Kay menunggu panggilannya tersambung diluar. Mobilnya dia parkirkan disebuah rumah dengan pagar hitam yang lumayan tinggi.
- Halo..
- Aku udah didepan.
- Hah??
- Kita kan udah janjian mau pergi.
- Kamu seurius?
- Kalo ga percaya liat aja.
Kay menantang dan tak ada jawaban dari balik telepon. Cukup lama Kay menunggu akhirnya ada seseorang yang terlihat keluar dari pagar, Kay pun keluar dari mobilnya.
"Kaget ga?" Tanya Kay senyum-senyum.
"Engga, udah tahu kamu orangnya nekat."
"Ya udah masuk." Kay membukakan pintu mobil untuk Kiran dan setelah itu mereka pun pergi.
"Tahu darimana?"
"Ada deh."
"Pasti tanya-tanya orang."
"Ya pokoknya gimana pun caranya supaya ketemu kamu."
"Mau kemana?"
"Aku bilangkan aku pingin ngajak kamu nonton, fotobox sama makan malam romantis."
"Padahal aku belum setuju sama semuanya."
"Udah ikut aja, aku ga akan macem-macem kok, ya cantik?. Kay melihat yang sesekali melihat ke arah Kiran saat berbicara.
"Apaan sih.." Kiran tampak tersipu.
"Aku bakalan ceritain semuanya supaya kamu ga salah paham."
"Tapi aku belum tentu seratus persen percaya, kamu bisa aja bohongkan."
"Terserah kamu mau percaya engga."
"Aku udah punya pacar kamu ga boleh ngajak aku sembarangan jalan."
"Bohong, aku tahu kamu engga punya dan kalo pun punya aku ga peduli." Kay dengan segala kenekatannya mencoba mendekati Kiran. Hari itu Kay menjelaskan kejadian yang sebenarnya terjadi tentang Sachi pada Kiran berharap dia percaya dan tak menjauhinya sementara itu dilain tempat Ara menemui orang tuanya yang sedang menonton di ruang tengah.
"Dad..." Ara menyerahkan selembar kertas.
"Apa ini?" Kenan menarik kertas milik Ara dan membacanya.
"Kamu mau sidang?"
"Iya Minggu depan doain ya tapi ada yang harus dibayar Dad.."
"Coba aku liat Mas.."
"Wih hebat anak Daddy tahu-tahu sidang aja."
"Iya dong."
"Daddy datang?"
"Jangan ah ga mau, nanti aja pas wisuda, Daddy suka heboh."
"Lumayan juga nih biayanya..." Jesica melihat isi lembaran itu.
"Aku juga pingin bikin baju dong dad buat wisuda."
"Sama mommy aja ngurusin kaya gitu."
"Kan uangnya dari Daddy."
"Udah Daddy kasihin ke mommy.."
"Dad..."
"Hm.."
"Aku ga mau sekolah lagi ya.."
"Kenapa sih?padahal Daddy udah mikirin kampus yang cocok buat kamu."
"Aku udah ga ada feel aja dad, aku pingin kerja..."
"Udahlah Mas, ga papa Ara pingin kerja. Bisa bantu-bantu Mas di kantor juga."
"Tapi..."
"Kalo sekarang kita maksain Ara sekolah, anaknya ga seneng Mas, malah susah lulus lagi nanti."
"Emang kakak udah yakin sama keputusan kerja?"
"Udah dad.."
"Pikirin baik-baik Kak."
"Iya aku udah pikirin dad.."
"Mas, sekalian Ara belajar dewasa, belajar nyimpen uang. Gaji dia bisa dia simpen sendiri, kelola sendiri." Jesica ikut membujuk Kenan.
"Kamu udah janjian ya sama Ara?"
"Engga Mas, ini kan pendapat aku."
"Ya udah, nanti Daddy cariin posisinya. Kamu fokus beresin sidang sampe wisuda. Kalo kamu main-main soal kerja juga Daddy sekolahin lagi." Perkataan Kenan membuat Ara tersenyum.
"Iya Dad, aku ga main-main kok. Makasih Dady makasih mommy." Ara mencium pipi kedua orang.
***
"Jadi gitu ceritanya, aku sama sekali ga tahu apa-apa. Mereka yang jahat." Kay langsung meminum air disampingnya setelah selesai bercerita.
"Itu tuh karma karena kamu sering mainin cewek."
"Iya aku udah kapok, makannya aku berhenti apalagi setelah ketemu kamu."
"Ah..gombal doang."
