webnovel

Pergi

Mungkin tinggal beberapa hari saja Queen menempati kamar tidur yang selama ini menjadi kamarnya. Ia telah berbenah, mengemas pakaian yang akan dibawanya. Ia hanya meninggalkan kotak perhiasannya disana, yang mana ia berjanji akan memberikan kotak perhiasan itu pada adiknya.

Sebelum tidur, Queen hendak memadamkan lampu tetapi Asima mengetuk pintu kamarnya. Maka ia pun membukakan pintu untuk anak perempuan itu.

"Mana boleh di waktu begini kau masih keluyuran di luar kamar. Duduklah. Katakan padaku mengapa kau tidak pergi tidur."

"Aku hanya ingin disini bersamamu semalam. Nanti jika kau sudah pergi dan kau tidak menempati kamar ini lagi, siapa yang bisa kujumpai di siang atau malam hari? Sedangkan tak pernah sehari pun aku tak kemari."

"Kau tidak ingin aku pergi?"

"Benar."

"Tidak apa-apa, Asima. Kau tetap akan menempati rumah ini. Aku akan mengunjungimu. Berjanjilah kau tidak akan meninggalkan rumah ini. Kau tidak boleh menjualnya pada siapa pun. Mendiang ibu berpesan padaku demikian. Bibi akan menjagamu. Kau jangan banyak bertingkah. Ia sudah tidak muda lagi."

"Iya. Boleh aku tidur disini?"

"Baiklah."

"... Queen!"

Air mata Asima berlinangan, tumpah jatuh berhamburan bagai permata. Ia memeluk Queen dengan penuh kepedihan. Ia terisak lama sekali hingga akhirnya lelah dan tertidur.

***

Pagi itu sinar matahari cerah sekali. Queen tengah mengenakan gaun pastel yang berwarna kelabu sebagaimana suasana hatinya saat itu. Sebelum pergi, Bibi Elma membawakan manisan-manisan dan sekeranjang buah untuk bekal dan buah tangan. Queen menutup pintu mobilnya. Sekali lagi ia melemparkan pandang pada rumah yang telah membesarkannya. Rumah dengan segala kebahagiaannya. Rumah dengan segala kenangan yang diberikannya. Queen melambaikan tangan dan mengucap salam perpisahan. Ia melihat air mata yang tak lain adalah milik Asima sehingga ia melemparkan senyum pada gadis yang terus-terusan bersedih itu.

"Jangan sedih. Wajahmu jelek sekali. Sampai jumpa, Asima. Sampai jumpa Bibi. Baik-baik, ya."

Bibi Elma dan Asima mengantarkannya hingga pagar.

Queen memacu mobilnya menuju Radina. Kota itu berada 657 km dari kampung halamannya. Sebuah negara bagian yang indah dengan segala lambang kemakmuran tanah negerinya. Dibandingkan Radina, Dibawah pemerintahan perdana menterinya, Rubique Ozin, Radina menjadi negara kota paling maju di wilayah kontinensial Quanteramo meski keindahan negara kota tetangga tak kalah megahnya. Dengan tata kota yang ramah penduduk dan asri, Radina menjadi 'The Main Home' untuk Quanteramo. Winemar, Goldwin dan Jonala yang merupakan negara kota yang berbatasan langsung, masing-masing memiliki kastil yang tampak di keempat arah mata angin dari Radina. Di sebelah utara, tampak air terjun raksasa yang membentengi wilayah kontinensial ini. Pertahanan wilayah pun diperkuat oleh bukit batu di sepanjang batas selatan. Relief tinggi di barat mengukuhkan pertahanan alam dari sisi ini. Satu-satunya daerah landai ada di pintu timur, dimana wilayah ini menjadi pintu masuk lalu lintas perdagangan menuju Quanteramo.

Queen menempuh 657 kilometer itu dengan mulus. Ia memilih jalur bawah tanah untuk mempersingkat waktu menuju kota tujuannya. Jalanan ini tembus di gerbang barat Radina. Ia hanya turun beberapa kali untuk makan dan mengisi bahan bakar. Melalui gerbang barat ia menunjukkan visa dan meluncur ke Emerald Oakland yang memiliki julukan 'The Gold of Paradise' karena keindahan alamnya berdampingan langsung dengan peradaban klasik-modern.

