Di tempat yang berbeda, Billy tampak murung sembari duduk di balkon kamar nya yang berada di lantai 3. Akhir-akhir ini lelaki itu tampak sering melamun sendiri dan memilih untuk tidak banyak berinteraksi dengan siapapun termasuk kekasih nya, Vadella.
Mahasiswa jurusan kedokteran itu sudah beberapa hari ini tidak bertemu dengan kekasih nya. Billy seperti kehilangan semangat untuk melakukan aktivitas seperti biasa diakibatkan karena Agesti sudah menjauhi nya.
Entah perasaan apa yang tengah di rasakan oleh Billy saat ini, tapi yang pasti lelaki itu merasa ada sesuatu yang hilang dari hidup nya.
Padahal, Agesti hanyalah teman masa kecil nya yang seharusnya tidak begitu ia cemaskan secara berlebihan. Sampai saat ini, Billy pun masih sulit mengartikan perasaan nya sendiri terhadap Agesti, entah perasaan itu hanya lah perasaan normal seorang sahabat yang sedih karena sedang di musuhi oleh sahabat kecil nya atau kah bisa jadi perasaan sedih tersebut memang berasal dari hati kecil nya yang sudah memendam perasaan yang lebih dalam terhadap Agesti? Entah lah.
Billy meremas rambut nya dengan kedua tangan saat membayangkan betapa bodoh nya ia saat membiarkan Agesti pulang sendirian di tengah hujan lebat sampai akhirnya harus bertemu dengan Tio kembali. Tidak bisa di bayangkan betapa malang nya nasib Agesti malam itu. Andai saja Billy tidak membiarkan hal itu terjadi kepada sahabat kecilnya, mungkin sekarang ia tidak akan di musuhi oleh Agesti.
Tok.. tok.. tok..
Billy menoleh ke arah pintu kamar nya yang berjarak sekitar 10 meter dari tempat nya berdiri saat ini.
Lelaki itu pun balik badan dan berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kamar nya.
"Bibi, ada apa? Tumben pagi-pagi ke kamar Billy?" Tanya lelaki itu kepada asisten rumah tangga nya yang berusia sekitar 40 tahun.
"Mas Billy, ada Mbak Vadella di bawah.. katanya HP Mas Billy enggak aktif ya? Jadi Mbak Vadella minta bibi buat panggil Mas Billy." Jawab wanita yang akrab di sapa Bi Minah tersebut.
Billy mengangguk pelan sebelum mempersilahkan Bi Minah untuk kembali mengerjakan tugas rumah nya yang belum selesai.
"Nanti Billy ke bawah, Billy mau mandi dulu."
"Baik, Mas.. Bibi ke bawah dulu, permisi."
Setelah Bi Minah pergi, Billy kembali menutup pintu kamar nya dan memutar badan untuk segera pergi ke kamar mandi.
Dengan rasa malas yang luar biasa, Billy mencoba bersikap tidak terjadi apa-apa di hadapan sang kekasih demi menjaga perasaan gadis tersebut.
Sambil membuang nafas kasar, Billy mulai menanggalkan seluruh pakaiannya di dalam kamar mandi dan bersiap menemui Vadella pagi ini.
***
Suara langkah kaki yang sedang menuruni tangga terdengar semakin jelas di telinga Vadella. Gadis yang sejak tadi menunggu sang kekasih keluar dari kamar nya itu langsung berdiri menyambut Billy dengan senyum lebar di kedua ujung bibir nya.
Billy menemui Vadella hanya dengan memakai kaos polos berwarna hitam dan celana jeans selutut yang memiliki saku di kedua bagian samping nya.
Ia tampak berjalan santai mendekati Vadella yang langsung meraih tubuh nya dan memeluk Billy dengan hangat.
Tidak biasanya Vadella bersikap selembut ini, apalagi Billy menyadari bahwa akhir-akhir ini ia jarang membalas pesan Vadella apalagi menelpon nya. Awal nya Billy menebak bahwa Vadella akan mengomelinya pagi ini namun rupanya sang kekasih tidak bersikap demikian.
"Sayang, aku kangen banget sama kamu.. kenapa sih nomor kamu susah banget di hubungin?" Tanya Vadella sembari memapah Billy untuk duduk di sampingnya.
