"Iya, oke, udah cek hotel di Bali?, oke..., Pokoknya dalam keadaan apapun bawa anak saya pulang." Beberapa penggalan kalimat Kenan didengar seksama juga oleh Kiran. Rupanya belum ada kepastian bagaimana kabar Kay. Dia entah berada dimana sekarang dan yang pasti pertanyaan paling besar yang bersarang dikepala semua orang adalah tentang kondisinya. Apakah dia masih hidup?atau...dia memang menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat itu?.
"Gimana Mas?." Tanya Jesica.
"Katanya nama Kay emang ada sebagai salah satu penumpang di pesawat tapi nama yang sama juga terdaftar di Bandara Jogja. Hanya ada perbedaan waktu. Apa Kay bilang dia ke Jogja Ran?."
"Kay ga bilang ke Jogja Dad, dia cuman bilang dia ke Bali."
"Erik lagi coba selidiki rekam jejak Kay. Kita berdoa aja mudah-mudahan Kay ikut pesawat di Jogja." Ucapan Kenan membuat Kiran melihat ke arah jamnya.
"Harusnya dia hubungin aku Dad, harusnya dia udah sampe sekarang. Aku bakalan jemput dia dad.." Kiran sekarang nekat berdiri. Dia tak bisa tinggal diam saja.
"Ran..Ran..tenang. Kita tunggu dulu."
"Aku ga bisa nunggu yah!! Aku bakalan jemput Kay sendiri!! Aku udah janji."
"Ran..Ran..tenang oke? Ada Dariel sama Jay di Bandara. Mereka pasti ngabarin kita kalo ada apa-apa. Daddy udah suruh orang buat nunggu di terminal kedatangan. Kalo bener dia ikut pesawat dari Jogja dia pasti muncul. Dia pasti ada."
"Aku pingin jemput...Daddy...." Kiran kini menangis lagi. Dia bahkan melemas. Badannya kini terduduk di karpet halus miliknya dekat sofa. Arbi menatap kearah Kenan tapi Kenan jelas tak mengijinkannya. Dia tak mau Kiran berada di tempat yang tak pasti bahwa Kay berada disana. Jika Kiran berada disana pun kemungkinan dia akan terprovokasi oleh para anggota keluarga yang juga sama sedang menunggu kabar tentang korban jatuhnya pesawat itu.
"Buna..." Keyla diam-diam mengintip dan kini berlari kearah ibunya. Kiran sampai lupa anaknya ada disana. Kini yang bisa dia lakukan hanya mendekap anaknya sambil bersedih.
"Buna napa?" Tanya Keyla dengan suara imutnya. Matanya melihat ke arah Kiran.
"Doain ayah Kay ya sayang..." Marsha mengusap pelan rambut Keyla.
"Yayah Kay pulang Oma.." Keyla berseri saat mengingat bahwa jika ayahnya pulang mereka akan melihat ikan. Telepon berdering lagi Kenan mengangkatnya. Dia sengaja menekan fitur loud speaker agar anggota keluarga yang lain bisa mendengarkan.
- Ada kabar baru apa?
- Dari rekam jejaknya saya menemukan jika Kay kemarin malam pergi menggunakan bis ke Jogja. Lalu dia sempat menginap disalah satu hotel semalam pak. Hanya saja...Kay juga diketahui membeli tiket bis untuk kembali ke Bali jadi...sedikit masih abu-abu apakah Kay ikut pesawat di Bali atau Jogja.
- Coba liat kapan terakhir dia check out dengan keberangkatan bis, bandingkan juga dengan keberangkatan pesawat di keduanya. Mana yang lebih mendekati?.
- Sebentar pak.
Erik membuat hening sejenak. Mereka masih penasaran dengan perjalanan Kay yang membingungkan. Sebenarnya anaknya itu sedang apa?. Kemana saja dia?.
- Saya sudah analisa pak, kemungkinan Kay berangkat dari Jogja pak.
Suara Erik dengan yakin.
- Saya ga mau tahu gimana caranya dapetin rekaman CCTV bandara dan liat keberadaan Kay.
- Siap pak.
Erik dengan sigap. Kini panggilan berakhir.
