"Kalo gitu gabung aja. Mau ya..."
"Bang...abangkan pingin ngelamar Tiara nih. Tiara pasti seneng punya calon suami udah kerja." Jesica segera mengeluarkan jurus pamungkasnya dengan membawa nama Tiara.
"Aku pindah kesini buat Tiara, kalo aku kerja aku harus LDR lagi.."
"Sementara aja Bang.."
"Kalo gitu nikahin aku sama Tiara. Dia udah lulus aku juga udah lulus." Jay kali ini yang membujuk.
"Jangan tahun ini ya Bang, kemarin baru aja Kay nikah, bentar lagi Ran sama kakak mau lahiran. Nunggu semuanya selesai satu-satu ya. Mommy janji bakala nganter Abang ngelamar Tiara. Kan Abang bilang waktu itu pingin tunangan dulu. Sekarang Abang kerja sambil buktiin sama Tiara kalo Abang udah mapan. Udah bisa jadi suami. Udah bisa nafkahin Tiara kalo nikah nanti, jadi...Tiaranya makin sayang, makin kesengsem sama Abang." Perkataan Jesica membuat Jay senyum-senyum sekarang. Ini respon yang bagus.
"Hari pertama Abang Kerja, hari perkenalan Abang, Daddy datang. Kalau sampe telinga Daddy denger orang yang ngomongin Abang. Daddy tendang dari SC."
"Iya aku mau tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Aku pingin sehari setelah wisuda aku Daddy sama mommy nemuin om Fahri sama Tante Dena."
"Iya pasti.." Jawab Kenan.
"Aku pingin mobil baru."
"Apalagi itu, pasti Daddy beliin."
"Aku juga pingin ruang kerja aku disamping kakak."
"Iya-iya itu bisa diatur. Udah ya jadi mau."
"Iya kalo ketiga syarat itu Daddy penuhin."
"Iya Abang, Daddy kasih yang Abang mau. Setelah semua urusan kuliah Abang selesai disini kita ke Jakarta." Kenan mengakhiri kesepakatannya dengan Jay. Akhirnya setelah perdebatan yang cukup alot. Jay mau untuk bekerja diperusahaan kakeknya.
***
Jesica menyambut kedatangan Dena dan Fahri berserta anak-anaknya sementara Dinda, James dan anaknya Tari sudah datang sejak sejam yang lalu. Jay sendiri melepas rindunya dengan Kris dengan bermain bersama. Dia tak henti mengajak bercanda dan mengikuti apa yang diperintahkan adiknya.
"Jay-nya diatas Ra, naik aja lagi sama Kris.."
"Iya Tante.." Tiara yang sudah tak familiar dengan rumah itu kini mulai menaiki anak tangga. Dia dapat mendengar suara teriakan Kris yang begitu keras.
"Halo Kris..." Sapa Tiara membuat anaknya terkejut. Dia kini bersembunyi dibelakang abangnya.
"Eh..kamu udah datang..." Jay berjalan menghampiri Tiara sementara Kris mengikutinya dibelakang.
"Kenapa?kok sembunyi?" Tanya Tiara sambil melihat ke arah Kris.
"Kris, ini kakak Tiara. Sini..." Jay menarik tangan adiknya tapi Kris masih tampak malu. Mereka pun kini duduk bertiga dengan Kris dalam dekapan Jay. Dia memeluk abangnya erat dengan menenggalamkan wajahnya di dada Jay namun sesekali dia melihat ke arah Tiara.
"Masih inget-inget dia.." Tiara gemas mencubit pipi Kris.
"Ke bawah sana Kris ada farel.."
"Disini.."Kris semakin mempererat pelukannya di pinggang Jay.
"Kenapa diusir sih bang?kasian.."
"Kamu kan mau ngomong."
"Baru juga datang udah di tembak aja.."
"Habis bikin penasaran, sebel deh.."
"Abang harus belajar sabar, Belajar menahan diri bang."
"Tuh malah diceramahin."
"Ini tuh dikasih tahu. Sekarang kalo aku ngomong Abang udah ga mau denger ya?"
"Engga-engga. Aku dengerin, maaf.."
"Terserah sih. Mau didengerin atau engga juga. Hak Abang." Tiara kini meraih Handphonenya.
"Eh...jadi ngambek. Maaf..."
"Engga. Aku ga ngambek. Ngapain juga bikin cape diri." Tiara kini bersandar dan mencoba mencari celah untuk menatap Kris seolah mengajak dirinya bermain. Kris tersenyum lalu bersembunyi lagi.
"Malu nih.." Ledek Tiara lagi sambil memandangi wajah Kris.
"Kris aja yang diajak main, aku engga."
"Kan udah gede."
