webnovel

I don't know you, but I Married you

Kenan sudah pasrah, keinginannya untuk menikahi kekasih 8 tahunnya hanya tinggal mimpi. Karena permusuhan kedua orang tuanya mereka gagal untuk melangkah ke pelaminan. Baru saja patah hati ayahnya langsung meminta Kenan untuk menikah dengan wanita pilihannya. Siapa kah dia??apa mungkin dia bisa mengobati luka hati Kenan atau justru sebaliknya??

Keyatma · วัยรุ่น
Not enough ratings
521 Chs

Rumah impian

Kay dan Kiran terlihat duduk dimeja makan sementara Arbi, Marsha dan Rafi duduk di ruang tengah mereka. Mereka rasa kondisi Kiran sudah semakin membaik. Buktinya Kiran sudah banyak berbicara sekarang meskipun dengan nada kesedihan.

"Yah, Bun...hari ini kita mau ke makam."

"Ya udah bareng aja yuk. Bunda juga mau kesana."

"Oke Bun.." Kay mengambil piring yang sudah kosong lalu mencucinya sementara Kiran duduk meminum airnya. Selesai dengan sarapan yang kesiangan mereka smulsi bersiap-siap untuk pergi. Rafi membawa mobil bersama kedua orang tuanya sementara Kiran tentu saja bersama Kay. Dia tak mau jauh dari suaminya itu. Di pemakaman pun Kiran tak henti menggandeng tangan Kay. Dia mengikuti kemana langkah kaki Kay menuntunnya. Tepat dipusaran kedua anaknya langkah Kay terhenti. Mata Kiran melihat nama kedua anaknya. Nama yang dia siapkan sendiri karena orang tuanya tak memberikan usul dan membebaskan semuanya pada Kiran dan Kay. Mereka berlima langsung memanjatkan doa sementara Kiran memegangi nisan sang anak sambil menangis kecil. Rasanya seperti benar-benar bertemu dengan anaknya. Rasanya seperti ada yang memeganginya disana. Sekali lagi. Dia tak kuat untuk menahan tangisnya.

"Kita kuat, mereka udah bahagia, udah seneng. Suatu hari nanti kita pasti bakal ketemu." Bisik Kay menguatkan Kiran. Kiran mengangguk dan berhenti menangis. Isi hatinya jauh lebih tenang sekarang. Setelah melihat makam anak-anaknya perasaannya jauh lebih damai. Dia mungkin mulai menerima dengan kenyataan ini. Menerima bahwa anak-anaknya sudah tak ada dan mereka berada disana menunggunya. Suatu saat nanti pasti, pasti mereka akan berkumpul. Mereka akan bersama dalam keabadian dan kebahagiaan. Pikiran Kiran perlahan terbuka dan tak gelap lagi. Tak ada niat untuk mengakhiri hidupnya lagi.

"Ayah, bunda sama Rafi pulang duluan aja. Kay mau ngajak Kiran ketempat lain dulu."

"Ya udah hati-hati ya.." Arbi berdiri dan pergi bersama Marsha dan Rafi.

"Kita kemana?"

"Ada aja..." Kay senyum-senyum.

"Kamu udah selesai?mau pergi sekarang?" Kay berbicara lagi. Dia menunggu istrinya itu siap dan benar-benar ikhlas untuk pergi.

"Iya, aku udah selesai." Kiran memegangi sekali lagi nisan itu kemudian berdiri. Mereka berjalan lagi menuju mobilnya. Pandangan Kiran kembali melihat kebelakang entah bagaimana ceritanya dia seperti melihat kedua bayinya disana namun kali ini Kiran hanya tersenyum.

***

Kiran masih bertanya-tanya kemana Kay akan membawanya pergi. Sedari tadi suaminya itu benar-benar menutup rapat mulutnya namun dari luar kaca mobilnya Kiran dapat mengenali jalan ini. Ini adalah jalan yang dia tahu persis kemana ujungnya. Jalan yang biasanya dilalui ketika dia akan pulang. Bukankah tadi Kay bilang dia akan mengajaknya kesuatu tempat?tapi kenapa kearah pulang?. Tidak lama mereka pun sampai di sebuah rumah dengan pagar hitam yang menjulang tinggi. Kay memberi bunyi klakson dan tidak lama seorang satpam membuka pintu.

"Ayo keluar sayang.." Kay membukakan pintu dan mengulurkan tangannya. Setelah Kiran keluar Kay menutup rapat pintu mobilnya kembali.

"Selamat datang dirumah kita.." Kay mulai mengucapkan kejutannya. Kiran jelas dibuat tak percaya. Rumah kita?mereka punya rumah? tapi sejak kapan?.

