webnovel

Lima

Araya membuka pintu kamarnya, meletakkan tas sekolah asal. Merebahkan tubuh ke atas kasur sembari mengingat tentang isi novel, konflik pertama dari cerita ini di mulai saat pertengahan semester berarti tinggal dua minggu lagi yang akan melibatkan Niko juga sih ini.

Karena sama-sama memerankan peran antagonis, Araya atau Rana sedikit miris meratapi nasib Niko——walau dia tidak sampai ke tahap terbunuh seperti Araya.

Tetapi karena Araya bukan Floren yang menyelamatkan Niko maka mungkin cerita aslinya akan sedikit berubah; dalam novel menyebut jika Niko akan jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihat penyelamatnya adalah gadis rapuh berwajah teduh seperti Floren.

Alih-alih berwajah teduh, malah dia mendapat wajah jutek Araya sebagai si penyelamatnya.

Araya semakin menenggelamkan kepalanya ke bantal, menarik selimut bermotif wortel dan menghirup aroma coklat dari sana. Sambil terus mengingat kejadian apa saja untuk berusaha tidak terlibat dan menikmati hidup sendok emas seperti ini lebih lama lagi.

Hingga tanpa sadar Araya terlelap.

***

Matahari sudah sepenuhnya menghilang di gantikan oleh sinar bulan, pada saat itu pula Araya baru saja menyelesaikan acara mandinya. Rambut panjang miliknya dia biarkan tergerai setengah basah——tidak niat juga untuk mengeringkan menggunakan hair dryer.

Dia berjalan menuruni tangga seraya menepuk-nepuk pipinya untuk meratakan serum kulit.

Memakai piama bergambar sawi berlengan pendek serta celana panjang senada. Araya melengos melewati ruang tamu yang ramai; sepertinya teman-teman Arga berkumpul untuk menghabiskan waktu luang, secara kebetulan pula saat orang tua mereka sedang tidak berada di rumah.

Di sana juga ada Floren dan dua temannya——menatap tajam Araya.

Sesampai di dapur, Araya membuka kulkas mencari buah untuk dia makan mengisi perut keroncongannya. Sambil menunggu makanan online yang dia beli, sebelum turun tadi memang Araya sudah lebih dahulu memesan makanan untuk dirinya sendiri tentu saja.

Tangan Araya mengambil soda dan satu buah apel——mencuci bersih apel tersebut kemudian duduk di salah satu kursi dekat meja pantry. Membuka soda kalengan, menyesap sedikit agar membasahi tenggorokan sembari menatap layar ponselnya.

Devano muncul dari arah pintu masuk dapur, menatap sebentar Araya. Dia mendekat ke arah wastafel, mencuci tangan sejenak. Melirik sedikit dari belakang punggung Araya, gadis itu sedang membuka room chat seseorang lalu buru-buru bangkit.

Devano aneh pada dirinya sendiri, dia tidak suka saat melihat akun instagram Araya ketika bukan namanya yang berada satu-satunya di daftar gadis itu ikuti, seperti ada sesuatu yang di rebut oleh orang lain.

Langkah cepat Araya membuat suasana ruang tamu hening, mereka serempak menatap cewek itu menuju pintu. Ketika pintu terbuka, menampilkan seorang cowok memakai baju hitam dan celana kain berwarna serupa berdiri sembari mengangkat dua kantung plastik.

Tidak lupa di pelipis pria itu terdapat kain kasar berplester serta beberapa lebam masih menghiasi wajahnya.

Tubuh Araya membeku, kejadian ini tidak ada dalam novel, pertemuan kedua Niko dan Floren berdasarkan novel bukan di sini melainkan besok di minimarket tempat Araya membeli jajanan waktu itu. "Pegel." Celetuk Niko.

"Hah?"

"Gue tamu loh."

Niko mendengus, sepertinya Araya masih loading. Mengambil inisiatif sendiri; Niko segera menerobos masuk.

Tidak sopan!

"Loh? Heh, makan gue...." Rengekan Araya terdengar, menyusul Niko sampai mereka berada di tengah ruang tamu.

Karena Niko yang berhenti tiba-tiba alhasil kening Araya menabrak punggung cowok itu. "Aduh..." ringisnya.

