"Ada pelajaran tambahan, Papa." Rafael berbohong. Padahal, dia baru saja bangun karena tertidur di bawah pohon di pinggir jalan tadi. Saking lelah dan sakitnya, Rafael merebahkan diri di sembarang tempat.
"Jangan bohong!! Pelajaran tambahan apa? Ada apa dengan wajahmu ini, huh?!" Bentak Pak Reno sambil mencengkeram kedua rahang Rafael, membuat Rafael mengerang kesakitan.
"Benar, Papa. Ada pelajaran tambahan di sana."
"Pelajaran tambahan tentang berkelahi? Begitu ya?! Kamu masih sering berkelahi antar siswa?!" Pak Reno membentak kembali.
Pak Reno lah yang mengajari Rafael skill bertarung, tapi itu semua murni untuk membela diri jika Rafael di-bully. Pak Reno tidak mengajarkan berkelahi untuk membuat Rafael bertingkah sok, dan menantang teman-temannya untuk berkelahi seperti ini. Pak Reno berpikir begitu.
"Aku tidak berkelahi, Papa!"
"Kalau tidak berkelahi, lalu apa ya? Wajahmu babak belur, seragammu kotor dengan bekas sepatu. Anak sekolah mana yang berkelahi denganmu, ya?!" Nada suara Tuan Reno dingin.
Pak Reno sering dipanggil ke sekolah karena Rafael terlibat tawuran antar siswa. Tapi, Pak Reno. tidak menyangka jika perbuatan buruk anaknya terus berlanjut hingga sekarang. Pak Reno kecewa berat. Rafael bukan contoh yang baik untuk Eric jika terus nakal seperti itu, pikir Pak Reno.
"Aku sudah menjelaskannya berkali-kali. Aku tidak berkelahi dengan siswa lain! Kenapa ayah tidak percaya padaku?" Raphael berbicara dengan lembut. Dia pikir ayahnya akan mengerti bahkan jika Rafael tidak memberitahunya. Namun, ternyata Rafael salah.
Rafael tidak berani mengatakan jika yang menyakitinya adalah ayah dari sahabatnya. Bisa jadi pertengkaran antar orang tua nanti. Jadi, Rafael akan diam setelah ini.
Pak Reno menggelengkan kepalanya sambil mengacak-acak rambutnya.
"Aku benar-benar tidak tahan dengan kelakuan burukmu, Rafael. Rafael...kau tahu betapa beratnya kerja keras sebagai orang tua tunggal? Apalagi belakangan ini aku kesulitan mencari uang. Kau tahu itu, kan, Rafael? "
"Aku mengerti, Ayah. Makanya aku tidak pernah meminta uang jajan lagi pada ayah, kan?!" sela Rafael dengan suara yang sudah gemetar.
"Kalau begitu, jika kamu mengerti mengapa kamu masih terlibat dalam tawuran antar siswa, ya?!" Pak Reno berteriak lagi. Tubuhnya terjatuh dan kini terduduk di tangga depan kafe. Pak Reno memijat pelipisnya yang pusing memikirkan Rafael.
"Aku sudah bekerja keras, El. Berangkat pagi, pulang larut malam. Urus ini dan itu, cari hutang sana-sini untuk biaya sekolahmu dan adikmu. Kamu tahu betapa lelahnya aku, Rafael? "
Raphael mengangguk dan menjawab dengan tenang.
"Ya, Ayah. Saya sudah tahu jika Anda mengalami kesulitan dengan uang."
"Tapi, kenapa kamu menambah masalah kami, Rafael?! Aku tidak tahu lagi bagaimana mendidikmu agar kamu patuh, Rafael!!"
Teriakan keras Pak Reno membuat Rafael terkesiap dan dada Rafael terasa seperti terbakar. Sangat sakit. Nafas Rafael sudah tidak beraturan sejak pertarungan tadi. Tapi, Rafael berusaha tetap bertahan dan terjaga.
"Itulah mengapa ayah... sudah kubilang itu hanya salah paham." Rafael berbicara dengan lembut.
Bersambung ....