Queen sampai di halaman rumput yang luas dimana terdapat sebuah rumah disana. Seorang pria yang tengah duduk di kursi taman menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat dan membawakan kopornya.

"Kutunggu kedatanganmu bahkan setelah 4 bulan pernikahan kita kau tak pernah berkirim surat."

"Aku hanya tak tahu apa yang mesti kukatakan. Bibi Elma membawakan manisan dan segala macam buah itu. Ia sangka kau akan suka."

"Nanti aku akan meneleponnya untuk mengucapkan terimakasih."

"Bagaimana kabar hidup akhir-akhir ini, Finit?"

"Sudahlah, kau baru datang. Kita masuk. Istirahatlah."

Queen berjalan masuk ke kamar yang ditunjukkan pria tersebut. Ruangan ini begitu tertata dengan lantai tertutup karpet yang rapat. Sebuah almari dengan pintu kaca, meja rias di sudut ruangan, televisi di seberang ranjang dan guci transparan dengan bunga-bunga berwarna cerah menyambut kehadirannya. Ranjangnya klasik dengan ukiran-ukiran batang besi hitam yang ramping. Gantungan topi dan jas di samping pintu. Jendela yang terbuka membuat udara bulan Maret yang menyenangkan bebas memenuhi ruangan. Semua itu menunjukkan betapa rapi seorang Infinita.

Pria itu telah meletakkan pakaian handuk di atas ranjang bagi Queen yang segera menyambarnya dan pergi ke kamar mandi. Ia menyentuh air yang menyegarkan. Ia berendam sementara pikirannya tertambat pada Asima yang terisak kemarin. Ia percaya Bibi Elma akan menjaganya dengan baik. Sementara itu ia membayangkan bagaimana ia akan menghadapi hari esok.

Ketika Queen keluar kamar mandi, lampu kamar telah menyala dan diluar hari sudah gelap. Finit tampak rebah di atas ranjang sembari menonton berita petang.

"Ferge dinilai mengalami kemunduran dalam mengatasi kekacauan dalam perusahaan."

"Kalau itu benar, ia akan segera mundur dari kursinya. Sayang sekali. Argus sebagai supervisor kehilangan partnernya."

"Ia bakal menghadapi pemberontak-pemberontak di perusahaannya sebagai single fighter."

"Tidak juga, pengikutnya banyak."

"Tahukah kau, pengikutnya yang banyak itu telah terlibat dalam konspirasi karya Driford?"

"Apa?"

"Dua minggu yang lalu Driford hampir berhasil menyeretnya masuk penjara atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Kau tahu otak dalam konspirasi Driford ini?"

"Siapa dia?"

"Ferroz Kluk. Ia memainkan seorang Vermes menjadi pionnya. Dan kau memilih bersinggungan dengan orang-orang berbahaya ini."

"Aku tidak memilih. Divisi yang mengalihkan pekerjaanku itu menuju padanya. Maukah kau membantuku, Infinita?"

"Tentu. Apa yang kau butuhkan?"

"Besok kita lihat situasinya."

***

Siang itu Finit memacu mobilnya di jalanan menuju Wine House. Ketika ia memasuki pintunya, tiga orang berkemeja kotak-kotak dan mengenakan celana jeans telah menunggu.

"Finit!" seru salah satunya sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.

Dengan tersenyum Finit menghampiri mereka, "kabar baik apa ini?"

Seorang dari mereka yang bernama Spang hendak memanggil pelayan dan namun Finit memberikan isyarat bahwa ia tidak minum.

"Pagi tadi, Spang mendatangi Parlemen, mengurusi pembatasan ekspor Fly seri 1. Sensor pelurunya dinilai terlalu sensitif sehingga sistem kontrol rudal otomatis yang berespon terlalu cepat dapat membahayakan pesawat itu sendiri. Disamping itu, komponen mesin yang baru mudah overheat."

"Apa penyebab overheatnya?"

"Sistem pendingin kurang optimal. Untuk voltage dan putaran mesin tingkat itu, sistem lama kurang dapat diterima."

"Fluida cooler, kipas dan lempengnya kurang sesuai."

