Hal-hal yang terjadi mulai tak terkendali setelah itu. Dalam seratus tahun setelahnya, total ada tujuh belas pengantin yang hilang di area Gunung Yu Jun. Kadang-kadang akan ada tahun-tahun penuh damai dalam dua belas tahun atau lebih. Di lain waktu, dua pengantin hilang hanya dalam rentang waktu satu bulan yang singkat. Tak lama kemudian, legenda yang menakutkan telah tersebar dengan cepat: Di Gunung Yu Jun, ada hantu pengantin laki-laki. Jika dia menyukai seorang wanita, dia akan menculik wanita itu dalam iring-iringan pernikahannya sebelum memangsa anggota keluarga yang ikut mengantar wanita itu.
Awalnya, masalah ini tidak diberitahukan ke Kayangan. Walaupun ada tujuh belas pengantin wanita yang hilang, ratusan ribu pengantin lainnya telah melewati hari pernikahan mereka dengan selamat. Lagipula, tidak mungkin lagi menemukan atau melindungi pengantin-pengantin itu sekarang, sehingga orang tak punya pilihan selain tetap mengadakan pesta pernikahan. Keluarga yang berani menikahkan anak perempuannya di daerah ini hanya berkurang sedikit, dan pasangan pengantin di sini tidak berani membuat pernikahan mereka menjadi pesta besar. Namun, tepat pada pengantin ketujuh belas ini, ayahnya seorang pejabat. Sang ayah sangat menyayangi putrinya; dan ketika dia mendengar legenda ini, dia dengan cermat memilih empat puluh prajurit militer yang pemberani dan tangguh untuk menemani putrinya menuju ke kediaman pengantin prianya. Namun, terlepas dari semua persiapannya, putrinya tetap saja menghilang.
Kali ini, si hantu pengantin pria itu benar-benar menikam sarang lebah. Pejabat ini tidak bisa menemukan seorang pun di dunia manusia yang bisa membantunya. Akibatnya, dia mati-matian menjalin kerja sama dengan teman-teman pejabatnya, lalu mereka mulai mengadakan ritual secara gila-gilaan. Pejabat ini bahkan mengikuti nasihat seorang ahli dan membuka lumbung padi untuk membantu orang miskin. Setelah membuat keributan, dia akhirnya berhasil mengejutkan pejabat langit. Kalau tidak, hampir mustahil bagi suara-suara kecil dan fana itu untuk mencapai telinga pejabat langit.
"Itulah kurang lebih gambaran besarnya," kata Xie Lian. Karena ekspresi kedua dewa perang ini sangat tidak kooperatif, dia tidak yakin apakah mereka
mendengarkan atau tidak. Jika mereka tidak mendengarkan, maka Xie Lian tidak punya pilihan lain selain menjelaskan sekali lagi. Namun bertentangan dengan dugaannya, Nan Feng mengangkat kepalanya, lalu mengerutkan dahinya. "Apakah pengantin wanita yang hilang memiliki kesamaan satu sama lain?"
"Ada beberapa yang kaya dan ada beberapa yang miskin," jawab Xie Lian. "Ada yang cantik dan ada yang jelek. Beberapa adalah istri dan yang lainnya selir. Singkatnya, kasus ini tidak memiliki pola. Orang tidak bisa memastikan selera si hantu pengantin pria ini."
"Mn," Nan Feng mendengus sekali, sebelum mengangkat cangkir teh dan meneguknya. Dia tampaknya mulai merenungkan masalah mereka. Di lain pihak, Fu Yao bahkan tidak mau repot-repot menyentuh cangkir teh yang disodorkan Xie Lian. Dia hanya bersantai-santai dan terus mengusap jarinya dengan sapu tangan putih sebelum bertanya dengan acuh tak acuh, " Yang Mulia Pangeran, bagaimana kau memutuskan kalau hantunya seorang pria? Hal itu belum jelas. Tak ada orang yang pernah melihatnya. Bagaimana kau bisa tahu dia pria atau wanita, dia sudah tua atau masih muda? Apakah kau berpikiran terlalu sederhana?"Xie Lian tersenyum sebelum menjawab, "Kesimpulan yang tertulis di gulungan ini adalah ringkasan
oleh pejabat langit dari Balai Istana Ling Wen. 'Hantu pengantin pria' hanyalah nama yang umum
digunakan orang-orang. Tapi, kata-katamu tadi benar-benar masuk akal."