"HP aku kayaknya agak rusak, baterai nya sering drop." Pungkas Billy beralasan.
Vadella mengangguk pelan mencoba untuk tidak berpikiran negatif.
Tidak lama kemudian, Bi Minah datang dengan membawa nampan berisi minuman yang sudah di pesan Vadella.
"Mbak Vadella, Monggo jus sirsak nya udah bibi buatin." Ucap Bi Minah sembari membungkukkan badan nya untuk meletakan gelas berisi jus tersebut.
"Makasih ya, Bi." Jawab Vadella dengan senyum manis di bibir tipis nya.
Billy hanya memijat kening nya saat melihat Vadella mulai menyeruput jus milik nya dengan wajah bahagia. Tapi menurut Billy, itu lebih baik ketimbang harus melihat Vadella mengomelinya gara-gara masalah telpon.
"Kamu naik apa ke sini?" Tanya Billy basa-basi.
"Di antar sopir aku, soal nya aku kangen banget sama kamu." Tanpa canggung Vadella pun kembali memeluk Billy dengan erat.
Untung nya saat itu kedua orang tua Billy tengah pergi ke luar kota untuk urusan bisnis. Jadi, di rumah tersebut hanya ada dirinya dan Bi Minah beserta pegawai rumah nya yang lain berjumlah sekitar 3 orang termasuk security dan tukang kebun.
Meski hidup bergelimang harta, Billy tidak begitu memperlihatkan kekayaan nya. Bagi teman-teman sekolah nya, Billy adalah sosok yang sederhana dan mudah bergaul dengan anak-anak yang lain sekalipun bukan dari orang berada.
Billy melepaskan pelukan Vadella pelan-pelan demi agar tidak menyinggung hati sang kekasih. Entah kenapa, Billy seperti sudah tidak begitu tertarik dengan Vadella. Ia masih merasa kecewa karena perlakuan gadis itu dan ibu nya terhadap sahabat kecil nya, Agesti yang sekarang sudah memutuskan untuk menjauhinya.
"Aku lagi gak enak badan nih, kamu jangan terlalu deket ya.. takut nya malah nanti kamu ketularan."
Mendengar perkataan Billy, gadis itu pun segera menarik diri dan duduk kembali dengan posisi semula. Namun bukan karena ia takut ketularan penyakit Billy, melainkan karena Vadella melihat kekasih nya sudah berubah saat ini.
"Kamu udah gak mau deket aku lagi ya?" Tanya Vadella kemudian membuang nafas dengan kasar.
Sambil melipat kedua tangan di depan dada, Vadella menyender pada sofa yang mereka duduki dengan kedua bola mata mengarah kepada Billy menunggu kekasih nya berkomentar.
Namun bukan nya langsung menjelaskan maksud dari perubahan sikap nya, Billy justru malah diam setelah mengusap wajah nya dengan kedua telapak tangan. Rasanya ia sudah kehilangan kata-kata untuk membujuk Vadella. Atau mungkin karena perasaan nya kepada Vadella sudah mulai terkikis?
Billy meraih tangan Vadella dengan lembut. Lelaki itu merubah posisi duduk nya sehingga kini ia dan Vadella menjadi saling berhadapan.
Di depan sang kekasih, Billy berusaha menuangkan seluruh isi hati nya dan keinginan nya untuk tidak ingin di ganggu siapapun sampai mood nya kembali stabil. Sekali lagi, Billy meminta pengertian Vadella agar bisa memaklumi perasaan nya. Namun bukan Vadella kalau mau mengerti, gadis itu langsung naik pitam apalagi saat ia sudah mencurigai sebelum nya bahwa perubahan sikap Billy disebabkan oleh Agesti.
"Aku cuma butuh tenang untuk beberapa saat."
"Kamu bukan butuh tenang, tapi butuh Agesti ada di sini."
Vadella beranjak bangun dan meninggalkan Billy yang masih berharap agar Vadella bisa mengerti.
Mendengar jawaban dari sang kekasih, Billy merasa sangat bersalah karena sebagai laki-laki, ia sudah mengecewakan hati 2 wanita sekaligus.