webnovel

Chapter 06 : Sembuh & Keputusan Collei

Collei yang berendam di dalam kolam air yang diciptakan oleh Déndro, pada awalnya dia sangat skeptis tentang pria itu yang dapat menyembuhkan penyakitnya ini. Karena, bahkan di Sumeru pun penyakit ini masih belum ada obatnya.

Jadi, jika saja hal itu dikatakan di dalam wilayah Sumeru, mungkin Déndro akan menjadi bahan tertawaan orang-orang yang ada di sana.

Namun, setelah satu jam lebih berendam di sana, pemikiran skeptis itu segera lenyap dari dalam kepalanya. Karena, pada saat dia mulai kembali membasuh tubuhnya, hanya untuk menghabiskan waktunya ketika sedang berendam di dalam sana, salah satu sisiknya terlihat retak, atau mungkin akan lebih tepat lagi untuk menyebutnya, kalau sisiknya itu tampak ingin terkelupas.

Melihat hal itu, cahaya harapan segera kembali menyala di mata ungu milik gadis tersebut. Karena, setelah dirinya putus asa dengan penyakitnya ini, akhirnya dia, sepertinya, bisa sembuh dari penyakitnya itu.

Meskipun hal tersebut harus melalui orang asing yang baru kemarin malam dirinya temui, hal itu masih tidak dapat dirinya pikirkan akan di alami olehnya.

Lagi pula, baru sekitar dua hingga tiga bulan dia berhasil keluar dari neraka itu, dan sudah satu bulan berlalu, sejak dia yang benar-benar putus asa dengan keadaannya ini, di mana tujuannya itu segera berubah menjadi balas dendam terhadap orang-orang yang membuatnya harus merasakan neraka tersebut.

Tapi, sepertinya hal itu perlahan tapi pasti, mulai menghilang dari dalam dirinya, setelah gadis tersebut bertemu dengan pria aneh berambut hijau yang memudar menjadi emas itu.

Pada awalnya gadis itu tidak ingin mengakui hal tersebut, dan dia hanya terus menyangkalnya saja. Tapi, setelah pria itu yang benar-benar menepati janjinya untuk menyembuhkan penyakitnya ini, Collei benar-benar segera merasakan perasaan yang sangat campur aduk terhadapnya.

Dengan kepala yang benar-benar sedang mengalami gejolak emosi, Collei terus menggosok sisik-sisik yang ada si tubuhnya. Sampai, setelah tiga jam berendam di dalam kolam tersebut, akhirnya seluruh sisik yang ada di tubuhnya itu terkelupas sepenuhnya, dan meninggalkan tubuhnya yang bersih tanpa memiliki sedikit pun sisik, yang artinya...

"A-apa aku sudah sembuh...?"

Ya, ketika pemikiran itu muncul di dalam benaknya, Collei segera meneteskan air mata kebahagiaan, yang sangat deras mengalir dari kedua matanya.

Lagi pula, setelah sekian lama menderita akibat penyakit tersebut, dan mengalami neraka akibat penyakitnya ini, akhirnya dia bisa sembuh juga? Tentu saja, Collei tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis.

Setelah senang dan terus menatapi seluruh tubuhnya selama beberapa saat lagi, Collei tiba-tiba tersentak, pada saat dia mengingat sesuatu hal yang sangat penting.

'Benar! Aku harus berterima kasih kepada Déndro!'

Collei segera bangkit dan mengeringkan tubuhnya menggunakan sebuah batu permata aneh, yang dirinya terima dari Déndro dan sepertinya hal itu dapat mengeringkan tubuh seseorang yang basah menggunakan sebuah angin hangat, sebelum dengan cepat mengenakan pakaiannya dan berjalan menuju ke arah Déndro, yang mana pria itu sepertinya sedang melakukan sesuatu hal dengan tombaknya yang sudah dipenuhi oleh sebuah api yang berwarna merah keunguan.

...

Déndro segera menghentikan hal yang sedang dirinya lakukan, setelah dia merasakan ada sebuah hawa kehadiran yang familiar, yang sedang berjalan dengan cukup cepat ke arahnya.

"Apa kamu sudah selesai, Collei?" Pria itu menanyakan hal tersebut dengan nada cerianya yang biasa, pada saat dia berbalik dan menatap tubuh milik gadis berambut hijau itu yang tampaknya sudah tidak memiliki sisik-sisik hitam yang sebelumnya hampir menutupi sembilan puluh persen bagian dari tubuhnya.