Setelah tadi bertukar pikiran, Xie Lian menyadari bahwa kedua dewa perang ini memiliki proses
berpikir yang cukup tajam. Walaupun ekspresi mereka tampak tidak bagus, mereka tidak lalai dalam
urusan pekerjaan mereka. Ini membuat Xie Lian merasa bersyukur. Karena langit di luar jendela sudah
semakin gelap, mereka bertiga meninggalkan sementara kedai teh kecil itu. Xie Lian memakai topi
bambunya sebelum mulai berjalan. Setelah berjalan sebentar, dia tiba-tiba menyadari kalau dua orang
di belakangnya tidak mengikutinya. Kebingungan, Xie Lian berbalik untuk melihat, lalu menyadari
kalau kedua orang itu juga sedang kebingungan menatapnya. "Ke mana kau pergi?" tanya Nan Feng.
"Aku pergi mencari tempat untuk menginap," jawab Xie Lian. "Fu Yao, kenapa kau memutar bola
matamu lagi?"
"Kalau begitu," kata Nan Feng kebingungan, "Kenapa kau berjalan ke pegunungan dan hutan rimba?"
Xie Lian sudah terbiasa makan dan tidur di jalanan. Selama bisa menemukan selembar kain untuk
direntangkan di tanah, dia bisa tidur di situ semalaman. Awalnya, dia ingin mencari gua dan
menyalakan api, sesuatu yang biasa dia lakukan. Namun, itu sebelum dia ingat bahwa, Nan Feng dan
Fu Yao adalah anggota dewa perang dari Balai Istana masing-masing. Jika ada Kuil Nan Yang atau Kuil
Xuan Zhen di sekitar sini, mereka bisa langsung memasukinya. Mengapa mereka perlu tidur di luar
dalam hutan rimba?
Dalam waktu singkat, mereka bertiga menemukan sebuah kuil yang usang dan rusak di suatu sudut
yang terpencil. Tempat dupa di situ sudah rusak, dan seluruh tempat itu memberi kesan jarang
dikunjungi. Nama sang Dewa Bumi diukir di atas plakat batu bundar kecil. Xie Lian memanggil dewa itu
beberapa kali. Sudah beberapa tahun tak ada yang memanggil atau memberi persembahan pada
Dewa Bumi ini. Ketika tiba-tiba mendengar seseorang memanggilnya, matanya melebar. Dia melihat
ketiga orang itu berdiri di hadapannya. Bahkan area di sekitar tubuh orang-orang ini diselimuti cahaya
dewa berlapis-lapis. Tidak mungkin melihat wajah mereka dengan jelas. Dewa Bumi melompat sambil
ketakutan, gemetar sebelum bertanya, "Apakah ketiga Pejabat Langit punya perintah untuk aku yang
rendah ini?"
Xie Lian menganggukkan kepala untuk menyapa, lalu berkata, "Tak ada perintah. Kami hanya ingin
bertanya apakah ada Kuil Jenderal Nan Yang atau Kuil Jenderal Xuan Zhen di sekitar daerah sini?"
Dewa Bumi tidak berani mengabaikan mereka. " Ini, ini, ini… ,"katanya gugup. Dia berhitung di jarinya
sebelum berkata, "Sekitar lima li dari sini, ada sebuah kuil untuk memberi persembahan kepada,
kepada, kepada Jenderal Nan Yang."
*Satuan untuk mengukur jarak pada masa Tiongkok Kuno. Satu li sama dengan 500 meter.
Xie Lian merapatkan kedua tangannya. "Terima kasih banyak," katanya. Namun, Si Dewa Bumi merasa
dibutakan oleh dua gumpalan cahaya dewa yang menyilaukan di samping Xie Lian. Karena itu, dia
segera menyembunyikan diri lagi. Sementara itu, Xie Lian meraba-raba di sekelilingnya sebelum
akhirnya menemukan beberapa koin untuk digunakan sebagai persembahan pada Kuil Dewa Bumi.
