webnovel

BAB 5

Bara dan Faiz keluar dari lift dan menemukan Gery yang berlari mengejar Tasya.

"Gimana?" tanya Faiz pada Bara. "Demi perusahaan, Bro! Lagipula, meski dia adik kandung Gery. Mereka berdua sedikit berbeda. Veronica benar-benar tekun."

"Ya sudah! Lu temuin dia!"

"Eh? Gua?"

"Ajak Tasya." Bara segera pergi dari sana meninggalkan Faiz yang tertegun.

"Gery aja takut sama adeknya. Apalagi gua."

#------#

Di ruangan kantor Gery. Pria itu duduk di sofa dan menempel pada Tasya. Sedangkan Faiz terpaksa berhadapan pada Veronica.

"Cepat bilang! Apa yang lu mau?!"

Faiz tertegun. Veronica terlalu mengintimidasi. Ia mencoba mengatur napas dan berdehem sekali.

"Kami menarik pernyataan kami untuk membayar pinalti. Kami harap bisa bekerjasama kembali dengan anda."

"Tapi saya punya syarat."

Faiz merasa kelegaan yang tak tertandingi. Ia tersenyum senang.

"Sebutkan!"

"Saya ingin pak Bara meminta maaf secara langsung!" ucap Veronica sambil bersidekap.

"Gery!" ancam Tasya.

"Jangan coba-coba ancam Gery! Nggak akan mempan!" Veronica menatap tajam Tasya.

"Hahaha! Veve!"

"Diam! Sebelum gua lempar tas ini ke muka lu!"

Gery langsung terduduk lemas di lantai. Ditambah Tasya yang juga menatapnya tajam. Bisa-bisanya pria yang ada di depannya ini takut dengan Veronica.

"Hahahaha! Kalau gitu, saya akan bicarakan langsung dengan pak Bara. Saya permisi." Faiz segera pamit dan ngacir keluar.

"Saya juga permisi!" Tasya menyentakkan tangan Gery yang berusaha menahannya.

"Veve! Tolong jangan mempersulit kakak!"

Veronica langsung menatap tajam. Gery mundur dan kembali duduk di lantai.

#------#

Di ruangan Bara. Pria itu benar-benar marah dengan apa yang terjadi.

"Ta ... tapi, ini kan salah kita." Faiz mencoba membujuk. "Demi perusahaan! Demi tante Asih!"

Bara memejamkan mata. "Baiklah! Buatkan janji temu!"

Faiz segera keluar, sebelum Bara berubah pikiran. Ia langsung meminta jadwal pria itu pada sekretaris yang meja tepat di depan pintu kantor.

"Pak!" panggil perempuan itu dengan takut. "Apa pak Bara sedang marah?"

"Eh? Kenapa?"

"Sekretaris mister Austin mengundang pak Bara dan nona Veronica ke Bali untuk acara makan malam."

"Kamu sampaikan sendiri saja. Semangat!" Faiz langsung kabur.

"Mati! Tuhan gua belum nikah! Tolong selamatkan gua!" racaunya.

Perempuan itu segera mengetuk pintu dan ketika ada suruhan masuk, ia lekas masuk ke dalam. Pertama yang dilakukan adalah mengatur napas. Pelan-pelan mencoba menjelaskan.

"Baiklah saya tau!" ucap Bara.

Perempuan itu bernapas lega dan segera pamit undur diri. Ia tak ingin berlama-lama di ruangan mencengkam itu.

"Tunggu! Hubungi Gery! Tanyakan di mana Veronica!"

"Baik, Pak!"

"Lalu, suruh Faiz ke ruangan saya untuk menyelesaikan tumpukan berkas ini!"

"Baik, Pak!"

"Itu saja! Kamu boleh pergi!"

#------#

Di plaza. Bara tampak kewalahan membawa barang belanjaan. Di depannya ada Veronica yang berjalan dengan angkuhnya.

"Jadi bagaimana?" tanya Bara begitu sampai di parkiran.

"Gua pikirin nanti."

"Lu?!" Bara tampak emosi. Ia hendak pergi, tapi ....

"Tunggu! Bawa yang ini ke ruangan tim 2."

"Eh?"

"Itu barang contoh pakaian yang sedang tren."

"Gua pulang dulu!" Veronica pergi ke mobil lain. Tepatnya yang baru saja tiba dan Gery tiba-tiba muncul Pria itu langsung membukakan pintu untuknya.

