webnovel

I'M NOT VILLAINESS

"Aku harus mengambil kembali gelarku." Teresa Elbourd, gadis penerus keluarga Count Elbourd menyaksikan ketidakadilan bagi keluarganya. Gelar 'Marquess' itu adalah penghargaan bagi keluarganya namun ternyata keluarga Count Oaniq yang mendapatkannya. Namun tidak disangka, gelar yang diberikan kaisar lebih dari yang diharapkan mereka dan justru mempertemukan Teresa dengan putra mahkota yaitu Brivon Triaz. Bagaimana kisah Teresa yang angkuh, Syica yang selalu iri, dan Brivon yang sedikit mengharapkan rasa pada Teresa?

dindanos_13 · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
4 Chs

KEKAISARAN TRIAZ

Sebuah kenyataan yang harus diterima dengan lapang dada. Sudah hampir satu minggu kabar dari kekaisaran tidak muncul untuk menaikkan gelar keluarga Elbourd. Teresa gelisah menunggu keputusan itu karena perjanjiannya akan berakhir dalam dua hari lagi. Perjanjian jika ayahnya tidak mendapat gelar itu, maka Teresa akan merebutnya dari Oaniq.

Tok, tok, tok.

"Tere, ini Ayah dan Ibu."

Teresa menghembuskan napasnya kemudian berjalan untuk membukakan pintu kamarnya. Terlihat mereka berpakaian rapi dan membawa koper mereka.

Ibunya bernama Alisha, ia memang jarang terlihat. Tidak biasanya mereka ke kamar Teresa serapi itu.

"Ada apa?" tanyanya.

Alisha masuk ke dalam kamar Teresa.

"Mana dayangmu? Kita bersiap pergi ke istana kaisar," ucap Alisha.

Teresa memasang wajah terkejutnya, "...apa?"

"Jika tidak ada yang mau dibawa, kita beli saja begitu sampai di pusat kota."

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba?" tanya Teresa penasaran.

Jeemy menarik kopernya. "Sudahlah kalau kau tidak akan ikut. Ayo, Lisha."

Teresa memegangi tangan ayahnya, "Ayah, tunggu dulu."

***

Pada akhirnya Teresa ikut ke imperial. Selama perjalanan dalam kereta kuda Teresa hanya berdiam diri. Alasannya dipanggil ke sana adalah ada urusan dan keluarga Elbourd dipanggil. Sepertinya ada hal mendesak yang membuat keluarga Elbourd dipanggil.

"Apa kaisar baik?" tanya Teresa tiba-tiba.

"Tentu saja. Beliau murah hati dan tidak sombong. Usianya sudah hampir tujuh puluh tahun, tapi ia masih sehat dan bugar," jawab Jeemy.

"Ada berapa istri?" tanya Teresa lagi. Ia sangat penasaran.

"Setahu Ibu ada tiga selir, namun masih ada permaisuri yang mendampingi kaisar. Selir kedua sudah mati karena serangan jantung. Selir kedua meninggalkan dua anak, sedangkan selir terakhir belum punya anak. Selir pertama? Dia hanya punya satu anak gadis tapi sudah menikah dengan pangeran dari kerajaan Alstone," jelas Alisha.

Teresa mengangguk paham.

Tidak terasa sudah sampai di pekarangan istana kaisar. Sangat luas seperti bayangan Teresa. Ia harus tetap menjaga ekspresi wajahnya agar tidak terkagum-kagum di depan orang kekaisaran karena itu akan membuatnya malu.

"Kita sudah sampai. Kaisar sudah menunggu keluarga Count Elbourd."

Teresa turun dan disusul kedua orang tuanya. Ia masih sibuk melihat sekelilingnya, para prajurit yang sedang berjaga di setiap sudut, prajurit yang sedang patroli, ada juga yang sedang berbincang dan bercanda tawa. Mereka merasa diperhatikan seseorang hingga akhirnya menatap Teresa yang tertangkap basah. Teresa berjalan cepat.

