webnovel

I don't know you, but I Married you

Kenan sudah pasrah, keinginannya untuk menikahi kekasih 8 tahunnya hanya tinggal mimpi. Karena permusuhan kedua orang tuanya mereka gagal untuk melangkah ke pelaminan. Baru saja patah hati ayahnya langsung meminta Kenan untuk menikah dengan wanita pilihannya. Siapa kah dia??apa mungkin dia bisa mengobati luka hati Kenan atau justru sebaliknya??

Keyatma · วัยรุ่น
Not enough ratings
521 Chs

Siapa papanya

Sachi belum juga keluar dan untungnya Ansel sudah mau percaya dengan Kay jika dia bukan orang jahat. Keinginan Ansel untuk membeli ice cream pun dituruti Kay.

"Ansel bentar lagi masuk SD, mau sekolah dimana?."

"Ga tahu.."

"Loh kok ga tahu, pilih dong nanti om yang daftarin."

"Terserah Mama."

"Oh..harus ikutin kata mama?." Pertanyaan Kay hanya dijawab anggukkan.

"Ansel suka mainan?."

"Suka, Ansel pingin beli mobil remote tapi mama bilang mahal."

"Mobil remote?."

"Iya, temen-temen ansel punya." Anak itu sambil memakan ice creamnya lagi. Dia benar-benar kasihan jadinya. Apa selama ini Ansel harus menahan-nahan keinginannya?. Apa selama ini anaknya hidup susah?.

"Ansel punya banyak temen kayanya disekolah."

"Iya, mereka baik-baik."

"Ansel juga anak baik kan?."

"Iya, kata Bu guru Ansel harus jadi anak yang baik dan cerdas."

"Apa hari ini ada PR?."

"Ada.."

"PR apa?."

"Menggambar."

"Ansel suka mewarnai?."

"Suka."

"Coba nanti om pingin liat gambar Ansel."

"Ice creamnya enak."

"Mau lagi?."

"Engga, nanti Mama marah."

"Sini liat om.." Kay menghapus bersih sisa-sisa ice cream di mulut Ansel.

"Ansel pingin makan."

"Ansel lapar?."

"Iya.." Ansel sambil memegangi perutnya. Kay nekihat kearah sekitar. Disana hanya ada penjual ayam dan soto.

"Om beliin ayam, mau?."

"Mau.."

"Ayo, kita makan diluar.." Kay segera membuka pintu mobilnya. Dia lalu menuntun Ansel menuju penjual ayam pinggiran itu.

"Gendong.." Ansel tak mau turun.

"Gendong?, ayo jalan.."

"Gendong.." Ansel merentangkan tangannya. Melihat tingkahnya, Kay pun menurut. Dia langsung mengais anak lelaki itu dan berjalan menuju tempat penjual ayam yang sederhana itu.

"Silahkan, makan disini atau dibungkus?."

"Makan disini aja, Ayam 1 pake nasi.."

"Minumnya sekalian?."

"Ansel mau minum apa?, ada orange jus, air putih, susu.."

"Susu.."

"Susu 1, air putih satu.."

"Ada lagi?."

"Udah ada, jadi berapa?."

"39.500.." Sang kasir memberitahu harga yang harus dibayar. Kay dengan susah payah mengeluarkan dompetnya. Dia membayar dengan satu lembar uang berwarna biru. Setelah mendapatkan kembalian, dia mencari tempat duduk disana.

"Ayo duduk yang bener.."

"Om siapa? temen mama?."

"Iya, temen mama."

"Mama panggil om papa."

"Hmm...." Kay bingung menjawabnya. Dia...tak tahu harus menjelaskannya bagaimana pada Ansel.

"Papa ada dirumah, papa pergi, papa hilang.." Ansel tiba-tiba berbicara sendiri sambil melihat kearah luar. Tangannya dia mainkan dibawah meja.

"Papa dirumah?." Kay mengulanginya lagi tapi Ansel hanya diam.

"Ansel, om tanya papa dirumah?."

"Dulu tapi papa pergi, papa hilang.." Ansel terus berkata seperti itu. Dia mungkin bingung harus bercerita bagaimana. Tidak lama makanan yang dipesannya datang. Ini adalah informasi yang bagus. Kay harus menggali lagi cerita itu dari mulut Ansel. Anak kecil tak mungkin berbohongkan?.

"Ayo cuci tangan dulu.." Kay menggendong lagi Ansel dan membantunya mencuci tangan. Setelah mencuci, tangannya dia keringkan. Ansel duduk lagi kursinya.

"Panas.." Ansel langsung menarik tangannya.

"Sini.." Kay mulai membantu Ansel untuk memakan ayamnya. Lagi-lagi Kay jadi teringat Keyla. Apa dia sudah makan?. Siang ini Keyla sedang apa ya?.

"Om..aaa..." Ansel membuka mulutnya. Kay kini malah menyuapinya.

"Kamu harus belajar makan sendiri.."