"Tidak. Tidak. Mereka hanya belum menemukan sistem baru."

"Kalian sudah?"

"Fan 705. Hahaha."

"Fan ini membutuhkan voltase lebih kecil, selain itu di dalam mesin terdapat termoregulator dimana fluida cooler dapat bertahan lebih lama. Fluida coolernya pun baru. Ditambah dengan lempeng tembaga dengan permukaan lebih luas membuatnya lebih ringan."

"Kau berencana menguasai pasar?"

"Belum. Aku masih akan membuat terobosan baru untuk energy saver nya. Selain itu auto-drive dan auto-machine control masih perlu disesuaikan. Mungkin makan waktu 6 bulan lagi."

"Kukira kau akan menggunakannya."

"Bukan. Ini adalah senjata makan tuan. Kan aku pernah bilang padamu. Driford mencuri rancangan Dandellion 03-ku. Maka ia harus bersin-bersin dengan serpihan Dandellionnya."

"Automatic Machine Control yang baru dilengkapi sensor anti-Dandellion 03. Pada Dandellion 03, tanpa sepengetahuan Driford, telah ditambahkan lapisan krom 71. Logam ini jarang digunakan sebagai pelapis badan pesawat karena dinilai terlalu lemah. Dengan logam ini, pesawat mudah mengenali derajat panas rudal kendali yang dilontarkan dari mesin yang mendekati badan Dandellion sehingga sebelum sempat rudal kendali menembus pesawat lebih dalam, Dandellion akan meledakkan diri. Tentunya setelah bunga ini memuntahkan awaknya sejauh mungkin ke atas dengan jet mini. Ini sistem pengamanan yang baik sebelum terjadinya ledakan besar. Peledak otomatis ini hanya bekerja pada rudal dengan ukuran dan tenaga yang lebih besar. Disesuaikan dengan daya ledak rudal karya perusahaan Driford yang sampai tahun lalu masih menjadi rudal paling berbahaya yang ada. Tadinya aku menggunakannya untuk sensor agar mudah dideteksi radar pencari pada sistem kita. Khususnya hanya untuk mengenal Dandellion 03. Radar Driford akan mengenalinya sebagai pesawat hantu biasa sebab Krom 71 memiliki berat jenis dan matriks yang menyerupai baja. Tetapi sistem Pine akan mengenalinya sebagai Dandellion 03 yang luar biasa itu." kata Pine dengan tenang.

"Dandelion akan terbakar, berkeping-keping setelah Krom 71 dikenali. Peluru kendali yang membawa panas akan tersensitisasi oleh krom 71. Dandellion 03 akan meledakkan diri."

"Dan Driford belum tahu tentang itu."

"Luar biasa otak manusia dalam hal misi penghancuran sesamanya. Bahkan baik Driford, aku, maupun kau, berasal dari tempat yang sama. Negara yang sama."

"Tentu. Manusia pun memiliki mekanisme defensi untuk mengatasi ancaman yang membahayakan dirinya. Khususnya untuk orang yang berniat jahat, mungkin..."

"Aku sangat menyayangkan ini semua ditujukan untuk manusia."

"Dunia memang mengerikan, Finit. Kadang kau heran kenapa kau harus ada di dunia ini. Ah, lupakan saja sementara. Bagaimana nyonyamu? Apakah ia benar-benar datang? Apa kabarnya? Aku sudah ingin sekali bicara dengannya. Ia hebat sekali mengakaliku dalam game."

"Aku khawatir. Ia kini akan selalu ada di sekitar Driford, bahkan Kluk...."

"Ini tidak baik. Kau harus selalu mengawasinya."

"Divisi memindahkan posisinya. Saat ini ia pion Harper. Tergetnya adalah Vermes."

"Aku paham mengapa Harper membuat Queen naik pangkat. Sebentar lagi mungkin terjadi perkelahian antar wanita."

"Aku akan segera menarik Queen secepatnya jika itu terjadi. Vermes tidak akan membiarkan mangsanya lolos."

"Queen tidak bodoh. Ia juga bukan pria yang mungkin terpikat dengan Vermes yang ahli siasat."

"Ingat siapa yang ada dibelakang Vermes."

"....?"

"Kluk."

***