Dariel berjalan masuk lagi dan menemui keempat orangtuanya yang sedang mengobrol seurius. Mata Dariel layu tapi perasaanya sudah jauh lebih tenang. Dia kini duduk ditempat sebelumnya.
"Udah ga usah dipikirin lagi. Kalo itu udah jadi keputusan kamu, pilihan kamu dan kamu pikir ini yang terbaik bapak support. Mereka yang nyesel sendiri." Pak Stefan mengusap pelan punggung Dariel.
"Iya pak, makasih.."
"Seperti kata kamu, kamu udah bahagia sama keluarga kamu, ya udah fokus aja sama mereka sekarang."
"Iya bu Dariel ga akan mikirin lagi."
"Sabar, terus doain aja. Kasian Riel, gimana pun itu ibu kamu."
"Iya Bu, Dariel doain."
"Ya udah, bapak sama ibu pulang ya."
"Rena...ayo pulang yuk.." Panggil Tante Vani. Tidak lama Rena datang bersama Kris.
"Kakak Lena jangan dibawa pulang pak.." Kris dengan wajah cemberutnya. Uh...dia menggemaskan sekali saat membujuk.
"Kenapa kakak Rena ga boleh pulang?" Jesica menghampiri anaknya yang masih memegangi tangan Rena.
"Klis lagi main sama kakak Lena mom. Kakak Lena jangan pulang.." Kris merengek.
"Nanti kakak Rena ibu bawa main lagi kesini ya. Udah mau malem sayang."
"Jangan Bu, nginep aja disini." Kris memaksa.
"Kris, kasian kakak Renanya cape, nanti main lagi ya." Bujuk Jesica.
"Nanti kakak main lagi Kris.." Rena kini ikut membujuk dengan memberikan rangkulan di bahunya.
"Ga mau, kakak Lena disini aja.."
"Mulai deh, sini daddy gendong, kita anterin kakak Renanya kedepan aja yuk." Kenan langsung menggendong anaknya yang akan menangis. Kris kalau sudah menemukan temannya pasti tak mau berpisah.
"Kalo engga nanti Kris main ya kerumah Rena, Kris yang nginep." Pak Stefan mencoba meredam rengekan Kris. Mereka kini berjalan mengantar keluarga pak Stefan ke mobilnya sementara Kris melihatnya dengan sedih, teman bermainnya itu kini pergi. Rena melambaikan tangannya dari dalam saat mobil perlahan keluar dari pagar membuat Kris menangis.
"Udah jangan nangis, nanti main lagi. Kris juga harus istirahat besok kan sekolah lagi." Jesica menghapus air mata Kris.
"Dariel juga pamit ya dad, mom.."
"Ga makan dulu?"
"Engga mom, kasian Ara ngurusin Triplets sendiri. Bi Inah pasti udah pulang."
"Ya udah hati-hati ya, salam buat Ara."
"Iya mom. Dariel pamit ya.."
"Pulang darisini jangan dipikir lagi. Awas ya Daddy dapet kabar dari Ara kamu sedih-sedih lagi."
"Iya dad engga. Assalamualaikum..." Dariel menyalami kedua mertuanya lalu berjalan keluar pagar karena mobilnya terparkir diluar.
"Mas emang the best ga perlu aku suruh udah dipanggil semuanya. Tahu aja mau aku apa."
"Iyalah itu namanya kita udah soulmate.." Kenan membuat Jesica tertawa kecil.
"Ya udah kita masuk, kasian Kris dingin." Jesica merangkul Kenan sambil melihat putra kecilnya yang masih menangis kecil. Dasar anak manja.
"Berarti kemungkinan ayahnya Dariel waktu dia datang tahu kalo Dariel itu anaknya." Jesica mulai berpikir sejak mendengar cerita ibu kandung Dariel tadi.
"Kemungkinan sih iya, pastilah ibunya itu bilang nama anaknya."
"Tega banget udah tahu malah dibiarin. Jadi bingung siapa yang jahat. Udah kaya sinetron aja.."
"Dua-duanya aja ga bener. Pingin enaknya tapi ngurus anak ga mau. Eh ngomong-ngomong...jadi inget sinetron kesukaan Mas pasti udah main nih.."
"Apaan sih Mas, bapak-bapak suka sinetron. Mandi Mas..." Jesica tersenyum melihat tingkah Kenan yang langsung mencari remote saat sampai di kamar.
"Rame sayang, cobain deh nonton."
"Iya-iya nanti nonton deh, namanya ganti aja sekarang bukan Mas Kenan lagi tapi jadi Mas Aldebaran." Jesica meledek membuat Kenan senyum sendiri.
"Kalo ini Mas Kris nih.." Kenan mendekap anaknya yang sudah mereda dari tangisannya karena mendengar obrolan orang tuanya.
****
Dariel memakirkan mobilnya dengan rapi lalu turun keluar dan membawa semua titipan Ara.
"Pak.."
"Iya tuan."
"Nih makan sama Pak Budi supaya tambah semangat jaga malemnya."
"Makasih pak.."
