webnovel

BAB 1

Reporter memenuhi Bandara Internasional Jakarta. Mereka mencari sosok model dan artis cantik bernama Veronica.

"Apa benar anda akan bekerja sama dengan perusahaan Flingsih?" tanya salah satu reporter ketika ia sudah menemukan dan berada di depan Veronica.

Flingsih adalah Flying Asih Indonesia. Perusahaan yang namanya aneh, tapi itu adalah bentuk penghormatan seorang anak pada mendiamh ibunya yang bernama Asih.

Veronica tak menjawab. Ia segera pergi dengan bantuan bodyguard. Menurutnya mundur bukan berarti kalah.

Flingsih memproduksi pakaian yang mementingkan kenyamanan sang pemakai. Membuat pemakai terbang (berkegiatan) tanpa merasa panas, gerah dan berat. Tapi bukan berarti kurang bahan. Mereka membuat banyak jenis pakaian. Mulai pria dan wanita, lalu pakaian kerja dan rumah.

"Silahkan!" ucap salah satu bodyguard yang sekarang tengah menahan pintu.

Veronica berjalan masuk ke gedung apartemen. Ia menuju lantai teratas. Lantai 13.

"Hi!" sapa seorang pria dengan wajah takut. Begitu pintu lift terbuka di lantai 13.

"Dasar penghianat!" Veronica melepas tasnya dan melemparkan ke arah pria itu. Mereka sempat berkejaran sebentar.

"Maafin gua! Gua salah!"

Veronica menghembuskan nafas kasar. Ia benar-benar kesal dan ingin memukul pria di depannya lagi. Namun, muka babak belur itu, patut dikasihani.

"Lu tau kan kalau gua paling benci dengan Flyingsih?! Apa kata dunia, kalau gua tiba-tiba kerja sama dengan Flyingsih yang selama ini gua cecar di media sosial!!"

"Maaf!! Gua salah!"

"Katakan pada mereka kalau gua nggak akan kontrak dengan mereka!"

"Jangan!! Lu tau kan gimana boss kita?! Bisa-bisa gua digorok dan mati mengenaskan!!"

Veronica memutar mata malas. Ia segera membuka penthouse-nya. Namun ....

"Mana card access lu?"

"Jangan! Gua bener-bener dibunuh kalu ada apa-apa sama lu dan gua nggak bisa dateng tepat waktu."

"Serah lu deh!" Veronica masuk dan membanting pintu. Pria di depannya mengelus dada sabar. Entah kenapa dia malah mengikuti dua orang itu setelah lulus dari SMA yang sama dengan mereka.

Di dalam Veronica mengacak rambut di depan Wastafel. Lalu tubuh atasnya condong ke cermin dengan tangan yang berpegangan pada wastafel.

"Gery!!" teriaknya kesal.

#--------#

Di sebuah ruangan. Seorang pria duduk di kursi kebesarannya. Di belakangnya tertulis Flyingsih dengan logo di atasnya.

"Hatsyim!" Pria itu tiba-tiba bersin. "Sepertinya aku kena flu," ucapnya sambil mencari obat di laci mejanya.

"Sebaiknya anda istirahat pak Bara!" ucap pria yang duduk santai di sofa.

"Kerjaan gua masih banyak. Ngomong-ngomong, gua tadi minta laporan keuangan dari awal perusahaan ini terbentuk. Mana?"

Pria itu mendengus kasar mendekati bosnya. "Ini! Jangan terlalu memporsir diri! Lagi pula gua kosong."

"Kalo gua ganggu waktu kosong lu. Jena bakal bunuh gua, karena tak ada waktu kencan berdua."

"Ternyata lu berpihak ke Jena ya?"

"Kenapa? Ayahnya investor di sini. Gua otomatis nurutin apa yang dia mau."

"Baik! Gimana kalau dia suka sama lu?"

"Nggak mungkin. Mata, telinga, pikiran dan hatinya dah penuh sama lu!" Bara yang tengah duduk di kursi kebesarannya itu tertawa puas.

"Kalau gitu gua bakal mengundurkan diri!"

"Nggak bisa! Lu baru memperpanjang kontrak 5 tahun. Jadi jangan harap!"

"Cih! Oh iya! Besok Veronica dan manager-nya akan kemari."

"Aku tau. Sekretaris gua, Ridwan dah bilang tiga hari yang lalu."

"Lu serius mau ajak dia kerja sama?"

"Nggak. Gua cuma penasaran. Kenapa dia bisa membenci Flyingsih."