"Mama suapin Ansel."

"Ini udah sedikit dingin, cobain makan sendiri." Kay mengajarkannya seperti benar dia ayahnya. Anak itu diam menatap nasinya.

"Tangannya kan udah dicuci jadi ayo makan sendiri nanti om kasih hadiah."

"Hadiah?."

"Iya hadiah, yang Ansel pingin pokoknya." Kay membuat Ansel tersenyum lagi. Dia kini mencoba makan sendiri.

"Kalo Mama kerja, Ansel sama siapa?."

"Tante Yeni.."

"Engga sama Papa?."

"Papa pergi.."

"Kenapa?."

"Papa pukul Mama, Mama nangis, Papa pergi, Papa hilang.." Ansel tak pernah bercerita dengan benar, dia hanya mengatakan beberapa penggalan kalimat. Kay sebenarnya sedikit terkejut. Bagaimana bisa anak sekecil Ansel melihat ibunya dipukuli?. Itukan bisa berpengaruh pada psikologisnya.

"Ansel dipukul?." Tanya Kay yang dijawab gelengan. Mengingat hal itu, Ansel malah menangis sekarang.

"Eh..eh kenapa nangis?." Kay langsung berpindah tempat duduk disamping Ansel.

"Pu...kul..."

"Oke-oke jangan diinget lagi, udah-udah maaf om tanya-tanya. Ayo makan lagi." Bujuk Kay. Bisa gawat jika Sachi melihat anaknya menangis karena diinterogasi oleh dirinya.

"Udah jangan nangis, minum dulu susunya. Kan mau dikasih hadiah. Ansel pingin mobil? iya?." Kay menyodorkan cup susu coklat. Ansel meminumnya sebagian. Tangan meraih tisu dan menghapus air matanya. Sambil menunggu Ansel makan Kay meraih Handphonenya. Dia menghubungi seseorang.

- Halo bos

- Ada perkembangan?.

- Masih nunggu hasilnya, malem ini saya usahain bos.

- Saya pingin kamu cari informasi lain, tolong cari siapapun yang pernah berhubungan sama Sachi, misal mantan pacarnya atau siapapun yang pernah deket sama dia.

- Oke bos.

- Ya udah, kalo ada apa-apa cepet kabarin.

- Siap.

Mario mengakhiri panggilannya. Kay menggeser lagi layar handphonenya. Rasanya dia ingin menelpon Kiran juga tapi...Kiran bilang dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya dan Kay juga sudah berjanji tak akan mengganggunya. Oke..lebih baik Kay tanya soal Keyla saja.

- Keyla lagi apa?.

Ketik Kay di handphonenya. Dia memegangi Handphonenya berharap Kiran akan membalasnya secepat mungkin tapi... sepertinya itu tak akan terjadi. Kay menyimpan lagi Handphonenya namun belum juga masuk suara dering handphone terdengar. Kay langsung menarik lagi namun nama Sachi yang ada disana.

- Halo.

- Aku udah di depan mobil.

- Ansel lagi makan di tempat ayam, kesini aja.

Kay singkat dan langsung menutup teleponnya. Tak butuh waktu lama Sachi datang.

"Dia laper jadi aku bawa kesini."

"Loh hebat Ansel bisa makan sendiri."

"Ansel mau dikasih hadiah sama om.."

"Hadiah apa?."

"Apa aja yang dia mau..." Kay dengan wajah dinginnya.

"Ga usah, biar sama aku aja.." Sachi dengan mata sendunya, entah ada apa tatapannya berubah. Dibanding kemarin Kay melihat perbedaan saat dia mengurus Ansel. Sejak tadi pagi sikapnya begitu manis padahal kemarin dia menggebu-gebu ingin pengakuan.

"Minggu nanti orang tua aku pingin ketemu, apa bisa?."

"Jam berapa?."

"Jam 7 aja nanti aku suruh supir jemput kamu.."

"Iya, gara-gara hasil tes itu?."

"Kita bicarain soal Ansel mau gimana, tapi syarat buat nikahin kamu jelas aku ga bisa."

"Iya.." Sachi lagi-lagi kali ini menurut. Kay heran lagi tumben sekali rasanya Sachi menurut.

"Mama udah.." Ansel menyelesaikan makannya. Sachi langsung menuntun anaknya untuk mencuci tangan sama seperti yang Kay lakukan tadi.

"Udah kenyang?." Tanya Kay, Ansel mengangguk.

"Sachi.." Seseorang memanggilnya.

"Iya.."

"Untung belum pulang, nih ketinggalan." Seseorang membawakan map plastik berwarna kuning.

"Eh iya lupa, makasih.."

"Siapa nih? suami?." Orang itu langsung menebak sambil melihat kearah Kay.

"Bukan mba, saya temennya." Kay langsung mengklarifikasi. Bisa bahaya kalo ada gosip yang lain antara dirinya dan Sachi.

**To be continue