webnovel

I Found

Aku dan kamu yang terpisah oleh jarak Aku dan kamu yang terpisah oleh waktu Aku dan kamu yang terpisah oleh kepercayaan Tapi itu dulu. . . Dulu aku dengan susah payah mencari mu Dulu aku dengan susah payah mencari kabar mu Dulu aku dengan susah payah mencari dimana keberadaan mu But now, i'm find you ---- Lalu kalimat aku dan kamu pun sekarang berubah menjadi kata kita

Unichias · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
26 Chs

Am I Jealous

Jangan lupa meninggalkan vote dan comment, satu vote dan comment sangat berharga bagi Chia

________________________________

Yevan melirik Andre yang berbaring di sofa ruang tamu sembari bermain game dan ponsel.

"Ndre," panggil Yevan.

Andre menjawab, " Apaan? sibuk push rank, nih."

"Yudhit belum pulang juga??" tanya Yevan lagi.

"Noh, undangannya ada di atas rak," kata Andre tanpa menoleh.

Yevan mendengus kesal namun, ia tetap berdiri melangkah ke rak buku ruang tamu untuk melihat undangan tersebut.

"Di mana?" tanya Yevan.

"Di atas rak, nginak!" ketus Andre.

"Kamu PMS bang, dari tadi ngeden-ngeden terus," gumam Radya yang baru kembali dari toilet.

Yevan menggeleng, lantas merogoh sebuah kertas dengan bungkus plastik yang ada di hadapannya.

Perlahan ia menariknya.

"Yevan, aku pinjam flashdisk dong," kata Radya.

"Cari sendiri di kamar." Yevan menjawab tanpa menoleh.

***

"Van, kamu kenapa?? sini aku bantu berdiri."

Andre dan Radya membantuku berdiri perlahan, tubuhku merosot ke bawah setelah melihat nama yang terukir dengan tinta emas di atas kertas itu.

Sungguh, mendadak oksigen di sekitarku serasa enggan di hirup. kepalaku berdenyut sangat kencang.

"Duh, gimana nih bang?" tanya Radya kepada Andre.

"Ambil air hangat cepat," titah Andre.

kudengar langkah kaki terburu-buru milik Radya mulai menjauh, Andre mengusap bahuku pelan mencoba menenangkanku.

"Ini mimpi, kan?? ini di dalam mimpi, kan? bangunkan aku Ndre, tolong." Aku mulai meracau tidak jelas.

"Ssst, Kamu tenang dulu Yevan, tarik napas kamu dalam-dalam," jawab Andre.

"Ini bang, minum dulu." Radya menyerahkan segelas air hangat yang baru di ambilnya kemudian ia membantu memijit pelipisku.

"Yevan, ikhlasin Airen ...," gumam Andre.

Aku hanya bisa diam.

"Cinta tidak harus saling memiliki, karena cinta tidak bisa terbentuk oleh keegoisan, mungkin dia memang lebih pantas bersama Marshall yang tidak plin plan sepertiku, bukankah perempuan selalu ingin bersanding dengan pria yang serius, Marshall lah yang paling tepat," ucapku panjang lebar.

Cukup terasa hampa kerongkonganku saat mengucapkan kalimat yang sama sekali tidak menggambarkan isi hatiku tersebut.

Andre menepuk pundakku. "Yevan, kamu enggak plin plan hanya saja kamu belum mengerti apa maksud almarhum ayahmu."

"Aku yakin kok, jodoh itu enggak akan ke mana-mana. Tuhan yang lebih tau segalanya, ikhlaskan saja dulu," sambung Radya.

Aku menangkup wajahku dengan kedua tangan, ini terasa sangat sulit di percaya

sahabat yang tadinya mendukungku sebentar lagi akan menjadi suami gadis yang ku suka.

Namun, apa boleh buat ini semua tidak bisa aku cegah dan tidak bisa aku tentang karena bagaimanapun Airen berhak memilih.

Aku memperhatikan undangan itu dengan mata nanar.

'Ya Tuhan, sebegini sakitnya ujian yang kau berikan'

"Nanti aku juga bakal datang ke acara pernikahannya, kamu tenang aja," kata Andre.

Aku berusaha keras tersenyum di hadapan Andre dan Radya saat ini, walaupun terasa hampa.

***

Matahari sudah muncul di ufuk timur saat Airen baru saja membuka mata, Ia merogoh ponselnya yang ada di nakas, lantas mengusap pelan matanya.

sesekali ia menguap ngantuk.

"Heheuh! anak wadon wis awan ayo cepat bangun."

Airen hampir saja mengumpat saat sebuah suara mengejutkannya. Ya, Ibunya yang bersuara dari halaman samping.

"Mama, ngapain di situ?" tanya Airen.

"Lha yo nyapu tho ndhuk," balas Ibu Airen.

Airen pun bangun, merenggangkan persendian ototnya yang terasa kaku. lantas ia beranjak pergi keluar sembari menenteng gelas kopinya.

"Baru bangun," sapa Marshall yang sibuk memakaikan baju salah seorang anak.

"Kamu kok ...."

"Bukannya tadi malam kamu yang nyuruh aku nginap di sini?" tanya Marshall dengan mata memgerling.

Airen mendengus. "Kan karena udah malam."

"Thanthe ...."

Airen menoleh dan mendapati Omi berdiri di ambang pintu toilet tanpa mengenakan baju. lantas Ia menghela napas.

'Pasti kerjaan Sihar nih, dasar calon pedofil.'