"Ya... Aku tidak percaya, kalau hal itu benar-benar dapat menyembuhkan penyakit ku ini." Gadis Collei itu membalas hal tersebut dengan nada ceria yang jarang, malah hampir tidak pernah, dirinya gunakan, pada saat sebuah senyum tumbuh di wajahnya.

Melihat senyum itu, Déndro segera paham tentang apa yang terjadi.

'Sepertinya gadis ini akhirnya telah memutuskan sesuatu hal yang akan mengubah hidupnya secara menyeluruh.'

"Senang mendengar hal itu. Kalau begitu, bagaimana jika kita kembali sekarang?"

Mendengar hal itu, Collei pada awalnya terkejut, sebelum dia membalasnya dengan anggukkan ringan dan berkata; "Ya. Mari kita kembali."

Setelah itu, mereka mulai berjalan kembali menuju ke Kota Mondstadt, tanpa ada satu pun dari mereka yang berbicara.

Dimana, sementara Déndro memilih untuk fokus kepada pelatihannya untuk semakin meningkatkan kontrolnya terhadap kekuatannya terhadap para bintang yang entah kenapa terasa sangat melemah, seakan-akan bintang yang ada di langit itu hanyalah sebuah kebohongan saja, di sisi lain, Collei memutuskan untuk tetap diam, karena dia yang sedang mengalami dilema tentang apakah dia harus melanjutkan balas dendamnya atau tidak.

Lagi pula, gadis itu sudah tidak memiliki alasan untuk melakukan balas dendam, karena penyakitnya ini sudah di sembuhkan, plus dia sendiri pun sedikit menyukai gaya hidup bersama dengan pria aneh yang ada di sampingnya ini.

Hal itu akan terus berlanjut, hingga mereka akhirnya sampai di Mondstadt.

.....

....

...

Sesampainya di Mondstadt, hal pertama yang mereka lakukan adalah menukarkan komisi mereka yang telah selesai dengan Mora, karena mereka benar-benar tidak memiliki Mora sepersen pun.

Ketika mereka melakukan hal itu, Katheryne segera memarahi mereka, karena membuat Adventure Guild khawatir, sebab mereka yang pulang begitu larut.

Dan, setelah meminta maaf dan menerima pembayaran mereka, kedua orang itu segera pergi menuju ke penginapan yang Katheryne rekomendasikan, yang terletak di dekat sebuah restoran bernama Good Hunter.

Penginapan itu sendiri terlihat sama dengan bangunan lain yang ada di kota ini, sebuah rumah berbingkai kayu standar.

Satu-satunya hal yang membedakannya dengan yang lainnya adalah sebuah tanda dengan tiga huruf yang, benar-benar Déndro tidak kenali, yang dirinya putuskan untuk anggap mengeja kata "penginapan".

Desain interiornya cukup membawa angin segar pada dirinya, dengan bagian bawah dinding terbuat dari kayu yang di plester, di mana terdapat balok kayu yang sesekali di sana-sini, yang diterangi oleh sconce yang ada di dinding. Serta, ada juga lampu gantung yang terletak di tengah langit-langit, yang membuat tempat ini terasa mewah, meskipun benar-benar tidak setara dengan Istana tempat dirinya tinggal dulu.

"Selamat datang, tamuku. Berapa lama kalian berencana tinggal?"

"Kamar double untuk seminggu untuk saat ini. Aku mungkin akan memperpanjang masa tinggalku nanti. Apakah itu tidak apa-apa?"

"Tentu saja, Tuan...?"

"Déndro Vròchi."

"Tuan Déndro. Benar-benar nama yang unik. Aku yakin orang tuamu sangat memuja Dendro Archon hingga memberimu nama seperti itu."

Wajah dari Déndro segera menjadi muram, setelah dia mendengar hal itu. Karena... "Sepertinya Anda telah salah paham akan sesuatu, Nona. Orang tua saya menamai saya dengan nama ini, dengan harapan agar saya dapat tumbuh seperti sebuah pohon yang akan terus berdiri kokoh selama bertahun-tahun lamanya. Jadi, ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan Dendro Archon."

Resepsionis penginapan itu hanya bisa membalasnya secara refleks saja. Karena, baik itu nada suaranya, sorot matanya, dan bahkan auranya pun, hal itu segera berubah seratus delapan puluh derajat dari yang awalnya ceria, menjadi sangat mematikan, hingga membuat wanita malang itu tidak berani untuk melanjutkan pembahasan tersebut dan memutuskan untuk mengakhiri topik pembicaraannya, ketika dia mengambil sebuah kunci dari laci meja yang ada di depannya.

