalu mengurungkan niat bodohku itu.

(suara kicauan burung)

Aku menyaut ponsel itu cepat, dan kembali merasa suntuk karena notifikasi itu hanya sebuah SMS dari PT. Telkom.

Aku kembali berbaring di atas kasur dengan mata terpejam, membayangkan betapa rumitnya hidup sendiri tanpa keluarga.

Apalagi ketika gadis yang ku sukai pergi tanpa sepatah pesan, entah apa yang membuatnya menjauh aku juga tak mengerti.

Ini berat, sungguh.

Tintongg!

Suara bel menggema di dalam rumah, aku bangkit dan beranjak ke balkon untuk melihat siapa yang datang bertamu.

setelah itu aku turun, membukakan pintu untuk orang tersebut.

"Kamu udah tidur? lama banget buka pintunya," celetuk Andre.

"Maaf, aku tadi capek banget."

"Capek?? apa mau nangis??" sahut Andre.

Aku tak mengindahkannya lantas menyuruhnya masuk ke dalam. Ia membuntutiku dan duduk di sofa ruang tamu.

"Kita nginap di sini boleh??" tanya Andre lagi.

"Ya, silahkan. biar rame rumahku, bosen sepi mulu," jawabku.

"Ajak Yudhit, Marshall, sama Radya yo," katanya.

"Terserah, yang penting kalian enggak nonton aneh-aneh di rumahku." Aku beranjak pergi ke dapur untuk membuat suguhan minum untuk Andre.

Sementara itu Andre menghubungi beberapa teman yang lain untuk kemari, aku menarik rencengan kopi sachet dari dalam bilik kitchen set dan menyalakan water heater.

Tak lupa aku menyiapkan 5 buah mug lantas menuangkan satu persatu bubuk kopi ke dalamnya.

Tintong!!

Bel bergema lagi tanda ada tamu yang datang, Andre pun dengan secepat kilat membukakan pintu untuk tamu tersebut.

"Waduh, tumben ngajak nginep! ada apa nih?" tanya Yudhit begitu bertatap mata denganku.

"Enggak ada apa-apa cuma pengen ngumpul aja," jawabku.

Yudhit terkekeh, lantas mengambil remote tv. "Boleh di tonton, kan?"

"Haram!" celetuk Radya sembari menyeret kaki Yudhit.

Momen konyol seperti ini bisa mengobati rasa suntukku walau hanya sebentar, aku sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti mereka berempat. walaupun terlihat tidak waras, mereka adalah rumahku setelah kedua orangtuaku meninggal.

Marshall menghampiriku. "Yev, ada mie instant?"

"Ada tuh ... di lemari atas, cari aja," jawabku sembari menuangkan air yang sudah mendidih ke dalam mug.

"Mau nge-mie bang? bosen amat nge-mie mulu. nanti rambutmu keriting," kata Andre yang ikut-ikutan ke dapur.

"Teori apa itu, asal-asalan mie instant itu cara paling bagus buat berhemat."

"Hemat tapi, perut melendung." Radya tertawa lepas setelah mengatakan itu, entah apa yang sedang Ia bayangkan sebelum mengatakan kata 'perut melendung'.

"Apa sih, Rad? garing banget." Andre melemparkan bantal sofa kepada Radya.

"Hadeuh, kelakuan ...." Yudhit menggelengkan kepala jenuh melihat kelakuan Andre dan Radya.

Aku dan Marshall kembali ke ruang tamu dengan membawa suguhan 5 gelas kopi panas dan beberapa toples kue kering yang di stok almarhum mama.

"Ini kue nastar buatan almarhum tante Esther, kangen banget sama rasa selai nanasnya." Radya dengan segera membuka penutup toples tersebut dan mengambil beberapa butir isinya.

"it's heaven bro," cetusnya setelah mengunyah nastar itu.

"Apa sih? biasa aja kali," balas Andre tak mau kalah.

"Eh iya, Yev. masa kamu enggak tau sih, si Airen keluar dari kampus?? beberapa hari ini kan dia sliweran di kampus." Radya menilikku.

"Aku enggak tau, sumpah."

"lha, gimana sih? kan kalian dulu sering pulang pergi bareng," kata Marshall.

"Iya, apa kalian sempat jadian terus gara-gara Rachel ... Airen ngambek?" tanya Andre.

Aku memutar bola mata malas saat menatap mereka berempat seperti sedang mengintrogasiku sebagai seorang tersangka utama.

"Tadi, aku ketemu Airen waktu meeting," gumamku.

"Terus?" tanya Radya.

"Aku enggak tau kenapa, Airen langsung pergi waktu Rachel datang meluk-meluk aku," jawabku.

"hidih, kamu di peluk-peluk?! kamu harus tujuh kali mandi," celetuk Andre dengan wajah yang sulit di definisikan.

"Jangan gitu, Rachel juga manusia ... walaupun rada sableng," timpal Marshall yang sedari tadi sibuk mengunyah makanan.

"Iya, Rachel begitu juga karena keluarganya, kan?" Yudhit membetulkan posisi tidurnya dan mengambil mug kopinya.

"Maksudnya?" tanyaku balik.

"Iya ...."

"Yang jelas dong kalau ngomong!" bentak Andre.

"Eh, kampret! nyantai dong, jangan ngegas-ngegas nanti kebablasan gak bisa ngerem." Marshal mengelus daun telinganya.

