webnovel

Pilihan Buruk

Momen di ruang perawatan tadi masih membekas di kepala Asha.

Setelah sedikit baikan rupanya Asha melihat-lihat, Gavyn sudah tidak ada disana. Cukup membuat dirinya bernapas lega.

Disampingnya ada Zola yang menyeretnya untuk ikut bersamanya. Kemana lagi jika bukan ke Bunda Cakra, seperti yang di ucapkan oleh Zola tadi.

"La.. gue ke perpus bentar. Mau ketemu yang ngirim email." Zola berhenti dan menariknya kearah perpustakaan bukan parkiran.

"Buruan, si Cakra jam segini pasti udah pulang." Zola menunggu di depan perpustakaan sedangkan Asha masuk ke perpustakaan.

Asha menghampiri penjaga perpustakaan. Sepertinya wanita yang sudah bukan mahasiswa itu peka akan kehadiran Asha.

"Kamu Ashaqilla ya?" Asha mengangguk.

"Saya Rianti, saya langsung ke pointnya aja. Kamu baca-baca dulu print-an ini. Saya udah ketik semuanya yang kamu butuhin, jadi patokannya ada di print-an ini." Rianti memberikan print outnya kepada Asha yang dengan senang hati diterima.

"Baik Kak, terima kasih." Rianti mengangguk dan memperbolehkan Asha untuk meninggalkan perpustakaan.

Jika kalian penasaran, Asha ini sedang mencari uang tambahan. Jika sewaktu-waktu ada pengeluaran untuk tugas. Karna ia juga menabung uang yang diberikan Ayahnya.

"Udah? Ayok! Gue naik mobil lo. Tadi gue gak naik mobil." Asha mengangguk. Ia pasrah saja, selama ada Zola dia bisa aman tapi, andaikan tak ada Zola apa yang bisa ia lakukan?

Didalam mobil Asha menimang-nimang pilihannya ini. Antara mengikuti kata hati atau mengikuti Zola.

"La.. gak usah ya? Gue gak mau perpanjang masalah."

Zola menoleh pada Asha sekilas, dia yang menyetir.

"Gak! Cakra kalo di diemin aja makin cuek aja nanti sama orang."

"Tapi La.."

"Gak ada tapi-tapian Ashaqilla. Lo mau gue ceritain ke Bunda lo?" Asha menggeleng kuat. Tidak ingin menyusahkan Bundanya.

"Bagus, lo ikutin gue aja."

Asha hanya bisa tersenyum kecut, biarlah semua terjadi. Ia hanya tinggal memasang wajah bebal, dan menulikan telinga.

*****

Membaringkan tubuh adalah pilihan tepat untuk Cakra, sudah lama tidak bermain basket membuat badannya pegal-pegal.

Ia memejamkan mata dan meletakkan lengannya diwajah menutupi matanya yang sudah terpejam.

Sedikit lagi Cakra ingin memasuki alam sadar, sayangnya alam sadar menolak dirinya untuk berada disana.

"CAKRA!"

Suara bundanya menggelegar, membuatnya langsung membuka mata dan terduduk.

"TURUN CAKRA!" Cakra bingung, ada urusan apa hingga Bundanya berteriak tak sabaran seperti itu.

Cakra keluar kamar dan turun dari lantai atas ke bawah dengan ogah-ogahan. Ciri khas ayahnya.

Hingga dibawah, Bundanya menatap dirinya dengan berang. Pandangannya jatuh pada 2 mahluk menyebalkan. Yang satu menunduk dan yang satu menantang dirinya.

"Bener kata Zola? Kamu nih gak ada rasa peduli sedikit, dia cewek lo Cak." Cakra menatap 2 sejoli itu dengan datar.

"Cakra udah minta maaf Bun, udah mau bantu diri juga." Bela Cakra.

Asha yang merasa tersindir mencuri pandangan kearah Cakra dan tepat sekali Cakra melempar pandangan kearahnya. Langsung saja Asha kembali menunduk.

"Coba praktekin."

Cakra menjulurkan tangannya kebawah dan mengucapkan. "Maaf." Dengan datar, dingin, dan ngajak gelut.

"Kan! Gimana anak orang gak takut sama kamu, kamunya aja begitu Cakra!"

Cakra mengusap tengkuk belakangnya.

"Ya udah si Bun, gak usah di perpanjang." Bundanya Cakra melotot.

"Gak! Intinya nanti Bunda bilang ke Ayah kamu biar kamu lebih diceramahin." Yap, jika menyangkut menasehati dan berceramah yang paling depan adalah Ayah Cakra. Tak ada tandingannya.