Kemudian, setelah melihat batang-batang dupa yang terserak ke samping, dia merapikannya dulu
sebelum menyalakan dupa itu. Selama Xie Lian bekerja, Fu Yao sudah memutar bola matanya berkali-
kali; Xie Lian sebenarnya ingin bertanya apakah matanya lelah atau tidak.Seperti yang sudah dikatakan, setelah lima li, mereka benar-benar melihat sebuah kuil. Kuil itu
dibangun di pinggir jalan, tampak terkenal dan makmur. Walaupun kuil itu agak kecil, semua yang
dibutuhkan ada di situ. Namun, tempat itu dipenuhi kehebohan dan keributan yang tidak biasanya
ketika orang-orang datang dan pergi. Mereka bertiga menyembunyikan diri sebelum masuk ke dalam
kuil. Dan tentu saja, di dalam kuil, di altar persembahan; terdapat patung dari Dewa Perang Nan Yang
dalam baju zirah sambil memegang busur.
Begitu melihat patung dewa tersebut, Xie Lian bergumam dalam hati, "Huh...."
Untuk kuil kecil di pinggir kota, patung dewa dan catnya ini dibuat dengan agak kasar. Secara
keseluruhan, tampilan patung ini berbeda jauh dengan kesan Xie Lian pada Feng Xin.
Namun, kebanyakan dewa sudah terbiasa kalau patungnya dibuat tidak persis dirinya. Jangankan
ibunya tidak mengenali patung itu; ada beberapa dewa yang bahkan tidak mengenali patungnya
sendiri. Lagi pula, tidak banyak seniman ahli yang sudah bertemu langsung dengan para dewa. Karena
itu, patung-patung para dewa, kalau bukan terlalu indah, maka pasti sangat jelek. Orang hanya dapat
mengandalkan postur khas, senjata, dan pakaian pada patung-patung itu untuk mengetahui dewa
manakah yang dimaksud.
Umumnya, semakin kaya daerah tempat kuil itu dibangun, semakin mirip patung dewanya jika
dibandingkan dengan dewa aslinya. Semakin miskin daerah itu, semakin rendah pula selera
senimannya, yang akan mengakibatkan patung dewa itu menjadi pemandangan yang sungguh tragis.
Sampai sekarang, hanya patung Jenderal Xuan Zhen saja yang agak bagus secara keseluruhan.
Mengapa? Karena kebanyakan para dewa tidak benar-benar peduli jika patung mereka dibuat jelek.
Namun, kapan pun Xuan Zhen melihat seseorang membuat patung dirinya dengan jelek, dia akan diam
-diam merusaknya supaya si seniman membuat ulang patung itu. Kadang-kadang, dia bahkan akan
menciptakan mimpi yang samar untuk mengungkapkan ketidakpuasannya pada sang seniman. Karena
itu, setelah beberapa saat, semua penyembahnya sekarang tahu kalau mereka harus membuat patung
tuan mereka dengan penampilan yang baik!
Anggota Balai Istana Xuan Zhen memiliki kepribadian yang sama dengan Jenderalnya. Mereka semua
agak suka memperhatikan detail. Hanya dalam waktu dua jam sejak memasuki Kuil Nan Yang, Fu Yao
terus-menerus menemukan kesalahan detail dari patung dewa. Entah itu "bentuknya menyimpang"
atau "warna catnya kasar" atau "teknik yang digunakan sang seniman berkualitas rendah" . Dia bahkan
berkomentar tentang mengapa selera sang seniman sangat aneh. Ketika Xie Lian melihat bahwa urat
darah di dahi Nan Feng perlahan menonjol, dia mulai berpikir untuk segera menemukan topik lain
sebagai pengalih perhatian. Kebetulan, Xie Lian melihat lagi seorang perempuan lain masuk untuk
memberi penghormatan pada Nan Yang. Ketika gadis itu berlutut dengan saleh, Xie Lian mulai
berbicara dengan ramah, "Ngomong-ngomong, tanah kelahiran Nan Yang Zhen Jun adalah di
tenggara. Aku tidak menyangka bahwa pembakaran dupa untuk Nan Yang akan sebanyak ini juga di
utara."
Ketika manusia membangun kuil, mereka sebenarnya mencoba meniru Balai Istana di Kayangan.