"Selamat sore, Count dan Countess Elbourd. Selamat datang kembali!" sapa kaisar yang bernama Kaisar Traiz.

Teresa memberikan salamnya. Di singgasana, kaisar dan permaisuri duduk bersampingan dan seorang pria yang berdiri sepertinya anak mereka yang terlihat seumuran dengan Teresa.

Cukup tampan.

"Kalian bisa beristirahat di paviliun utara, dekat sini. Tolong antarkan keluarga Elbourd ke kamarnya," ucap kaisar pada kepala istana kaisar, "Nona, siapa namamu?" tanyanya.

Teresa memberikan hormat. "Teresa, Yang Mulia."

"Ah...., sebentar lagi kau akan melakukan debutante, ya? Berapa umurmu?"

"Delapan belas tahun, Yang Mulia."

Permaisuri agak tersentak, "Oh, ya? Umur anak kami sama juga."

"Jangan menahan mereka terlalu lama, berikan mereka waktu untuk istirahat," celetuk anak kaisar, Putra Mahkota.

***

Malam ini keluarga Elbourd makan malam bersama keluarga kaisar. Mereka duduk berhadapan dan tentu saja di hadapan Teresa adalah putra mahkota. Mereka hanya saling bertatapan kemudian membuang muka bila bertemu pandang.

"Kalian pasti sudah tahu jika Raja Imazal memberikan gelar Marquess pada Count Oaniq karena ada yang sesuatu diketahui Count Oaniq saja. Salah satunya adalah sihir gelap yang digunakan Raja Imazal. Padahal pihak kekaisaran menyetujui gelar itu untuk Count Elbourd," ucap Kaisar.

Jeemy tertawa, "Tidak masalah bagiku. Hanya mungkin ini sedikit tidak adil."

Teresa menatap ayahnya, "Ayah tahu tidak adil, lalu kenapa ayah tidak mengajukan surat adikia?" tanyanya. Surat adikia adalah surat pernyataan ketidakadilan.

"Nona, tidak apa-apa. Gelar keluargamu bukan sebuah keburukan walaupun hanya sebatas Count," jawab Kaisar sambil tersenyum, "Persiapkan diri kalian, esok adalah pelantikan gelar yang akan dihadiri beberapa petinggi kerajaan."

"Selamat malam. Tuan Brivon, Nona Anjelie sudah menunggu," ujar dayang pribadinya.

Brivon Traiz adalah nama putra mahkota. Teresa baru mengetahuinya.

Brivon yang mendengar itu menghembuskan napasnya dengan malas.

"Saya pamit undur diri."

Sebelum Brivon pergi, Teresa sudah izin terlebih dahulu untuk meninggalkan ruang makan. Ia berjalan cepat menuju kamarnya. Tidak disangka, Brivon ternyata mengejar Teresa.

Brivon menahan tangan Teresa.

"...eh, Yang Mulia. Tolong lepaskan!" ucap Teresa sambil meronta.

Brivon menatapnya lekat-lekat. "Oh, kau bukannya mengurung diri karena gelar keluargamu itu?" tanyanya.

Teresa semakin memberontak. "Lepas, Yang Mulia!"

"Jawab dulu. Harga dirimu lumayan juga. Kau cocok dengan orang yang sama-sama memiliki gengsi tinggi."

"Bisakah lepaskan tangan Anda, Yang Mulia? Saya akan menjawabnya," Brivon melepaskan cengkraman tangannya, "Saya mengurung diri karena sedang merancang usaha permata. Saya mencari desa yang banyak pertambangan."

Walaupun hanya alibi, Teresa tetap akan menjalankan usahanya.

Brivon mengangguk paham, "Mau aku bantu? Aku tahu pedesaan tempat tambang terbaik tapi hanya sedikit orang yang tahu karena ada di pedalaman."

Teresa sedikit ragu, tapi akhirnya mengiyakan.

***