"Ki..kita?punya rumah?."

"Aku ga mau kamu sedih tapi aku bakalan jujur kalo aku udah siapin ini sejak 4 bulan lalu. Aku pingin bikin rumah masa depan kita." Ucap Kay membuat Kiran terharu.

"Jangan nangis lagi ya sayang. Sekarang kita buka lembaran baru." Kay menghapus air mata Kiran dengan jemarinya. Itu adalah air mata bahagia bukanlah kesedihan.

"Yuk kita masuk.." Kay menuntun tangan Kiran lagi. Ada 2 pembantunya di dalam dan mereka tersenyum pada tuannya itu.

"Sayang, kenalin ini pak Teja dan bi Sarah. Mereka yang bantuin kita buat jagain rumah ini." Kay membuat Kiran mengulurkan tangannya pertanda dia ingin memperkenalkan diri. Selesai berkenalan Kay mengajak Kiran untuk berkeliling atau melakukan room tour. Dia menjelaskan dengan detail semua ruangan yang ada disana seperti yang Doni ceritakan. Kay tak sabar untuk membawa Kiran kelantai tiganya. Kini dia berjalan kesebuah sudut dimana ada lift disana membuat Kiran semakin dibuat heran kenapa Kay harus membuatkannya lift?mungkin saja saat itu Kay berpikir tentang kehamilan Kiran atau agar anak-anaknya tidak usah cape menggunakan tangga. Begitu lift terbuka terlihat pemandangan asri nan sejuk serta kolam renang dihadapannya.

"Aku bikin kolam renang diatas, bagus ga?" Tanya Kay namun istrinya hanya diam dan memandangi kearah sekitar. Kini Kay menarik tangan Kiran kearah sofa. Dia dudukan Kiran disana sementara dirinya berlutut didepan Kiran.

"Maaf buat semua perbuatan aku ke kamu. Aku janji ga akan kaya gitu lagi. Aku mau jadi suami yang bener buat kamu."

"Makasih Kay, makasih..."

"Ga boleh ada air mata dirumah ini." Kay lagi-lagi mengusap pelan air mata Kiran yang tak mau berhenti. Kiran hanya bisa memeluk suaminya tanpa berkata-kata lagi. Dia bahagia sekarang.

"Rumahnya masih kosong sayang. Aku nunggu kamu. Aku pingin kamu yang isiin mau gimana. Aku cuman minta satu tempat. Dapur aku jangan diapa-apain." Kay membuat Kiran tersenyum dalam pelukannya.

"Aku sayang kamu.." Kiran sudah tak ragu mengecup bibir suaminya.

"Jadi..hari ini cape ga?ayo kita berburu furniture." Kay bersemangat. Kiran hanya mengangguk.

"Kalo kamu pingin dirubah catnya bilang aku sayang, sebulan ini sambil nunggu 40 hari anak kita, kita urusin rumah ya jadi kita bisa tinggal bareng berdua. Aku sengaja cari deket sini supaya kamu masih bisa main kerumah orang tua kamu."

"Kamu ga kuliah?"

"Aku bisa masuk lagi semester depan."

"Kamu udah terlalu banyak bolos."

"Ga papa yang penting endingnya selesai."

"Aku bakal ikut kamu kesana. Tinggal disana."

"Iya sayang tapi...sebelum kita ke Australia. Kita ke Bali gimana?Aku pingin ajak kamu ke Bali dulu. Disana juga ada rumah aku. Aku pingin tunjukin sama kamu. Itu milik kita."

"Kamu udah kaya pengusaha properti."

"Lumayan buat investasi.." Kay sambil tertawa kecil.

"Kay kita belum bisa ngapain-ngapain.."

"Emang aku mau ngapain?"Kay membuat Kiran mencubitnya.

"Aku ngerti butuh waktu buat kamu pulih. Kita pergi sama orang tua kamu mau?sama Rafi?dia suka pingin jalan-jalan kan?" Tawaran Kay disambut anggukan Kiran.

"Udah ya, udahan sedihnya." Kay menciumi kedua tangan Kiran lalu tersenyum memandangnya.

"Ayo belanja.."

"Oke. Kita belanja. Hari ini waktunya ibu negara ngabisin uang. Anggarannya udah ada kok." Kay berdiri dan meraih tangan Kiran. Mereka pun berjalan lagi menuju lift.

"Aku pingin ajak keluarga aku kesini."

"Iya sayang, kita isi dulu baru undang semua keluarga kita sekalian doain rumahnya."

***To Be Continue