Setelah mereka pergi. Bara lekas memasukkan belanjaannya itu ke mobil. Ia pergi dengan hati lega. Meski merasa seperti dipermainkan. Tapi tak masalah. Asal bisa lancar dengan undangan makan malam dengan tuan Austin minggu depan.

#-----#

Keesokan harinya. Selepas rapat tim dan rapat lainnya. Mereka kembali rapat di ruangan Bara.

"Dia ngapain ada di sini?" tanya Faiz yang melihat Gery duduk di sebelah Tasya.

"Jangan pedulikan lalat yang ada di sana!" jawab Veronica. Namun, sebelum Gery membalas, "rancangan mana yang mau dipakai?"

"Karena ada lima slot. Kenapa nggak kelimanya aja?" tutur Gery yang langsung mendapat pelototan tajam dari Tasya dan Veronica.

"Pilih salah satu untuk pakaian yang akan ditampilkan pertama kali. Kedua, ketiga, keempat dan kelima belum terpikirkan," jelas Veronica.

"Kalian benar-benar menyia-nyiakan usaha sendiri." Kali ini bukan hanya pelototan. Tangan Tasya langsung melayang memukul pundak pria itu.

"Mereka satu konsep!" jawab Veronica.

"Loh emang kenapa? Bener toh, sama-sama tentang Kelembutan dan kehangatan pasangan."

"Itu tema, Oon!" teriak Veronica.

"Bisa-bisanya lu suka sama dia, Sya!"

"Lu sendiri gimana? Bisa-bisanya punya kakak kayak dia?"

"Dia bukan!" jawab mereka serentak lalu tertawa senang.

Bara memijat pelipisnya. Rapat kali ini benar-benar membuatnya naik darah dengan kehadiran Gery.

"Ikuti saja dengan hasil rapat kalian!" jawab Bara.

"Hasil rapat kami cuma menentukan lima gambar ini dari empat puluh gambar," jawab Veronica.

"Saya banyak kerjaan lain! Apa kalian nggak bisa nentuin sendiri?!"

"Ya sudah. Kami akan tentukan sendiri!" ucapnya sambil menarik Tasya.

"Lu ngapain masih di sini?" tanya Bara.

"Kita kan dah lama nggak ketemu dan main bareng," jawab Gery enteng.

"Lu nggak ada kerjaan apa di perusahaan?!"

"Ada. Sangat banyak," jawab Gery sambil menyerahkan sepucuk surat. "Itu surat cinta Astuti buat lu. Gua tau, Veronica mirip dengan Astuti. Makanya gua jadi senang berada di dekat Astuti. Karena mereka mirip. Sebagai abangnya, gua ingetin lu! Kalo lu menjadikan Veronica sebagai pengganti dan pelampiasan hati lu yang nggak bisa bersama Astuti. Gua yang akan maju pertama kali untuk ngancurin perusahaan ini dan hidup lo!" Ia pun bangkit dan pergi begitu saja.

#-------#

Di Penthouse Bara. Pria itu berdiri dan termenung di sana. Menatap pemandangan malam kota Jakarta. Tak biasanya ia kemari.

Biasanya jika tak di rumah. Dirinya akan ke apartemen Faiz. Sedangkan Penthouse ini disewakan. Dan kebetulan, kontrak si penyewa berakhir tiga bulan yang lalu. Kunci pun sudah kembali ke tangannya.

Bara mengingat apa yang Gery katakan. Ia menyadari, dirinya tertarik dengan Veronica. Awalnya karena gambar yang membuatnya mengenali warna, lalu beralih dengan tingkah yang mirip Astuti.

'prank'

Bara langsung melihat ke arah asal suara. Di Balkon sebelahnya. Veronica berdiri mematung di sana.

Lama mereka saling pandang hingga Veronica memutuskan kontak. Ia segera masuk dan tak lama keluar dengan sapu dan pengki.

"Lu tinggal di sini juga?" tanya Veronica sambil membersihkan hasil perbuatannya.

"Iya."

"Oh! Ya udah! Gua masuk! Gua mau istirahat! Besok gua ada pemotretan. Jadi mungkin tiga hari baru bisa masuk kantor."

"Tunggu! Soal acara makan malam itu?"

"Aku tau. Manager ku sudah mencatat jadwalnya."

"Oh!"

Veronica segera masuk ke dalam. Ia membuang sampah di pengki ke tempat sampah. Dia benar-benar tak percaya dnegan apa yang terjadi barusan.

"Mampus! Kalau gitu dia denger gua teriakin nama dia selama ini! Jangan bilang dia tau?!" racau Veronica.