"Andre mah, kalau ngomong kabel remnya harus di ikat dulu biar bergfungsi," sahut Yudhit.

"Kampang, nah terus maksudmu tadi apa?" tanya Andre sinis.

"Iya jadi ... aku pernah dengar Brazel sama Fitri rumpi no secret tentang Rachel," jawab Yudhit sembari mengulurkan tangan ke dalam toples kacang mete panggang.

"Wajar kalau cewek doyan rumpi, kita aja kadang juga ngerumpi seperti sekarang ini adalah contoh proses rumpi," sahut Radya.

Aku dan Marshall tertawa bersamaan melihat ekspresi Andre dan Yudhit setelah Radya mengatakan hal itu, Andre dan Yudhit memang lebih banyak omong dibandingkan kami bertiga, maka dari itu kami sering mengatai mereka 'cantik'

"Serius, anjir!" ketus Andre mulai merajuk.

"Iye-iye, jadi ... si bule bantet ngomongin kalau Rachel sama Rancho itu bukan saudara kandung, terus juga si bule bantet bilang juga kalau Rachel bukan anak kandung di keluarga Pramasetyo," jelas Yudhit.

"Pantesan warna kulit mereka beda," celetuk Andre.

"Mata mu, yang jadi masalah itu bukan warna kulitnya! tapi, ayah kandung Rachel." Yudhit mengunyah kasar kacang mete tersebut hingga nyaris membuat kami tertawa lepas.

"Tapi ... kalau di lihat-lihat keluarga mereka ayem tentrem apa yang salah? kamu bilang Rachel jadi sableng gara-gara keluarganya,"  kata Marshall ikut berargumen.

"Nah! itu, gini lho bule bantet bilang juga waktu mereka kerja kelompok neneknya Rancho itu seperti enggak suka sama Rachel, neneknya juga bleketut sama bule bantet," tambah Yudhit bersemangat.

Andre mengernyit." Bleketut apaan dah?"

"Tau tuh, buat bahasa ribet banget." sahut Radya.

"Ah bodo amat! Yev ... numpang toilet ya." Yudhit berdiri dan langsung berbelok ke sebuah bilik yang ada di depan dapur.

Sementara itu kami masih berbicara mengenai pembahasan Yudhit barusan tanpa jeda, Aku membuka ponselku berharap Airen membaca pesanku. Namun, sepertinya memang dia benar-benar tidak ingin berhubungan denganku.

display profile miliknya kosong, salah satu bukti bahwa Ia menghapus kontakku atau memblokir kontakku. sakit sekali.

"Kenapa Yev?" tanya Marshall.

Aku menggeleng pelan lalu meletakkan kembali ponsel di meja.

"Lebih baik kamu jujur deh, ada masalah apa sih sama Airen?? Kok sepertinya hanya Airen yang menghindar??" tanya Marshall dengan nada memaksa.

"Aku enggak tau, yang kuingat sebelum kecelakaan itu ... aku menyatakan perasaanku," jawabku lirih.

"Beneran?? kamu nembak dia??" sahut Andre tak percaya.

Aku mengangguk.

"Kamu nembak secara langsung atau ...."

"Pakai surat,"

"Lha? kok pakai surat sih? enggak gentle banget," ejek Andre.

"Aku memang enggak berani nyatain perasaan langsung, kalian tau kalau aku punya trauma gara-gara Juwita." Aku mendengus kesal lalu mengulurkan tangan mengambil mug kopiku.

Andre terkekeh, lalu berkata,"Nah terus piye? di terima?"

"Dia udah enggak bisa dihubungi malam itu juga," jawabku.

Ruangan itu mendadak hening, Andre menepuk bahuku pelan. begitu juga dengan Marshall yang mengangguk seperti mengerti perasaanku.

"Yev, perempuan itu memang sulit di tebak, sulit di mengerti, sulit di pastikan. lagipula seingatku kamu ketemu Airen itu pas pertama kali ke galeri. mungkin aja Airen cuma nganggap kamu teman biasa, kamu sering ngantarin dia pulang pergi mungkin cuma dianggap 'upeti' karena Airen juga ngajar les buat kamu," kata Andre.

"Positive thinking bro! tuhan tau segalanya ... kalau Airen dan Yevan jodoh pasti ada jalan untuk bersatu," celetuk Radya dengan penuh gesture.

"Aku enggak yakin, Airen udah punya pacar kok," kekehku.

Marshall mendelik. " Pacar?? siapa?"

"Aku enggak kenal pacarnya siapa tapi, aku tau Airen udah punya pacar. itu artinya memang aku udah enggak dibutuhkan," jawabku dengan nada campur aduk.

setelah itu kami kembali diam dengan pikiran masing-masing tanpa ada keinginan untuk membuka suara. Aku kembali membuka ponsel dengan harapan yang sama.

benar-benar nihil, aku saja yang terlalu berharap kepada Airen.

Ia bukan jodohku, Ia sudah tidak membutuhkanku karena ada pria lain yang membuatnya nyaman.

TBC para readers tercinta, eheque!

by the way busway chia baru nyadar kalo ada yang typo di part Cast of story

😅

jadi ya, yang cast Radya itu Mark Lee 😅

Jangan lupa beri vote dan krisan ya, say.

mintaq FBVB tinggal komen aja, kalau malu mintaq di komen bisa dm kok 😌