Patung sang dewa, di lain pihak, seharusnya mencerminkan sang dewa itu sendiri. Para penyembah
yang berkumpul di kuil dan dupa yang mereka bakar menjadi sumber penting bagi kekuatan spiritual
sang dewa. Selain itu, karena perbedaan lokasi geografis, sejarah, kebiasaan sosial, kelas, dan banyak
alasan lainnya, orang-orang yang tinggal di tempat yang berbeda umumnya menyembah dewa yang
berbeda pula. Kekuatan spiritual setiap dewa paling kuat di daerah asalnya, yang dikenal sebagai
keuntungan daerah asal. Hanya dewa seperti Kaisar Dewa Perang yang bisa punya penyembah di
setiap sudut dan celah di bawah langit. Dia adalah seorang dewa dengan kuil yang dibangun di setiaparah, jadi tidak ada bedanya apakah Jun Wu berada di daerah asalnya atau tidak. Nan Feng harusnya
bangga bahwa pembakaran dupa begitu hebatnya di sebuah kuil yang bukan wilayah Jenderalnya.
Namun, dari raut wajahnya, tampaknya hal itu bukan sesuatu yang baik. Fu Yao berdiri di samping dan
sedikit tersenyum. "Tidak salah lagi, tidak salah lagi. Benar-benar dicintai."
"Tapi, aku punya pertanyaan," timpal Xie Lian. "Aku tidak tahu...."
Nan Feng menyela. "Jika kau ingin berkata 'Aku tidak tahu apakah ini boleh ditanyakan atau tidak',
sebaiknya jangan dikatakan."
Tidak, aku ingin bilang, 'Aku tidak tahu akankah ada yang bisa menjawabnya', kata Xie Lian dalam hati.
Namun, Xie Lian memiliki firasat kalau tanggapan dari pertanyaannya tidak akan baik. Jadi, dia
memutuskan akan lebih baik baginya untuk mengganti topik pembicaraan sekali lagi. Sialnya, siapa
sangka kalau Fu Yao akan memilih saat ini untuk berbicara santai. "Aku tahu apa yang ingin kau
tanyakan. Kau pasti heran, dari begitu banyak penyembah yang datang ke sini hari ini, mengapa ada
begitu banyak perempuan, benar kan?"
Itulah tepatnya pertanyaan yang ingin ditanyakan Xie Lian.
Penyembah perempuan dari seorang dewa perang selalu lebih sedikit dari penyembah laki-laki. Hanya
dia yang menjadi pengecualian delapan ratus tahun yang lalu, dan penjelasan di balik pengecualian ini
sangat sederhana. Hanya terdiri dari beberapa kata: Dia berpenampilan menarik.
Xie Lian sepenuhnya mengerti betul hal itu. Bukan karena dia orang yang penuh kebajikan dan
dihormati, bukan pula karena dia sangat berbakat. Hal itu terjadi hanya karena patungnya terlihat
bagus, dan kuilnya terlihat bagus. Hampir semua kuilnya dibangun oleh rumah tangga kerajaan, dan
patung dewanya dibuat oleh seniman-seniman kelas atas di negeri itu. Patungnya juga dipahat dengan
cermat sesuai dengan wajah aslinya. Bahkan, karena kalimatnya, "Tubuh berada di Neraka, hati
berada di Kayangan", seniman-seniman itu biasanya suka menambahkan bunga pada patung
dewanya. Sebagai tambahan, mereka juga suka mengubah kuilnya menjadi lautan bunga. Alhasil,
waktu itu, dia punya nama lain. Xie Lian juga dikenal sebagai 'Dewa Perang Bermahkota Bunga'. Jadi,
perempuan menyukai bahwa patungnya indah, dan mereka juga suka kuilnya yang dipenuhi bunga. Itu
sudah cukup untuk membuat para perempuan segera datang. Untungnya, mereka juga bersedia
masuk dan memberinya penghormatan.
Namun, dewa perang yang normal biasanya dikelilingi niat membunuh yang besar. Jadi, sering kali
penampilan patung mereka serius, garang, atau tak berperasaan. Bagi penyembah perempuan,
mereka lebih baik menyembah Dewi Welas Asih, Guan Yin, dari pada memandang patung seperti itu.
Dan walaupun patung dewa Nan Yang ini jauh dari mengeluarkan niat membunuh dari
penampilannya, patung ini masih jauh dari sesuatu yang bisa dikatakan berpenampilan menarik.
Namun tetap saja, ada lebih banyak penyembah perempuan dari pada penyembah laki-laki yang
datang memberi penghormatan pada Nan Yang. Lagi pula, sudah jelas bahwa Nan Feng tanpa
disangka, tidak mau menjawab pertanyaan ini. Jadi, Xie Lian merasa bahwa hal ini agak aneh. Pada saat
ini, gadis itu sudah selesai memberi penghormatan dan sedang berdiri untuk membakar dupa. Dia juga
berbalik.
