webnovel

I Found

Aku dan kamu yang terpisah oleh jarak Aku dan kamu yang terpisah oleh waktu Aku dan kamu yang terpisah oleh kepercayaan Tapi itu dulu. . . Dulu aku dengan susah payah mencari mu Dulu aku dengan susah payah mencari kabar mu Dulu aku dengan susah payah mencari dimana keberadaan mu But now, i'm find you ---- Lalu kalimat aku dan kamu pun sekarang berubah menjadi kata kita

Unichias · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
26 Chs

Leave You Leave Ya

sulubun sulubun jungun lupu vutmun 🤭

Happy Reading 💐

________________________

"Sakit rasa hatiku tak mungkin terlupakan

Engkau sendiri jadi penyebab luka—"

Duukk!

"eh anjir anjir! kampret! laknat kau!" seru Andre kepada Radya yang baru saja duduk di atas sofa.

"Apaan sih, Bang?" tanya Radya polos.

"Ana kwaget ente ngerti?!" dengus Andre kemudian.

Aku menggeleng kecil, lantas kembali fokus ke laptopku. Ya, hari ini aku sedang membuat proposal pengajuan kerja sama dengan salah satu perusahaan mutiara dan batu mulia yang baru saja mendaratkan perusahaannya di kota ini.

di sela-sela pekerjaanku ada saja tingkah konyol yang diperbuat oleh Andre dan Radya. memang, mulai sekarang keempat temanku itu kuminta untuk menetap di rumahku sementara hingga mereka lulus kuliah.

"Eh buseet! kamu dari tadi ngapain? serius amat?"Andre melirik isi laptopku dan ber-oh ria. "Lapar nih, pesen makan kuy!"

"Enggak ah, mager makanan luar buat aku demam mulu ... lebih baik aku makan indomie mentah." Radya menjatuhkan separuh badannya di atas sofa.

"Itu mah dirimu, pantes kurus ceking," ejek Andre.

"Bang di ruang keluarga ada kaca bang, abang ke sana gih."

Aku menahan tawa geli ketika mendengar Radya menyindir Andre secara halus, Andre yang terlihat polos hanya diam berpikir.

seperti kelinci yang menunggu wortel tumbuh di atas sofa.

nyaris mustahil.

"Udah-udah dari pada ribut, pesan go-food. Soto Lamongan kedai Rejeki Dapur satu porsi sama teh angetnya. terus sisanya terserah kalian mau pesan apa." Aku menutup laptop dan beranjak ke dalam rumah.

"Wait, ini ceritanya kita di bayarin atau di biarin?" tanya Radya.

"Maunya gimana?" tanya ku balik.

"Anjir! kamu masih normal kan Yev?" timpal Andre segera mengarahkan punggung tangannya di depan dahi ku. "Enggak panas, kok."

"Kamu pikir aku gila apa?! sudah sana pesan." Aku menyikut ketiaknya pelan lantas ikut duduk di sofa teras belakang.

"Bro!!! bro!"

Aku menoleh dan menatap Yudhit yang nampak terengah-engah

"Apaan dah? habis lomba lari?" sinis Andre.

"Yoko nuntut NIKAH!" ketus Yudhit.

"Mampus! kamu apaain itu anak orang sampai nuntut nikah segala? kamu sih di bilangin jangan macem-macem, udah Momo, Arin, Irene, sekarang Yo—"

"Aku enggak sebejat itu kampang!" potong Yudhit.

Aku melerai mereka berdua."Duduk dulu, ngomong yang jelas."

Yudhit duduk, masih dengan rasa gelisahnya. ini sedikit berbeda dengan Yudhit yang biasanya.

"Terus gimana ceritanya? kok bisa Yoko nuntut nikah?? kalian masih pakai rem, kan?" tanyaku.

Yudhit mengernyit."Anjir, masih lah! jadi tuh, tadi aku ke rumah Yoko. nah mamanya dia minta aku cepat-cepat nikahin dia."

"Nah, terus kendalanya di mana?" tanya Radya polos.

Yudhit menggeleng.

"Kamu cinta sama Yoko, kan?" tanyaku.

"Cinta itu ada, cuma ... yang aku takutkan itu aku khianati Yoko saat udah nikah, mau se-beriman apapun kalau manusia juga pasti punya—"

"Tanya dulu sama dirimu sendiri, kamu siap enggak jadi suami, siap jadi pemimpin, siap jadi teladan." Aku kembali berkutat dengan ponselku.

"Aku siap, tapi—"

"Tapi tapi tapi tapi ! intinya jangan sampai Yoko tuh ngerasa jadi ratu sehari setelah itu jadi pembantu selamanya, jadi suami yang siap tanggap jangan seperti suami yang memperbudak istri, kalau enggak bisa ngasih pembantu buat istrimu kasih istrimu waktu istirahat jangan 24 jam full atau enggak ... bantu-bantulah kerjaan rumah juga kerjaan suami, itu sih aku belajar dari almarhum ayahku," kata ku panjang kali lebar.

"Almarhum om Ronald perfect aku enggak bisa niru." Yudhit menunduk.

"Sudah santai dulu bro, jangan terlalu di ambil pusing ... sekarang resfresh dulu," ucap Andre.