"Bun, ayolah. Cakra janji gak akan ngulangin." Bunda menatap anak bungsunya. Menimang-nimang ucapan anaknya.

"Ya udah gak Bunda bilang Ayah kamu, sebagai gantinya kamu turutin keinginan Asha."

Asha mengadahkan kepalanya dan melebarkan mata kearah Bunda Cakra. Ia juga menelan ludahnya dengan susah payah.

"Bun?! Gak gitu juga Bun!" Bunda menggeleng.

"Pilihan cuma 2, yang tadi dan gak ada pengulangan." Cakra menghela napas.

"Cakra pilih, pilihan yang kedua." Bundanya dan Zola tersenyum puas. Sedangkan Asha? Wajahnya sudah pias.

Sekarang gantian, Bunda Cakra yang memandang Asha.

"Asha mau apa sama Cakra?" Asha bingung, ia menahan mati-matian untuk tidak terlihat gugup.

Asha melirik Cakra yang memberikan tatapan datar padanya.

"Hmm.. Asha minta tolong Cakra ajarin main gitar aja Tante."

"Loh?! Kok gampang banget Sha?! Kasih yang lebih berat lah!" Tolak Zola.

Cakra tersenyum kemenangan. "Gampanglah itu."

"Gak papa La.. dari dulu aku nyari guru gitar." Zola menghela napas, ia melihat ke arah Cakra yang santai.

"Apa lo?!" Seru Zola pada Cakra.

"Bun, udah kan? Cakra mau tidur." Cakra berbalik badan.

"Iya! Sholat dulu!" Cakra mengacungkan jempolnya dan naik ke lantai atas.

"Kalau gitu Asha hubungin Cakra aja, Cakra kalau udh ngomong di tepatin kok. Nih nomor Tante, jika seandainya Cakra gak nepatin janji." Asha mengangguk dan menerima kertas yang sudah berisi nomor telepon.

"Kalau boleh tau, nama Tante siapa?"

"Nama Tante Mila, kamu bisa panggil Tante, Bunda Mila. Sama kayak Zola." Asha tersenyum manis. Wanita di hadapannya sangat baik.

"Ngomong-ngomong, kamu ngingetin Bunda sama temen Bunda." Asha menatap bingung kearah Bunda Mila.

"Bun! Zola sama Asha pergi ya Bun. Urusannya udah selesai." Pamit Zola dan Asha.

"Iya Zol, makasih ya udah laporin Cakra." Zola memberi hormat pada Bunda Mila.

Asha dan Zola diantar Bunda Mila hingga ke luar pintu. Mereka sekali lagi berpamitan.

Bunda Mila menatap mobil yang baru saja meninggalkan perkarangannya. Ia merasa pernah melihat wajah itu, tapi tidak tahu dimana dan teman yang mana.

******

Pintu kamarnya diketuk dan muncul adiknya yang berusia 15 tahun.

"Abang." Cakra yang sedang mengerjakan tugas di meja belajar mengalihkan pandangan.

"Kenapa Nja?"

"Senja mau es krim." Cakra tersenyum kepada adiknya.

"Minta Abang Tian aja ya? Abang lagi kerjain tugas."

"Udah bilang, katanya minta uang 20 ribu ke abang, trus baru di beliin." Cakra mendengar baik ucapan adiknya. Adik laki-lakinya yang satu lagi sepertinya tidak tau sopan santun.

Cakra mengeluarkan uang 20 ribu.

"Nih, kamu ikut. Biar gak diabisin semua sama Bang Tian." Senja tersenyum cerah dan mengecup pipi Cakra. Senja langsung berlari ke luar kamar Cakra tak lupa mengucap terima kasih.

"Adik sialan emang." Umpatnya pada adik laki-lakinya.

Cakra menyenderkan tubuhnya di kursi, tugasnya belakangan jadi bertambah.

Ting! Notifikasi pesan masuk.

Nomor tak dikenal.

+62 85283099915

Malam,

Ini Asha

Ucapan saya tadi bener.

Kapan kamu bisa?

Cakra

Hm.

+62 85283099915

Kok hm doang?

Cakra

Y trus?

+62 85283099915

Cakra bisanya kapan?

Cakra

Sabtu.

+62 85283099915

Ya udah

Saya bawa gitarnya Sabtu.

Gitu aja.

Makasih.

Cakra meletakkan hpnya di meja. Tak ada niatan untuk membalas pesan dari Asha. Sepertinya waktunya akan terbuang sia-sia karna gadis itu, Asha.

*******