Marsha, Jesica dan Arbi hanya bisa pasrah saat Dokter menyarankan untuk segera dilakukan operasi Caesar pada Kiran. Hal itu dilakukan untuk mengeluarkan kedua bayinya yang telah tiada. Sebelum tindakan itu dilakukan Dokter mengatakan apa yang terjadi dengan kandungan Kiran. Diketahui faktor yang menjadi penyebab adalah twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS). Mereka bertiga lemas tak berdaya dengan hanya mendengar itu apalagi perasaan Kiran dan Kay. Kedua orang tua itu hanya mampu saling menguatkan sementara Kenan sejak tadi belum bisa dihubungi. Pikiran Jesica kini menerawang kepada sang anak Kay. Entah bagaimana nanti perasaan anaknya itu ketika ketika tahu bahwa buah hatinya telah tiada. Apakah anaknya itu akan kuat?. Mereka bertiga hanya terdiam sunyi sekarang sambil menunggu operasi selesai. Sesekali Marsha menghapus air matanya yang terus saja turun meskipun dia telah berusaha dengan sekeras tenaga untuk menahannya. Bagaimana bisa dia menguatkan Kiran saat dirinya pun terpukul dengan kehilangan dua cucu kembarnya bahkan sampai saat ini pun Marsha tak tahu apakah Kiran mengetahui apa yang terjadi dengan bayinya atau tidak. Pintu terbuka pertanda operasi selesai namun tak ada suara tangisan bayi disana seperti kebanyakan orang yang melahirkan. Sang suster memberikan kesempatan untuk keluarganya melihat bayi kembar Kiran yang sudah jelas terbentuk. Tangannya, kakinya, wajahnya. Semuanya sudah lengkap. Marsha menangis begitupun Jesica yang seperti merasakan kehilangan anaknya sendiri. Dia tak menyangka jika hari ini akan terjadi. Kecurigaannya di mobil kini mendapatkan jawaban yang menyakitkan. Marsha mendekati Kiran mendekapnya erat saat Kiran melihat dengan jelas kedua anaknya. Kedua anaknya yang baru saja dia lahirkan tadi. Dengan memeluk anaknya Kiran berharap akan ada keajaiban tapi nyatanya anaknya tetap tak bergerak. Mereka hanya diam mematung dengan wajah malaikatnya. Air matanya turun deras tak terbendung. Setelah beberapa menit berlalu barulah Kenan datang dan siapa sangka Kay masih sempat dia jemput.
"Bayi aku udah lahir mom?" Tanya Kay yang tak tahu apa yang terjadi sampai Arbi menahan dirinya. Menceritakan apa yang terjadi dengan penuh kehati-hatian. Kay lemas. Lututnya seperti tak memiliki tulang. Kini dia bersimpuh dilantai secara otomatis dengan tatapan nanar dan pikiran entah kemana. Dia Menangis sejadi-jadinya. Kay menggeleng-gelengkan kepalanya seolah menandakan ini tidak mungkin terjadi. Bagaimana bisa?semuanya baik-baik saja kemarin bahkan tadi pagi pun terasa baik. Kenan menghampiri anaknya seakan ingin memberi kekuatan tapi rasanya itu tak akan berhasil. Jelas Kay tak mungkin kuat menghadapi ini. Dia syok, dia sedih, dia tak bisa menyembunyikan rasa kehilangannya. Kehilangan yang sangat-sangat teramat dalam. Bukan hanya satu tapi keduanya kini hilang. Anak yang sangat dinantikannya kini pergi, padahal baru tadi pagi dia mengucapkan salam perpisahan pada anaknya. Kay masih ingat tadi itu dia mengatakan akan bertemu dengan anaknya tapi...bukan dengan cara ini dia ingin bertemu. Dia menekuk lututnya menyembunyikan kepalanya dan menangis seperti anak kecil.
"Bang..." Jesica ikut mendekap anaknya. Dia memeluknya dengan erat. Hanya ini yang bisa mereka lakukan. Melihat ada Jesica, Kenan mulai beranjak ketempat dimana dua cucunya berada. Seperti yang dikatakan Kiran. Bibir salah satu anaknya begitu mirip dengan Kay atau bahkan wajahnya pun mirip. Kenan mengais bayi itu dan tentu saja air matanya sedikit jatuh. Kehilangan bayi tak pernah terlintas sedikitpun dibenaknya. Hampir kehilangan Jesica saja dia rasanya sudah tak ingin hidup apalagi kehilangan darah dagingnya sendiri. Arbi menggendong cucunya yang berjenis kelamin perempuan. Mereka membawanya kehadapan Kay. Bukan untuk membuatnya semakin sedih dan terisak tapi agar Kay bisa melihat bayi kembarnya untuk terakhir kali. Dengan sisa tenaganya Kay menggendong keduanya. Mendekapnya penuh kasih sayang sambil menangis tersedu-sedu. Impiannya menjadi seorang ayah kini sirna sudah. Keyra dan Keyza anak kembarnya kini telah pergi kehadapan sang pencipta.
