Tuan Reno berjalan gontai ke arah putranya, ia masih berada dalam pengaruh alkohol sepertinya.
"Eric! Kenapa kau pergi tanpa meninggalkan uang untukku, Son? Aku butuh uang untuk membeli minum, Son. Uangku sudah habis untuk membayar uang kontrakan kita," ucap Tuan Reno.
Eric terdiam. Ia bingung menghadapi sikap papanya yang berubah saat ini. Ternyata, uang juga dapat mengubah karakter seseorang. Eric tidak menemukan sosok papanya yang dulu lagi.
Seluruh mata tertuju pada Eric dan Tuan Reno saat ini.
Tanpa menunggu persetujuan putranya, Tuan Reno menarik paksa tas ransel yang masih bertengger di punggung Eric.
Tuan Reno mengeluarkan seluruh isi tas Eric. Ia menemukan beberapa uang lima puluh ribuan terselip di antara buku. Senyumnya mengembang.
"Ahahaha ... terima kasih, Eric-ku Sayang." Tuan Reno yang masih dalam pengaruh alkohol itu berucap.
Eric menahan lengan papanya.
"Jangan uang itu, Papa! Itu adalah uang untuk membayar biaya semester bulan ini," pinta Eric, memelas.
Tuan Reno mengibaskan tangan Eric begitu saja.
"Persetan dengan sekolahmu, Son! Lebih baik sekarang kau bekerja saja, tak perlu sekolah lagi, Son! Ingatlah, aku dulu bahkan meninggalkan semua kekayaanku hanya untuk dapat hidup bersamamu. Setidaknya, sekarang berkontribusilah untuk orang yang sudah merawatmu, Son?" racau Tuan Reno sambil melangkah keluar restoran.
Terkutuklah minuman setan yang bisa mengubah karakter seseorang itu.
Eric terduduk lemas di lantai. Ia tak dapat mengenal ayahnya lagi saat ini. Papanya benar-benar berubah. Kedua tangan Eric terkepal kuat.
"Kenapa, Pa? Kenapa Papa berubah sekejam itu? Aku lebih suka mempunyai papa yang sederhana seperti dulu!" gumam Eric.
Seperginya Tuan Reno dari tempat itu, banyak sekali yang bisik-bisik di belakang Eric.
"Eh? Itu siapanya Eric, ya?"
"Kalau tidak salah, Eric memanggil pemabuk itu dengan sebutan 'Papa' tadi."
"Kenapa Papa Eric bisa berbuat kekacauan di sini, ya? Bukankah itu memalukan?"
"Aku yakin bos tidak akan membiarkan Eric setelah ini!"
"Pasti bos akan memotong gajinya Eric"
"Atau lebih parahnya lagi, Eric akan dipecat?!"
"Mungkin saja."
***
Seusai meletakkan sepeda-nya di sebelah rumah, Eric bergegas memasuki rumah itu. Ia melihat sekeliling mencari keberadaan papanya. Namun, tak ada siapa pun. Rumah kontrakan sederhana ini masih sepi seperti biasanya.
"Papa!! Papa di mana?" teriak Eric mencari ke beberapa ruangan.
"Papa!" teriak Eric.
Eric berhenti saat berada di ujung dapur. Ia melihat ke luar jendela dapur dan menggeleng cepat.
"Tidak lagi. Aku sudah mencapai batas, tidak mungkin lagi mengelilingi rumah ini. Apalagi di luar gelap. Kalau ada hantu bagaimana?" Eric bermonolog.
Eric membanting tubuhnya di sofa jebol, hasil dikasih tetangga. Rasanya tulang kakinya begitu nyeri setelah seharian ini bekerja dan digaji tidak sesuai dengan perjanjian. Apalagi di sekolahan tadi terjadi sebuah tragedi, Eric difitnah mencuri hape temannya.
Bersambung ....