"Kamu denger sendirikan Ran?masih ada kemungkinan terbaik buat Kay." Kenan membawa angin sejuk bagi Kiran. Meskipun itu belum jawaban yang pasti tapi setidaknya ada harapan kecil jika Kay masih hidup.
"Udah ya..kita doain aja kalo bener Kay ikut pesawat di Jogja." Arbi sambil mengusap-usap punggung anaknya.
"Yayah Kay.." Keyla mengulangi panggilannya. Ketika ada orang yang menyebut nama Kay maka Keyla otomatis menyebut nama itu dengan versinya.
"Matanya masih sakit sayang?" Kiran jadi teringat lagi akan keluhan Keyla. Anak itu mengangguk. Kiran kini menghapus air matanya agar tak terlihat seperti terus menangis. Dia menarik dagu Keyla. Dengan seksama dia memperhatikan matanya.
"Bunda kasih salep lagi ya sayang tapi jangan dihapus terus."
"Gatel.."
"Iya tahan sayang.."
"Besok biar ayah yang bawa ke dokter." Arbi tak tega melihat cucunya kesakitan.
"Nih salepnya." Marsha memberikan salep dan cotton bud pada Kiran. Kini Keyla terbaring dalam lengan Kiran. Dengan perlahan Kiran memberikan salep di benjolan mata yang juga belum terlihat mengecil.
"Keyla, ke dokternya ngin ama yayah Kay." Keyla membuat permintaan. Kiran sedih lagi.
"Iya, kita pergi sama ayah Kay."
"Dah itu, kita..liat ikan..." Keyla lagi-lagi menagih janji ayahnya. Kiran tak mungkin bisa menahannya lagi. Air matanya kembali turun.
"Buna, napa nangis terus?"
"Bunda..kangen ayah.." Kiran dengan suara tangis tertahannya.
"Keyla uga."
"Sabar ya sayang, ayah pasti pulang." Kenan tetap optimis dari tadi. Dia yakin anaknya masih hidup tentunya setelah mendengar rekam jejak Kay yang diceritakan Erik tadi. Meskipun masih ada kemungkinan kecil jika Kay ternyata ikut pesawat di Bali.
"Apa, Ama nangis juga, Ama kangen Yayah?"
"Iya..Ama kangen sama ayah Kay."
"Semua...kangen Yayah." Keyla membuat lingkaran besar dengan tangannya. Dia belum mengerti kenapa semua orang mendadak merindukan Kay. Kiran pun masih bingung untuk menjelaskan bagaimana kondisi yang tejadi pada Kay. Dia benar-benar belum siap untuk mengabarkan berita yang menyedihkan pada Keyla. Suara bel berbunyi. Pembantu dirumah langsung membuka. Itu Dariel dan Jay. Dariel kini berjalan ke ruangan dimana semua orang masih berkumpul sementara Jay mencari Zidan.
"Gimana?"
"Udah ada beberapa korban dad yang ditemukan cuman tadi masih diidentifikasi. Petugasnya bilang kalo ada perkembangan nanti bakalan dikabarin. Bisa jadi juga mereka membutuhkan DNA Daddy dan mommy." Ucapan Dariel membuat Jesica jadi enggan untuk pergi ke Bandara. Dia tak mau sampai mendengar petugas membutuhkan DNA-nya. Jika itu sampai terjadi dapat dipastikan Kay menjadi korban. Jesica menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Engga, ga akan." Kenan berbisik. Dia seakan tahu apa yang dipikirkan istrinya. Dia tahu ada ketakutan yang teramat sangat di hati Jesica. Meskipun kabar dari Erik merupakan kabar baik tapi nyatanya itu belum bisa menenangkan Jesica. Sepertinya Jesica akan benar-benar tenang jika sudah melihat rupa Kay. Dia akan tenang saat wajah tampan anaknya itu ada di depan matanya.
"Abang...." Teriak Kris dengan cukup Keras. Tunggu dulu, tadi Kris bilang apa?Abang?. Semua sontak terkejut dengan panggilan itu. Jay padahal sudah masuk, tak mungkin Kris telat menyambut. Tak ada orang lain disana. Apakah Kris sedang menggunakan kemampuannya yang bisa melihat hal-hal seperti itu atau dia benar-benar melihat sosok Abang yang dipikirkan semua orang?.
***To be continue