"Tapi sebenarnya, apa yang dikatakannya benar. Sejak lu buta warna. Perusahaan jadi bergantung sama pandangan gua."

"Dan pandangan lu itu selalu norak!" ujar Bara.

"Asem! Tapi sejak itu perusahaan jadi besar oleh para haters Veronica. Sebenarnya seberapa menyebalkan artis bernama Veronica hingga banyak sekali haters yang mendukung kita sekarang."

"Dia terkenal buruk dan sulit didekati para fans. Itu yang gua tau."

"Bara!"

"Eh?"

"Nggak jadi!" pria itu menatap belakang figura di atas meja Bara.

Figura itu berisi foto Bara dengan seorang perempuan bertubuh gemuk. Gambar itu diambil di rumah sakit oleh mendiang ibu Bara.

"Gua masih nggak percaya dengan kabar kematiannya." Bara menatap foto dalam figura. "Gua harap dia masih hidup dengan sehat."

Pria itu mengangguk paham. "Kalo gitu gua pulang dulu. Sampai jumpa besok!"

"Sampai besok!"

#------#

Esok harinya. Veronica keluar dari mobil dibantu oleh manager-nya. Perempuan itu berjalan dengan penuh percaya diri ke dalam gedung yang mana salah satu lantainya adalah kantor Flyingsih.

"Selamat datang!" Seseorang menyambutnya tak jauh dari lift berada. "Mari saya antar!"

Pria itu membungkukkan sedikit badannya dan mempersilahkan Veronica berjalan ke lift. Setelah gadis itu masuk. Barulah ia masuk dan menekan lantai 10.

'ting'

Pintu lift terbuka. Veronica keluar dengan santainya. Pria itu segera berjalan mendahului. Menunjukkan jalan dan membukakan pintu.

Veronica terdiam sesaat begitu melihat Bara duduk di kursi kebesarannya sambil menatap ke arah pintu.

"Dari reaksi anda. Sepertinya anda bukan membenci saya. Dan saya percaya sekarang. Jika desain kami yang benar-benar bermasalah." Bara berjalan mendekat ke arah sofa dan duduk di sana.

"Saya orang yang profesional. Tak akan mencampur adukkan urusan pribadi dengan pekerjaan." Veronica melangkah ke sofa dan duduk di sebrang pria itu.

"Saya sempat mengira jika anda adalah salah satu orang yang sempat saya tolak dulu."

Veronica mencengkram pinggir sofa dengan kuat. "Saya besar di London. Bagaimana mungkin saya bertemu dengan anda."

"Maaf. Saya tak bermaksud menyinggung anda."

Veronica melepaskan cengkramannya. Ia segera duduk tegap dan tersenyum tipis.

"Pihak agensi anda sudah setuju dengan kerjasama ini. Jadi saya harap anda juga setuju."

Veronica menatap pria di depannya itu dengan kesal.

"Saya rasa kerja sama ini juga demi memperbaiki citra anda. Agar orang tak beranggapan bahwa anda bukan orang yang tidak profesional."

"Saya tau. Tapi berhubung saya adalah pihak pertama. Saya ingin mengajukan beberapa syarat yang dituliskan dalam kontrak. Pertama, Flyingsih tidak bisa memaksa saya untuk cepat membuat desain pakaian baru. Kedua, saya tak harus datang kemari setiap hari. Tapi saya akan datang jika Flysing memang betul-betul membutuhkan bantuan saya. Ketiga, sebagai model. Saya berhak memilih pasangan model pria."

"Baik. Tak masalah. Saya akan terima persyaratan itu dengan baik." Bara berdiri dan mencondongkan tubuhnya ke Veronica. Mengusap sudut bibir perempuan itu dengan ibu jarinya. "Lipstick anda sedikit belepotan."

Bara segera beranjak ke kursi kebesarannya. Ia segera menelpon seseorang dengan telepon yang ada di meja. Memberitahukan apa saja syarat yang harus ditambah dalam kontrak kerja tersebut.

Veronica menatap tajam pada Bara. Ia tak menyangka akan diperlakukan seperti itu di saat pertama kali bertemu.

"Bukankah anda seharusnya berterimakasih pada saya?" tanya Bara setelah menutup telepon. "Selain itu sebagai wajah perusahaan saya harap anda bisa menjaga image sebaik mungkin."

"Aku tau!" Veronica segera pergi dengan kesal.

"Besok siang jangan lupa tanda tangan kontrak!" peringat Bara sebelum Veronica benar-benar pergi.