***
Malam itu juga Kay menguburkan kedua buah hatinya dipemakaman keluarganya tepat disamping opa dan omanya dimakamkan dulu. Hal ini tentu sudah hasil diskusi keluarga Arbi dan Kenan. Kiran tak bisa ikut akibat kondisinya yang masih lemas pasca operasi. Dia ditemani Marsha di rumah sakit. Kay menguburkan sendiri anak-anaknya. Dia mengadzani sendiri dengan suara bergetar dan terdengar pilu bahkan dia tak kuasa untuk naik dari liang lahat anaknyam Semua keluarganya yang hadir disana pun tak luput dari kesedihan dan ikut meneteskan air mata saat saudara, anak, cucu, dan keponakan mereka menyatu dengan tanah yang semakin lama semakin mengubur keduanya. Kay membungkuk seperti orang rukuk dalam sholatnya. Dia masih saja menangis. Menahan setiap gejolak di dalam dadanya yang semakin lama semakin membuatnya sesak. Dia tak percaya anaknya telah tiada.
"Udah bang..udah.." Kenan mengusap punggung anaknya namun Kay benar-benar tak mau berhenti dalam tangisannya. Dia benar-benar tak rela anaknya pergi. Mungkin ini jawaban perasaannya tadi pagi yang tak ingin meninggalkan Kiran sendiri. Seorang ustadz mulai memimpin doa untuk kedua bayi Kay dan Kiran. Dariel yang hadir disana ikut bersedih. Dengan adanya kejadian ini dia harus lebih ekstra memperhatikan kehamilan Ara sekarang apalagi sebentar lagi Ara juga akan masuk dalam proses persalinan dengan keadaan hamil kembar 3. Kay masih terduduk disana menaburkan bunga dan air dalam pusaran makam kedua anaknya. Memeluk erat nisan itu seakan itu adalah bayi-bayinya.
"Kita pulang Kay.."
"Sebentar lagi." Ucap Kay dengan sendu menjawab ajakan ayahnya. Banyak hal yang dia sesali. Bagaimana bisa dia tak ada disamping Kiran dalam masa-masa sulitnya? Bagaimana bisa dia tak tahu dengan kesakitan Kiran yang dirasakan sebelum dia pergi?bahkan sebelum kepergiannya jelas-jelas hubungan mereka belum benar-benar baik. Kay menyesal. Kay menyesal dengan sikapnya. Apakah ini hukuman atas semua sikapnya itu?apakah semua harus seperti ini?apakah dia pantas mendapatkannya?. Kay terus bertanya dalam hatinya atau menyalahkan diri tepatnya.
"Ayo bang, udah malem.." Kenan membantu Kay berdiri bersama Jay. Kay benar-benar lemah. Dia memberikan ciuman terakhirnya diatas nisan sebelum dia pergi. Sepanjang perjalanan pun dia hanya diam. Matanya yang lelah dan sembab tak henti memandang ke arah luar.
"Kita kerumah sakit." Kay dengan pelan. Dia ingin menemani Kiran sekarang. Biarkan mereka merasakan kesedihan bersama. Jay yang mengemudi menurut. Dia membawa kembarannya itu kerumah sakit dimana anaknya dilahirkan. Kay melihat Kiran tertidur sementara mertuanya itu tampak membacakan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk mendoakan cucunya.
"Biar aku yang jagain Ran, Bun.." Kay menarik kursi dan duduk dihadapan Kiran. Dia menarik tangannya. Menciumnya. Dia tak ingin meninggalkan Kiran sendiri sekarang.
"Maaf Ran...Maaf..." Kay berucap pelan takut membangunkan istrinya itu. Dia begitu merasa bersalah pada Kiran saat ini. Dia merasa kematian anaknya adalah kesalahannya. Kay menatap wajah Kiran yang melukiskan kesedihannnya, matanya tak kalah basah dengan miliknya. Tentu saja dia menangis. Bagaimanapun dia yang paling merasakan kehilangan itu. Bayi yang dikandungnya selama 8 bulan itu kini lenyap, hilang begitu saja tanpa ada apapun yang tersisa. Kay kini mengusap pelan rambut Kiran. Begitu banyak kesakitan yang dia korbankan hari ini hanya untuk melahirkan kedua anak kembarnya yang telah meninggal dunia. Selamat jalan Keyra Sabier Adelard Seazon dan Keyza Sabier Adelard Seazon. Semoga kalian tenang di surga.
***To be continue