Eric bukannya tidak punya harga diri yang diam saja ketika semua teman menuduhnya sebagai pencuri. Eric juga bukanlah orang yang kuat sehingga dia diam saja saat dia dizalimi oleh majikannya.
Namun, yang bisa Eric lakukan hanyalah bertahan. Dia tidak ingin membuat onar di sekolahan karena takut keringanan biaya yang ia dapatkan akan dicabut. Eric juga tidak membantah majikannya karena takut dipecat.
Eric bisa menangis tersedu-sedu seperti saat ini hanya di depan papanya.
Tuan Reno yang bingung kenapa putranya tiba-tiba menangis itu langsung merangkak ke arah Eric. Tuan Reno masih duduk di lantai. Dia mendongak untuk melihat Eric yang tertunduk. Air mata Eric sudah berjatuhan dan membasahi celana yang dipakai Eric saat ini.
Tuan Reno yang melihat itu semakin tidak tega. Dia yakin pasti putranya jadi sesedih ini juga gara-gara dirinya.
"Eric~! Papa mohon maaf, Son!"
"Papa benar-benar sudah keterlaluan, waktu membuat onar di tempat kerja saya! Gara-gara papa, Eric jadi menerima gaji yang sedikit bulan ini!!" Eric berucap, kesal.
Tuan Reno memegang tangan putranya yang kini masih bersidekap.
"Ma-maafkan papa, Eric! Papa berencana memberitahumu tentang alasan kenapa papa berbuat seperti itu, tapi papa menunggu waktu yang tepat," elak Tuan Reno.
Namun, sejujurnya dia tidak ingin membahas apa pun, yang tentu saja akan membuat putranya sangat sedih.
"Lalu, kapan waktu yang tepat itu, Papa?" Eric memegang kedua lengan Tuan Reno, meminta penjelasan. Dia tidak habis pikir kenapa papanya bisa berubah begitu banyak.
"Apa papa lebih senang jika Eric menganalisa sendiri, tentang kenapa sikap papa berubah? Eric bahkan sempat berpikir jika papa itu lelah merawat saya, Pa. Papa benci pada Eric yang selalu menyusahkan. Jadi, papa mencari kebahagiaan lain dengan minuman-minuman keras, begitu?" tuduh Eric. Ia mengingat saat papanya hilang kendali dan terlihat seperti bukan papanya sendiri.
Tuan Reno tertunduk. Ia memegang kaki putranya, memohon pengampunan.
"Bukan begitu, Son! Perubahan sikap papa sama sekali tidak ada hubungannya dengan kamu. Kamu tidak salah apa pun, Son. Saya yang salah karena hilang kendali. Jadi, maafkan papa ya, Son?!"
"Terlambat, Papa!" Ericmenampilkan senyum masam. "Semua teman Eric di tempat kerja sudah terlanjur tahu dan mengecap papa sebagai lelaki yang suka mabuk-mabukkan," sambung Eric, sedih.
Karena kejadian waktu itu, semua temannya jadi tahu jika selama ini Eric tinggal dengan lelaki pemabuk. Mereka juga menuduh Eric sama buruk seperti kelakuan papanya.
"Papa benar-benar menyesal, My Son!" ucap Tuan Reno lagi. Entah sudah yang ke berapa kali, Tuan Reno mengucapkan kata maaf itu.