Ketika Xie Lian melihat gadis itu berbalik, dia sedikit mendorong kedua orang itu. Awalnya, tak ada dari
mereka yang menolak untuk melihat. Didorong seperti itu, mereka mengikuti pandangan Xie Lian
sambil lalu. Namun, wajah gadis itu membuat ekspresi kedua orang ini tiba-tiba berubah.
"Terlalu jelek!" teriak Fu Yao.Xie Lian tersedak sesaat sebelum berhasil bicara, "Fu Yao, tidak boleh berkata begitu tentang seorang
gadis."
Kalau harus adil, yang dikatakan Fu Yao memang benar. Wajah gadis itu sangat datar, seolah-olah ada
orang yang sudah meratakannya dengan menamparnya keras-keras. Selain itu, kalau seseorang
berkata bahwa wajah gadis itu cukupan, itu akan membuat kata 'cukupan' diperlakukan tidak adil. Jika
seseorang harus memberi gambaran tentang wajah gadis itu, Xie Lian khawatir orang itu hanya bisa
menggunakan ungkapan 'hidung bengkok dan mata yang miring'.
Akan tetapi, Xie Lian sama sekali tidak membedakan apakah dia cantik atau jelek. Alasan utama Xie
Lian tadi mendorong mereka adalah, karena ketika gadis itu berbalik, sebuah lubang besar bisa terlihat
di belakang roknya. Benar-benar tidak mungkin jika mereka pura-pura tidak melihatnya.
Fu Yao awalnya kaget, tetapi dia segera tenang kembali. Di lain pihak, urat darah yang berdenyut di
dahi Nan Feng hilang tanpa bekas.
Ketika Xie Lian melihat rona wajah mereka berubah, dia buru-buru berkata, "Jangan khawatir, jangan
khawatir."
Setelah itu, gadis itu mengambil dupanya dan dia berlutut sekali lagi. Lalu dia mulai memberi hormat
seraya berkata, "Lindungi kami, Jenderal Nan Yang. Penyembahmu, Xiao Ying berdoa agar hantu
pengantin pria segera ditangkap. Jangan biarkan orang-orang yang tak bersalah menderita lagi."
Dia benar-benar menyembah dengan khusyuk, sama sekali tidak menyadari lubang di roknya. Dia juga
sama sekali tidak menyadari adanya tiga orang yang meringkuk di kaki patung dewa yang sedang
disembahnya. Xie Lian merasa pusing. "Apa yang harus kita lakukan? Kita tak bisa membiarkannya
pergi seperti ini, kan? Dia akan dilihat oleh semua orang di jalan pulang."
Dan lagi, sobekan pada roknya terlihat seperti sengaja dilakukan seseorang dengan benda tajam. Xie
Lian khawatir, bukan saja orang-orang akan datang dan menonton, akan ada orang yang dengan nakal
menertawakannya juga; menciptakan tontonan publik. Hal itu akan benar-benar memalukan.
"Jangan tanya aku," jawab Fu Yao acuh tak acuh, "Yang disembahnya bukan Jenderal Xuan Zhen-ku.
Tidak ada pelecehan, aku tak lihat apa pun."
Di sisi lain, rona wajah tampan Nan Feng berubah-ubah antara hijau dan putih. Dia hanya mengibaskan
tangan tanpa berkata apa pun. Seorang tuan muda angkuh yang terpaksa menjadi orang bisu; tak bisa
diharapkan. Karena itu, Xie Lian tak punya jalan lain selain melakukan sesuatu sendiri. Setelah berpikir
sejenak, dia melepaskan jubah luarnya dan menjatuhkannya. Tertiup angin, jubah itu melayang ke
tubuh si gadis sebelum menutupi lubang tak senonoh di roknya. Begitu selesai, ketiga orang itu
bernapas lega.