"Iya nih, aku udah pesan makanan," celetukku.

"Samaan?? atau gimana?" tanya Radya.

"Iya, aku punya recommend buat makanan pinggir jalan," jawabku.

Mereka bertiga hanya mengangguk pelan, selang beberapa menit pintu utama berderit, kami berempat pun menoleh.

"Nih makanan pesenan kamu, Van?" tanya Marshall sembari meletakkan sebuah plastik besar dengan isi styrofoam.

"Wanginya enak banget dah, perutku keroncongan." Radya segera membuka plastik tersebut.

"Kok kamu bisa dapat Soto Lamongannya?" tanyaku bingung.

Marshal menoleh." Iya, tadi ada cewek diam di depan waktu aku datang cewek itu ngasih plastik ini."

"Airen??"

"Airen?? bukanlah!" dengus Marshall.

"Mungkin agak mirip kali sama Airen tapi, masih cantik Airen," ucap Marshall.

"Namanya Aisha," timpalku.

"Asli aku iri sama Yevan, sempurna banget hidupnya ... kaya, ganteng, dikejar-kejar cewek pula," gumam Andre nampak frustasi.

"Apa yang kamu mau dari hidupku, Ndre?" tanyaku.

"Enggak ada bro, bercanda aja ...."

"Yev,  aku beneran mau nanya, deh. kamu tuh sebenarnya serius suka sama Airen atau enggak?" tanya Marshall.

Aku menghela napas pelan, lalu berkata," Marshall, berapa kali harus kubilang aku mencintainya walaupun kami baru saja bertemu, perasaan ini datangnya enggak bisa di tebak enggak bisa di sangkal."

"Nah, terus cewek tadi??" tanya Marshall lagi.

Aku menaikkan salah satu alisku." Kenapa dengan, Aisha?"

"Dia baru bertemu denganmu, kan?? apa kamu akan terus berbuat baik ke semua perempuan??" tanya Marshall.

Andre dan Yudhit ikut memandangku penuh pertanyaan. sementara Aku hanya bisa terdiam di tempat dudukku.

Memang salah jika aku berbuat baik kepada semua orang tanpa memikirkan perasaan mereka.

mungkin aku hanya membantu tapi, mereka akan berpikiran lain. Ini memang agak cringe.

Bagaimanapun, aku harus mengingat pesan ayah dengan baik.

"Yev, kalau kamu cinta sama Airen. coba perjuangin, Yev, " kata Marshall.

"Tapi kalau semisalnya Yevan memperjuangkan hati yang salah gimana?" sahut Radya.

"Ingat kata pepatah gak? Cinta tak pernah salah, manusianya aja yang goblok," celetuk Andre.

Yudhit terkekeh kecil."Kamu mah, orang serius di bercandain yang bercanda di sinisin."

"Kita berempat saksinya, kalau memang kamu cinta sama Airen kamu bakal perjuangin perasaan kamu tanpa rasa pesimis, cinta itu di perjuangkan bukan sekedar jadi obsesi. kalau kamu bilang Airen udah punya pacar, masih ada peluang sebelum janur kuning melengkung. dan kalau kamu bilang Airen hilang tanpa jejak, pasti ada alasan di balik itu semua." Kali ini Marshall berkata seperti sedang menyudutkanku.

Ia terlihat sangat emosi karena rahangnya mengeras, jarang sekali Marshall seserius ini bahkan di depan keluarganya.

"Kamu kenapa sih, Bang? kok tiba-tiba sinisan gitu jadi laki?" tanya Radya.

"Ya aku pengen tau aja, Yevan ini kalau suka seseorang beneran atau cuma fiktif," jawab Marshall.

sebenarnya ada apa sih? kok dia judes gitu ke aku?

"Kamu tau sifatku udah dari bayi, masa enggak tau gima—"

"Dulu waktu kamu masih bayi kamu belum mengerti apa itu Dewasa," potong Marshall menggebu-gebu.

"Bang?? abang lupa makan atau apa sih?" Yudhit ikut angkat bicara karena melihat keanehan Marshall.

"Gini aja, kalau kamu enggak serius tinggalin Airen jangan temui aku lagi," datar Marshall.

"Lha?? apaan sih, Bang?? dari order Soto jadi berantem gini, udah sini duduk dulu ... maka—"

"Aku enggak bercanda, Ndre. mending enggak usah ikut campur kalau enggak tau apa-apa," desis Marshall.

Marshall keluar meninggalkan kami berempat yang masih terheran-heran dengan tingkah anehnya.

"Whats wrong about him?" tanya Radya.

"Salah makan kali tuh, bocah," sahut Yudhit.

Aku menghela napas." Mungkin kesalahannya memang di diriku."

"Manusia punya salah itu manusiawi," kata Andre mendadak bijak.

huuuuffftth!

Aku mengacak rambutku dan ikut beranjak ke kamar mencari jawaban, tapi pasti hal itu akan sia-sia.

Kamar bukan jawaban dari sebuah masalah.

tapi kamar bisa membuatku tenang sejenak.

Marshall PMS guys🤣

Yevan membelot ke mana-mana