"Ih...jangan cuekin aku.." Jay tak suka. Dia lebih merapat kearah Tiara. Kekasihnya itu hanya senyum-senyum.
"Kris liat kakak..." Tiara mengintip dibalik punggung Jay membuat anaknya tertawa.
"Hey..ini ada aku loh.."
"Iya tahu.."
"Ya..diajak ngobrol gitu.."
"Ada anak kecil bang, kalo kita ngobrol terus kelepasan ngobrol yang aneh-aneh, nanti dia tiru.."
"Aneh apa sih?kita ga pernah ngobrol yang aneh-aneh."
"Amnesia deh." Sindir Tiara. Selama berpacaran dengannya kebiasaan Jay yang suka bertanya hal yang diluar dugaan masih saja dia lakukan. Kadang membuat Tiara terkejut sendiri.
"Kris...ikut Daddy yuk, main tuh sama Farel sama Tari, mereka nyariin kamu." Kenan datang menghampiri putranya.
"Klis pingin jajan dad..."
"Iya ayo jajan..." Kenan memegang tangan Kris yang kecil. Kini mereka pun pergi meninggalkan Jay dan Tiara.
"Mau cerita apa sih?Hem?" Jay mencari kesempatan dengan melebarkan tangannya di kursi sofa lalu merangkul bahu Tiara.
"Aku...aku kayanya mau pindah bang.."
"Pindah?pindah gimana?"
"Aku waktu iseng masukin CV ke rumah sakit di Jakarta eh kepanggil."
"Kamu mau kerja?"
"Ya ... gitulah meskipun papah ga setuju tapi aku udah bilang aku pingin cari uang pake cara aku sendiri. Aku bukan ga mau urusin usaha papah tapi nanti pasti ada saatnya."
"Jadi kamu ke Jakarta?" Jay yang sebenarnya senang Tiara pindah, secara dia juga akan kembali ke kampung halamannya.
"Iya kayanya, maaf bukan maksud aku mainin Abang. Abang udah kesini tapi aku malah kesana."
"Ga papa Tiara, aku bakalan ikut kemana pun kamu pergi."
"Maksud Abang?"
"Kayanya kita emang berjodoh."
"Berjodoh maksudnya?"
"Aku juga bakalan pergi ke Jakarta."
"Bukannya Abang mau sekolah lagi?"
"Kayanya engga..."
"Kenapa? gara-gara aku ya?aku minta maaf. Aku ga mau ganggu sekolah Abang. Abang disini aja."
"Aku disuruh Daddy pulang, Daddy pingin aku gabung secepatnya di SC buat bantuin kakak."
"Abang yakin?"
"Awalnya engga tapi...." Jay segera mengerem mulutnya. Dia hampir saja keceplosan dengan syarat yang dia minta pada orang tuanya.
"Tapi apa?"
"Tapi kasian kakak. Kakak lagi hamil. Jadi ..kamu ga usah khawatir aku bakalan kesana juga."
"Minggu depan aku ada tesnya, mungkin aku bakalan kesana."
"Aku juga bakalan pulang ke Jakarta, nganterin kamu tes."
"Ga usah. Kalo Abang ada urusan disini, ga papa aku sendiri. Aku cuman 3 harian kok bang.."
"Aku pingin nemenin kamu. Lagian urusan Aku udah selesai. Lusa Aku sidang jadi pasti kesananya kosong, tinggal nunggu wisuda.."
"Kita bisa wisuda bareng dong?"
"Bisa. Aku kan pingin kita lulus bareng." Jay kali ini meraih tangan Tiara dan menciumnya.
"Bang... kita cobain yuk Abang pegang pisau.."
"Engga."
"Bang..belajar dong. Suatu saat nanti juga pasti bakal dihadepin sama situasi itu."
"Ga mau. Aku tuh masih takut..."
"Kan ada aku. Pelan-pelan aja bang. Liat dulu...baru pegang."
"Engga mau."
"Iya-iya aku ga maksa."
"Maaf Tiara aku belum siap.."
"Iya ga papa. Aku ngerti ini ga mudah.." Tiara memainkan rambut Jay.
"Aku janji bakalan aku coba tapi nanti ya."
"Kalo berhasil aku kasih hadiah."
"Hadiah?apa?"
"Ada deh.." Tiara senyum-senyum.
"Eh kok gitu lagi sih?"
"Ya kan nanti kalo dilakuin, kaya orang ulang tahun dikasihnya ya pas harinya."
"Dasar curang..."
"Kok curang?"
"Kamu suka pake jurus lain buat aku mau."
"Abang harus belajar berani. Taklukin pisau aja pasti bisa."
"Iya nanti aku tunjukkin." Ucap Jay yang entah kapan saat itu tiba. Saat dimana dia sudah tak memikirkan kenangan buruk dalam sebuah pisau.
***To Be Continue