Namun, embusan angin itu terlalu kentara. Si gadis menjadi takut dan melihat ke segala arah di
sekelilingnya. Kemudian dia melepaskan jubah itu, meragu sejenak, sebelum menempatkan jubah itu
di dekat kaki patung. Dia masih benar-benar tidak sadar pada keadaannya. Begitu dupanya habis
terbakar, dia mulai bersiap-siap untuk pergi. Jika mereka benar-benar membiarkannya pergi, Xie Lian
khawatir gadis muda ini tidak akan lagi berani bertemu orang-orang karena malu. Ketika Xie Lian
melihat kedua orang di sampingnya tetap bergeming; keduanya terlihat benar-benar tak berguna – Xie
Lian hanya bisa menghela napas. Nan Feng dan Fu Yao hanya merasa kalau tempat di samping mereka
kosong sebelum mereka menyadari bahwa Xie Lian sudah mengubah wujudnya menjadi bisa terlihat
manusia dan melompat turun.Penerangan di dalam kuil tidaklah gelap, tetapi bisa membuat hal-hal terlihat tidak jelas. Lompatan Xie
Lian mendatangkan embusan angin lagi, yang membuat cahaya lilin berkelip. Gadis muda itu, Xiao
Ying, merasa pandangannya silau, kemudian melihat seorang pria tiba-tiba muncul dari kegelapan.
Bagian atas tubuh pria itu telanjang. Karena itu, ketika si pria mengulurkan tangan padanya, jiwa Xiao
Ying sebenarnya terbang dan berserakan ketakutan.
Sudah dapat ditebak, gadis itu menjerit. Xie Lian baru saja akan bicara, ketika gadis itu secara refleks
melayangkan tamparan. "Tidak sopan!" teriaknya.
Plak! Xie Lian mendapat tamparan di wajahnya.
Suara tamparan itu tajam dan jelas. Ketika mendengarnya, wajah kedua orang yang masih meringkuk
di balik patung dewa itu juga ikut tersentak.
Walaupun sudah ditampar, Xie Lian tidak kesal atau pun marah. Dia hanya menyerahkan jubah luarnya
dengan tegas, sebelum cepat-cepat mengucapkan beberapa patah kata dalam nada yang tenang.
Setelah mendengarnya, gadis itu terkejut. Ketika menyentuh belakang roknya, wajahnya tiba-tiba
memerah dan air matanya mulai menggenang, entah karena marah atau malu, te tapi dia memegang
jubah yang diberikan Xie Lian erat-erat, sebelum bergegas keluar dari kuil dan pergi. Hanya sosok
rapuh Xie Lian yang kini tertinggal di kuil kosong itu. Ketika angin sejuk berembus, dia tiba-tiba merasa
agak dingin.
Xie Lian mengusap wajahnya, berbalik, menekan cap tangan yang memerah di pipinya, dan berbicara
pada dua dewa kecil itu, "Sudah selesai. Tak ada masalah lagi."
Ketika suaranya mereda, Nan Feng menunjuk padanya. "Kau....apa lukamu terbuka?"
Xie Lian melihat ke bawah, dan hanya bergumam, "O ...."
Yang tersingkap setelah dia melepaskan jubah luarnya adalah kulit yang indah seputih giok. Namun,
dadanya tertutup rapat oleh berlapis-lapis kain putih, diikat dengan sangat kencang. Bahkan leher dan
kedua pergelangan tangannya dibungkus perban, dengan luka-luka kecil yang tak terhitung jumlahnya
merayap dari bawah tepi kain putih. Sungguh pemandangan yang mencengangkan.
Setelah memikirkannya, Xie Lian memutuskan bahwa lehernya yang terkilir seharusnya sudah sembuh
sekarang. Jadi, dia mulai membuka perbannya. Fu Yao menatapnya beberapa kali sebelum bertanya,
"Siapa?"
"Apa?" balas Xie Lian.
Fu Yao, "Yang bertarung denganmu; siapa?"
Xie Lian, "Bertarung? Ah, tak ada...."
Nan Feng, "Kalau begitu, luka di tubuhmu ini...."
"Aku jatuh sendiri," jawab Xie Lian masa bodoh.
" ... "
Luka-luka itu adalah hasil akumulasi karena dia dijatuhkan dari Kayangan. Jika dia benar-benar
bertarung dengan seseorang, maka akan sulit untuk membuat Xie Lian bisa terluka sampai separah itu.
Fu Yao menggumamkan sesuatu. Xie Lian tidak mengerti apa yang dia katakan, tapi karena itu jelas
bukan pujian untuk menguatkannya, Xie Lian mengabaikan saja hal itu. Dia hanya berfokus membukaperban di lehernya. Namun begitu dia selesai, tatapan Nan Feng dan Fu Yao menjadi sangat terpusat; tertuju ke lehernya. Sebuah belenggu hitam melingkari lehernya yang seputih salju.