Merasa waktu istirahat nya sudah cukup, Agesti membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya sejak tadi. Wajah pucat nya tampak menatap langit-langit kamar dengan lemas.
Sudah pukul 12 siang, Agesti belum makan dan minum apapun. Perutnya terasa lapar namun mulutnya seolah menolak semua makanan yang masuk ke dalam.
Saat sudah merasa lebih baik dan juga keringat mulai membasahi beberapa bagian tubuhnya, Agesti beranjak pergi ke kamar mandi untuk sekedar mengganti pakaian nya.
Panas di tubuhnya pun mulai menurun, hanya tersisa rasa pusing di bagian kepala nya dan juga hidung yang masih tersumbat.
Setelah selesai mengganti pakaian, mau tidak mau ia harus mencari makanan untuk dirinya sendiri. Oliv yang sudah pergi sejak tadi pagi bersama Wilia, belum sempat membuatkan makanan untuknya. Agesti pun mengecek persediaan makanan di lemari plastik kecil miliknya dan melihat masih ada beberapa bungkus mie instan untuk mengganjal perutnya yang lapar. Di sisi lain, Agesti merasa ia harus makan makanan yang bergizi karena ia sedang sakit, namun di sisi lain hanya mie instan lah makanan yang ia miliki saat ini.
Saat tangan nya merai sebungkus mie instan tersebut, tiba-tiba ia teringat bahwa Billy sempat mengatakan kalau ia membawa beberapa makanan.
Agesti segera menutup kembali pintu lemari nya dan menyimpan sebungkus Mie instan yang ia genggam lalu mengecek ke luar kamar nya.
Saat membuka pintu, rupanya sebuah kantong plastik besar sudah nangkring di depan kaki lenjang nya.
Karena ukuran nya yang cukup besar, Agesti harus menyeret kantong plastik tersebut sampai masuk ke dalam kamar nya.
"Berat banget! Si Billy bawa apaan sih?" Tanya Agesti sembari berusaha membuka ikatan di kantong plastik tersebut dengan penasaran.
"Hah? Dia suruh Gue buka toko atau gimana?" Lagi-lagi, Billy membuatnya heran bukan kepalang.
Pasalnya, bukan hanya makanan dan minuman yang ia bawa melainkan beberapa obat-obatan dan Vitamin untuk Agesti saat ini.
Benar kata Wilia, Billy memang tipe lelaki idaman semua cewek, termasuk dirinya. Sahabat kecil Agesti itu tidak pernah perhitungan dalam memberi sesuatu termasuk keperluan Agesti saat ini. Selain Billy juga adalah anak dari seorang pengusaha sukses di Jakarta, ia juga merupakan sosok lelaki yang dermawan dan rendah hati. Oleh sebab itu, Billy banyak memiliki teman di kampusnya maupun di luar kampus. Sudah tampan, anak tunggal kaya raya, baik hati pula! Mungkin itulah salah satu alasan Vadella begitu posesif kepadanya.
Agesti melihat sebuah bubur instan dan sosis siap makan di dalam kantong plastik tersebut. Ia pun bersiap untuk memasak air hangat agar bisa menyajikan bubur instan tersebut saat ini juga.
Karena dapur umum nya berada di luar kamar, gadis itu terpaksa berjalan beberapa langkah untuk memanaskan air.
Setelah menunggu beberapa menit, air panas tersebut pun Agesti bawa ke dalam kamar dan ia tuangkan ke wadah bubur instan. Sambil menunggu bubur nya siap untuk makan, Agesti membuka dua batang sosis ayam siap makan dan memotong kecil sosis tersebut untuk ia campurkan ke dalam bubur.
Tidak lupa, Agesti juga membuka kaleng minuman penyegar yang di bawa oleh Billy agar panas di tubuhnya cepat hilang.
Kalau melihat dari cara Billy meminta maaf, lelaki itu sudah pantas untuk di maafkan. Tetapi karena Agesti memang tipikal gadis yang keras, ia masih tetap membenci Billy karena menganggap lelaki itu tidak memiliki ketegasan untuk membela harga dirinya yang sedang di injak-injak oleh orang tua Vadella.