"Beneran, aku buktiin asal kamu kasih aku kesempatan."
"Aku ga minat jadi pacar kamu."
"Aku yang minat."
"Kenapa?kasih aku alasan supaya aku juga minat."
"Karena cuman sama kamu aku mau berubah dan kamu boleh ninggalin aku kalo aku bohong, aku nakal lagi."
"Kalo aku ninggalin kamu nanti kamu ngejar aku lagi, maksa aku, nekat. Aku ga suka ya cowok kaya gitu."
"Iya aku ga akan kaya gitu, aku janji. Ya cantik...jangan jutek-jutek." Perkataan Kay belum Kiran balas sepetinya dia masih berpikir apa perkataan Kay bisa dipercaya atau tidak.
"Eh ngomong-ngomong yang ini bagus fotonya..." Kay tak henti memandang hasil fotonya dengan Kiran.
"Apaan engga, disitu muka akunya jelek."
"Muka kamu ga ada yang jelek, ngegemesin semua."
"Masa?"
"Iya, aku taro di dompet nih semua." Kay lalu mengeluarkan dompetnya dan meletakkan foto kebersamaan mereka.
"Itu siapa?"
"Jangan salah paham, ini kakak aku, ini mommy aku."
"Mommy kamu keliatan masih muda."
"Iya, makannya Daddy aku suka cemburuan dan kayanya bakalan nurun ke aku kalo aku pacarnya kamu." Goda Kay lagi.
"Kamu cemburu kalo cewek kamu ngapain?"
"Deket sama cowok lain."
"Kok gitu ? kali aja cowok itu temennya."
"Cowok sama cewek tuh ga bisa temenan pasti aja salah satunya ada yang suka."
"Kata siapa, bisa aja kok."
"Kamu temennya banyak cowok ya?"
"Engga juga, cuma nanya aja. Kamu pasti mantannya banyak."
"Hm...berapa ya?"
"Tuh kan sampe lupa atau udah ga bisa di itung?"
"Ya kan dulu, sekarang engga. Aku tahu mantan kamu siapa."
"Ih kamu ngapain sih cari tahu sampe segitunya?"
"Habis kamu jutek mulu kalo aku tanya jadi aja aku cari tahu sendiri."
"Mulai sekarang jangan."
"Kenapa?"
"Aku bakalan jawab kalo kamu nanya."
"Nah gitu dong. Kalo gitu aku nanya suka sama aku ga?"
"Engga." Kiran dengan cepat.
"Bukan engga kali tapi belum." Kay tetap tenang meski mendapatkan jawaban yang kurang memuaskan tapi perkataan Kay justru membuat Kiran tertawa kecil.
"Kenapa sih kalo aku ngomong kadang kamu suka ketawa?"
"Lucu aja, kamu tuh orangnya PD banget."
"Iya sih banyak orang yang bilang gitu tapi aku seneng kalo bisa bikin kamu ketawa."
"Rumah kamu dimana?"
"Nanti aku ajakin kamu ke rumah."
"Ngapain?"
"Biar aku kenalin sama mommy aku."
"Buat apa?"
"Ya ga papa, aku pingin kenalin kamu aja. Kamu bakalan jadi cewek pertama yang aku kenalin ke mommy."
"Engga ah malu."
"Kenapa malu?"
"Ya siapa aku."
"Calon pacar aku." Kay tetap ngotot dengan kata itu.
"Aku pingin lem mulut kamu tahu ga karena kamu ngomong gitu terus."
"Aku bakalan pasrah kalo kamu lakuin itu, Aku masih bisa pake tangan aku buat nulis Kiran calon pacar Kay."
"Besok-besok panggil aku Ran aja."
"Ga mau."
"Kenapa?"
"Aku pingin panggil kamu sayang."
"Aku yang ga pingin." Kiran seolah tak pernah kehabisan kata dalam membalas perkataan Kay.
"Ran...aku seurius." Kay kini menggenggam tangan Kiran yang ada di mejanya.
"Aku pingin kenal kamu, aku ga akan main-main."
"Aku emang ga seurius?aku tuh ga kaya kamu yang bisa jatuh cinta cuman dalam hitungan hari. Aku butuh waktu buat tahu kamu tuh beneran suka ga?beneran baik-baik ga."
"Iya, aku tahu. Aku bakalan ngasih waktu sebanyak yang kamu mau." Kay mengusap halus tangan Kiran yang masih dia genggam. Mungkinkah ini pertanda Kiran benar-benar memberi kesempatan?.
****To be continue