"Iya sama-sama.." Dariel tersenyum kemudian bergegas masuk. Dia mengucap salam sambil berjalan lebih ke dalam untuk menemui Ara dan ketiga anaknya yang kini ada diruang tengah.
"Tuh papi tuh, lama banget.." Ara memperlihat Karin yang ada di pangkuannya ke arah Dariel.
"Maaf sayang, ngantri nunggu ayamnya.." Dariel meletakkan bawaanya dimeja lalu duduk disamping Ara.
"Cuci tangan sama cuci muka dulu sana sebelum gendong Karin."
"Iya..." Dariel berdiri lagi dan melakukan apa yang diperintahkan Istrinya. Dia juga melepaskan dasi dan membuka dua kancing kemejanya.
"Anak papi, makin gede makin cantik.." Dariel mencium pipi Karin gemas sementara Ravin dan Davin hanya memperhatikan dari baby bouncernya. Ara mengambil gelas dan piring lalu membuka semua belanjaan Dariel.
"Pingin ya, anak papi pingin makan?nanti sayang minta mami..."
"Ngobrolin kerjaan lama banget, itu mah sama aja nyuruh Abang lembur."
"Ternyata bukan ngobrolin kerjaan sayang."
"Terus apa?"
"Ada ibu datang kerumah Daddy."
"Ibu?kenapa ibu ga kesini ya?biasanya rutin seminggu pasti aja ada bantu aku."
"Bukan ibu Vani, maksud Abang tuh ibu kandung Abang datang." Jawaban Dariel membuat Ara langsung menghentikan tangannya yang sedang membuka bungkusan nasi. Kini Ara langsung duduk disamping suaminya lagi.
"Abang seurius?"
"Serius. Abang juga kaget."
"Kok aku ga dikasih tahu Daddy?"
"Kamu kan ada Triplets."
"Terus-terus gimana?"
"Ya..intinya ibu minta maaf dan ternyata selama ini dia tahu kalo Nayla kerja di kantor Abang."
"Gitu aja?"
"Iya gitu aja cuman ya Abang udah ga mau ambil pusing. Abang milih kita hidup masing-masing aja, bukan ga mau tahu tapi ya udah... yang udah berlalu biarin aja berlalu."
"Bang..." Ara memegang lengan Dariel.
"Itukan ibunya Abang, Abang kan selalu pingin ngobrol sama dia." Tambah Ara dengan wajah seuriusnya.
"Iya Abang tahu tapi kalo sekarang Abang ikut-ikutan dikeluarganya lagi, terus suaminya marah nanti malah tambah kacau. Mending udah masing-masing aja. Abang tahu ibu seneng begitupun ibu tahu Abang seneng. Kamu ga usah pikirin lagi sayang, Abang tuh pingin fokus sama kamu, ngurusin Ravindra, sama Davindra dan si cantik Karindra.." Dariel mencium lagi anaknya sementara Ara belum membalas ucapan Dariel.
"Abang ga mau ngelakuin kesalahan. Segini aja Abang udah seneng. Abang tuh ga lupa sayang, Abang cuman membatasi aja sampai sejauh mana hubungan kita boleh saling tahu. Abang ga mau keluarga Abang diganggu-ganggu nanti. Abang pingin sama kamu aja, ga ada jaminan Abang deket sama mereka jadi lebih bahagia." Dariel mencoba menghilangkan kekhawatiran Ara.
"Kamu tuh bidadari yang udah nyelamatin abang, ini malaikat-malaikat kecilnya jadi mana bisa digantiin sama siapapun." Dariel sedikit menggombal membuat Ara tersipu. Rasanya kembali ke jaman pacaran.
"Apaan sih, aneh dengernya."
"Kok aneh?orang bener juga. Makasih sayang." Dariel mengecup bibir Ara.
"Makasih udah jadi bagian hidup Abang."
"Aku ga akan bikin Abang marah lagi.." Ara kemudian mengecup kembali bibir Dariel.
"Pulang-pulang romantis gini, ada maunya ya?" Canda Ara.
"Iya mau makan."
"Abang belum makan?ya udah aku piringin deh.." Ara segera kembali membuka makanannya. Rupanya ada yang sama laparnya dengan dirinya.
"Nanti aja sayang, kamu dulu. Daritadi pasti cape jagain Triplets belum lagi nungguin Abang bawa makan lama, tadi aja kayanya udah ileran liat ayam bakarnya."
"Habis harumnya enak sih."
"Ya udah kamu makan, sekarang giliran Abang jagain Triplets."
"Aku suapin aja supaya makannya bareng-bareng.."
"Uuh...mami mau suapin papi, romantis nih pasti ada maunya.." Dariel mengucapkan hal yang sama dengan memandang Karin karena tahu Ara pasti melihat kearahnya. Anaknya itu hanya mejulurkan lidah dan membuka mulutnya seolah ingin ikut makan bersama kedua orang tuanya.
***To Be Continue
Masih penasaran sama Martin, nanti aja ya..di keep dulu ahaha Biar Daddy Kenan yang balesin.
Don't forget leave comment and vote ya