Tapi terlepas sebesar apapun amarah nya kepada Billy, gadis itu tidak bisa menolak pemberian Billy karena ia harus mengisi perutnya yang sudah keroncongan saat ini juga.
Setelah bubur instan dan sosis ayam tersebut dingin dan tercampur, Agesti segera melahap makanan nya pelan-pelan.
Gadis itu terlihat begitu memprihatinkan padahal sebenarnya ia bisa saja mendapatkan kesenangan nya kembali dan meninggalkan kesusahan bersama dua orang sahabat satu kamar nya tersebut. Namun, seperti nya Agesti masih bisa menghadapi masalah nya sendiri dan memilih tetap hidup dengan segala keprihatinan sampai sekarang.
Agesti menoleh ke samping lemari pakaian nya. Ponsel miliknya masih tercolok kabel charger sejak tadi malam.
Ia pun buru-buru mengecek ponselnya yang ia lupakan hampir seharian itu untuk memastikan bahwa tidak terjadi apa-apa dengan benda pipih kesayangan nya tersebut.
"Huh! Untunglah, HP gue gak meledak di cas semalaman." Gumam Agesti.
---
Di tempat yang berbeda, Billy sudah masuk ke dalam kelasnya. Sambil menyeka beberapa bulir keringat di pelipis matanya l, Billy duduk di kursinya menunggu dosen yang hendak masuk untuk mengajar di kelas nya.
Saat sedang duduk santai sembari mengigit ujung pulpen nya, tiba-tiba seseorang yang tidak asing menghampiri Billy dan menepuk bahu lelaki itu dari arah belakang.
"Bill, Gue mau ngomong sama Lo."
Billy menyipitkan matanya dengan ekspresi heran bukan kepalang saat melihat siapa orang yang mengajaknya berbicara saat ini.
"Ngomong aja." Jawab Billy santai.
"Kemarin malam, Gue liat Agesti jalan kaki di pinggir jalan dan saat itu hujan mulai turun."
Billy semakin terlihat heran dengan apa yang di ucapkan rekan sekelasnya tersebut.
"Terus?"
"G--Gue ajak dia pulang karena kebetulan Lola lagi gak ikut. Terus, waktu Gue tanya dia berangkat sama siapa, Agesti bilang dia berangkat sama Lo."
Ya, lawan bicara Billy saat ini adalah Tio, mantan kekasih Agesti alias suami sah Lola alias teman sekelasnya.
"Jadi, Agesti di anterin pulang sama Tio?" Batin Billy saat itu.
"Gue cuma mau kasih tau sama Lo, lain kali sebagi cowok, Lo harus tanggung jawab. Agesti pergi sama Lo, tapi dia pulang jalan kaki sambil ujan-ujanan lagi." Ucap Tio kepada Billy seolah menyalahkan sahabat dekat mantan kekasihnya itu.
Mendengar ucapan Tio yang sangat menyinggung perasaan nya, Billy pun bangkit dan berdiri berhadapan dengan Tio saat itu.
Lola yang juga satu kelas dengan mereka langsung melihat sang suami di tatap sinis oleh Billy tetapi ia tidak mengetahui masalah apa yang terjadi dengan mereka.
"Gak usah ajarin Gue soal tanggung jawab kalo Lo sendiri juga bukan cowok yang bertanggung jawab! satu hal yang harus Lo tau, Bajingan gak pantes teriak bajingan." Pungkas Billy dengan intonasi suara yang pelan namun seketika langsung menjatuhkan mental lawan bicaranya secepat kilat.
Tio hanya bisa menunduk dan mengusap mulut nya tanpa menanggapi ucapan Billy yang mulai menyinggung ranah pribadinya bersama Agesti.
Billy yang merasa digurui langsung naik pitam saat Tio menegurnya dengan kalimat yang seharusnya bisa menjadi bahan renungan untuk lawan bicaranya sendiri.
Untungnya, saat itu perdebatan keduanya tidak berlanjut karena dosen yang mereka tunggu akhirnya sampai di dalam kelas.
Tio pun berlalu ke kursinya sementara Billy kembali duduk dan berusaha menormalkan emosi nya yang sempat meninggi.