"Wah, lihat siapa di sini."

Araya mengintip dari samping, menatap sinis Arga. Niko tersenyum tipis, bersikap tenang, "Pecundang bodoh ternyata." Kata Niko acuh.

"Keluar." Usir Arga.

Sebelum Niko menanggapi, Araya ternyata sudah menyelinap berdiri di depannya memasang badan. Rasanya Niko ingin tertawa melihat tubuh pendek cewek itu ketika hendak melindunginya dari Arga.

"Ternyata selain tuli dan buta, lo itu pelupa juga ya?"

Araya bersedekap dada, menunjuk orang yang sedang duduk diam menatap mereka. "Kalau gitu berarti boleh dong gue nendang mereka keluar."

"Lo gila?!"

"Mereka temen gue, dan dia musuh kita Aya!"

"Sejak kapan ada kata 'kita' di sini? Dan lagi, Niko temen gue——"

"——lo ga ada hak ngusir temen gue begitu pula sebaliknya."

Selesai mengatakannya, Araya menyeret Niko menuju dapur, dia juga sempat menabrakan bahunya dengan Arga. Niko menatap miris Arga kemudian membiarkan dirinya terseret oleh Araya.

Dua orang tersebut melewati tubuh Devano begitu saja; tanpa melirik sedikitpun menganggap jika kehadirannya tidak terlihat di mata mereka, sebenarnya tadi Devano sudah mendengarkan perdebatan si kembar itu tetapi dia memilih untuk menyembunyikan diri saja.

Niko meletakkan dua bungkus plastik ke atas meja. Melihat punggung kecil Araya yang berdiri di depan wastafel dengan nafas terengah-engah karena emosi.

"Lo ambil soda di kulkas sana." Suara Araya terdengar sinis, apa-apaan pria aneh ini mendatangi rumahnya tanpa alasan seperti saat ini.

Sedangkan Niko hanya terkekeh, keadaan Araya terlihat baik-baik saja memang tetapi pasti berbeda dengan hatinya. Tidak tau saja Niko siapa yang menempati tubuh Araya sekarang.

"Mau cari angin?" Tanya Niko iseng——dan mengapa pula Niko bisa sampai di sini padahal tadi niatnya akan ke markas untuk membahas kejadian pengeroyokannya.

Namun syukur Niko mengunjungi Araya, aneh rasanya melihat gerak gerik si kembar ini. Mereka terkesan seperti saling membenci satu sama lain.

Arga merangkul orang lain dan mendorong Adik berbagi rahim dengannya menjauh.

Gosip tentang kekejaman Araya sudah sampai ke sekolahnya, tetapi para siswa maupun siswi Jayakarsa malah memaklumi sikap Araya juga merasa prihatin di saat bersamaan.

Sebelum berbalik menatap Niko, Araya memasang tampang galak seperti biasa. "Sksd banget Lo." Sinis Araya.

Tidak ada jawaban dari Niko, keheningan melanda sampai Araya menyelesaikan makan malam di temani oleh Niko. Cowok itu mendorong satu plastik besar jajanan, "Ucapan terima kasih, mungkin?"

"Mungkin?"

Mata Araya melotot ganas. "Lo ga ikhlas ya?!" Tuduhnya.

"Keliatannya?"

Berdecih kesal, Araya membawa plastik pemberian Niko menuju kamarnya dan lagi-lagi melewati ruang tamu, Niko mengekori Araya layaknya anak ayam. "Ngambek... nanti nangis..." godanya.

"Najis."

Niko tertawa menarik-narik kecil piama sawi Araya, kemudian di balas pekikan dari Araya sendiri. Mereka berjalan menaiki tangga, Niko tak henti-hentinya menganggu Araya seperti layaknya teman lama. Padahal mereka baru dua kali bertemu.

Aska tersenyum misterius melihat kepergian dua orang tadi.

"Ngapain lo senyum kaya begitu?" Hardik Saka.

Devano menoleh, "Gimana Dev, udah tersaingi?"

"Maksud lo?" Tanya Arga. Menuntut Aska untuk menjawab namun cowo jangkung itu hanya diam sambil memakan keripik singkong lagi.

Floren menatap segalanya dalam diam. Tak luput tangannya mengepal di bawah meja.