"Omi ... mandi sama om aja ya, Tante Airen kan baru aja bangun," ajak Marshall.

"Enggak, aku aja yang mandiin! buatin aku kopi deh," sentakku segera mengambil alih Omi."

Marshall tersenyum tipis ketika Airen  memerintahnya, tanpa pikir panjang Airen membawa Omi masuk ke dalam toilet dan memandikannya.

Setelah itu Airen menggantikan pakaiannya dengan pakaian yang baru, sementara itu Rayhan dan Sihar berjibaku di dapur memasak sarapan untuk anak-anak yang singgah di rumah mereka.

"Nih, special neo coffee." Marshall menyuguhkan gelas berisi kopi panas di hadapan Airen.

"Berlebihan banget sih, Aku kan cuma  mau di buatkan kopi hitam," jawab Airen.

"Anggap aja itu ucapan terima kasih karena kamu sudah membantuku kemarin," balas Marshall.

"Terima kasih apa?" tanya Airen.

Marshall menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. "Ya, terima kasih aja."

"Ada apa ini, masih pagi kok sudah ribut- ribut." Eyang yang tak sengaja lewat menegur.

"hehehe ... enggak, Eyang," jawab Airen.

Marshall pun dengan canggung mengulas senyum kepada wanita yang menjadi Eyang gadis di hadapannya itu.

"Mbak,  sayuran di kulkas sudah mulai habis," kata Rayhan sembari memotong brokoli.

Airen mengangguk pelan, sesekali menyeruput kopi yang dibuat oleh Marshall.

"Kebetulan Eyang baru aja mau ngasih uang bulanan hasil produksi Snack sama oleh-oleh, " gumam Eyang mengeluarkan amplop coklat muda.

Rayhan tersenyum jahil. "Bagi dong, Eyang ... Rayhan kan belum dapat gaji."

Eyang memutar mata jengah menanggapi cucu laki-lakinya itu.

"Rayhan, Kamu tuh jangan ngambil haknya anak-anak yatim. Ini kan buat makan mereka sehari-hari kamu bisa cari sendiri bantu-bantu di pabrik," kata Eyang.

"Yah, Eyang ... Rayhan kan—"

"Itu congor yo bocah, gramang wae!" potong Sihar.

"Airen nanti kamu belanja ya," ujar Eyang kepada Airen.

Airen mengangguk. "Iya, Eyang."

"Aku temani ya, kebetulan aku pengen ngajak Omi jalan-jalan," sahut Marshall.

"Kamu enggak mau pulang?" tanya Airen.

Eyang memukul pelan lengan Airen. "Kamu ini, mau di bantu kok malah ngusir."

***

Airen mengambil beberapa jenis susu cair yang ada di dalam kulkas, lantas Ia memasukkan ke dalam Shopping carter yang di dorong oleh Marshall.

"Susu cari enggak ada di daftar," kata Marshall.

"Aku ingin membuat cake untuk anak-anak," jawab Airen.

"Omi thutha muffhin thama thotlat," gumam Omi lirih.

"Ah, iya sayang kamu mau muffin ya? ayo kita cari tepung sama coklatnya," sambut Airen hangat.

Marshall pun ikut tersenyum melihat Omi yang kembali ceria. Ia mengelus puncak kepala Omi gemas.

"Omi thutha."

"Iya, ayo kita cari sekarang, ayo Om Marshall," gumam Airen kemudian Ia berbelok ke area bahan-bahan dapur.

Airen dan Marshall segera mencari rak berbagai macam tepung, dan bahan kue lainnya.

"Kurasa, ada baiknya kamu memakai tepung yang itu." Marshall menunjuk salah satu kemasan.

"Apa?? bukannya itu tepung untuk masakan china ya? aku biasa pakai tepung ini," jawab Airen sembari menunjukkan sebuah tepung ukuran sedang.

"Berarti kamu jago masak?" tanya Marshall.

"Enggak."

"lha?"

"Aku enggak bisa masak," kata Airen lagi.

Marshall terkekeh mendengar perkataan Airen, sementara Airen sibuk memilih coklat compound di rak seberang.

Grettt!

Marshall mengernyit sakit saat sebuah shopping cart menghantam sisi kanan tubuhnya. alih-alih mengomel pada si empunya shopping cart, Marshall menanyai Omi.

"Kamu enggak apa-apa, Omi?" tanya Marshall.

Omi menggeleng namun, Ia menyembunyikan tangan kanannya di belakang tubuhnya.

"Kenapa tangannya, Omi?" tanya Airen sedikit menyelidik.

"Enda apa-apa."

Marshall menoleh. "Bisa gak bawa shopping cartnya lebih hati-hati?"

"Ma-maaf shal."

Marshall agak terkejut saat menyadari orang itu adalah Rachel tak hanya itu, Marshall dan Airen juga lebih terkejut karena Rachel terlihat pucat dengan perut sedikit buncit.

"Hel?? kamu ...."

Rachel menunduk dan segera pergi dari hadapan Marshall dan Airen.

"Rachel," panggil Marshall.

"Dia hamil?" tanya Airen. "Apa jangan-jangan Yevan ayahnya?"

Marshall melirik Airen. "kenapa kamu bisa berkata Yevan ayah bayi itu?? positif thinking aja Rachel itu anak orang bermartabat mana mungkin bisa hamil tanpa undangan."

Airen diam namun, tangannya segera memasukkan coklat ke dalam Shopping Cart.