"Total biayamu untuk satu minggu adalah seratus ribu Mora."

Déndro segera kembali menjadi dirinya yang biasa, setelah dia mendengar total biayanya itu. Dan, dia benar-benar bersyukur, kalau hanya dengan menyelesaikan empat komisi itu saja, mereka berhasil mendapatkan empat ratus ribu Mora, yang seharusnya sih hanya dua ratus ribu Mora saja, tapi karena mereka menggunakan sistem Party, di mana total bayaran mereka akan dikalikan sesuai dengan jumlah anggota party, hal tersebut membuat mereka agak kaya dalam waktu singkat.

Jadi, mengeluarkan seratus ribu Mora dan meletakannya di atas meja resepsionis, Déndro kemudian berkata; "Ini dia."

"Terima kasih. Ini kunci Anda. Nomor kamar Anda 106, ke kanan dan naik tangga untuk ke lantai dua, terus belok kiri, dan kamar Anda ada di ujung lorong di sebelah kiri."

"Terima kasih. Dan, bisa aku minta satu lagi kunci untuk kamar ini?"

Meskipun bingung dengan alasannya, resepsionis wanita itu masih memberikan Déndro satu kunci lagi, yang pria itu segera berikan kepada Collei.

"Ini..." Collei segera terkejut dengan hal itu. Karena, dia tidak pernah menyangka akan di beri kunci untuk kamar di penginapan mereka.

Melihat keterkejutan yang dimiliki oleh gadis Collei itu, Déndro memutuskan untuk memberitahukan alasan di balik hal itu kepadanya.

"Itu agar aku tidak perlu khawatir, jika saja aku tidak kembali akibat sesuatu hal semalaman. Karena, akan sangat tidak enak bagiku, jika saja kamu harus tidur di luar, kalau saja hal itu benar-benar terjadi."

Mendengar alasan di balik hal tersebut, entah kenapa perasaan hangat yang mengalir di dada gadis itu semakin menjadi-jadi, hingga tanpa sadar rona merah muncul di kedua pipi dan telinganya pun terlihat berubah menjadi merah padam.

'Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku begitu senang setelah mendengar pria ini mengkhawatirkan ku?'

Sementara Collei mulai terjatuh ke dalam dilemanya kembali, di sisi lain, Déndro memutuskan untuk berterima kasih kembali kepada resepsionis wanita itu, sebelum berjalan pergi menuju ke kamarnya, bersama dengan Collei yang wajahnya menjadi semakin memerah.

Ruangan itu sendiri berukuran agak besar. Dimana, terlihat ada sebuah jendela di sisi kanan ruangan, memberinya pemandangan sebuah toko suvenir, dan terdapat dua buah tempat tidur yang dipisahkan oleh sebuah lemari berukuran sedang yang mana hal tersebut terletak di seberangnya, dengan sebuah Nakas yang terletak di masing-masing sisi kosong dari kedua tempat tidur itu, plus sebuah meja rias di dekat Nakas, tapi hal yang paling mengejutkan Déndro itu adalah...

'Sungguh mengejutkan, kamar mandi en-suite. Dengan air mengalir dan toilet yang layak.'

Sejujurnya, hal terbaik yang Déndro harapkan dari hal tersebut adalah semacam kamar mandi umum, tapi dia pun tidak keberatan dengan hal itu.

'Untuk mandi, hanya ada ember dan gayung, tapi tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa dengan hal tersebut sejak belajar di bawah pengawasan Guru Chiron.'

Sementara Déndro hanya menyandarkan tombak miliknya di nakas yang ada di samping tempat tidurnya, di sisi lain, Collei mulai melepaskan jubah miliknya dan melipatnya sebelum diletakkan di atas nakas yang ada di samping tempat tidurnya.

Dimana, baru saja gadis berambut hijau itu duduk di tempat tidurnya, dia segera dikejutkan oleh sebuah pemandangan, di mana seluruh pakaian yang dikenakan oleh pria yang ada di depannya ini menghilang dan hanya menyisahkan sebuah kaos plus celana pendek saja, setelah sebuah cahaya redup berwarna biru agak kehijauan menyala di sekujur tubuhnya.

Meskipun ingin bertanya tentang bagaimana cara pria itu melakukan hal tersebut, tapi Collei berakhir memutuskan untuk menerimanya sebagai hal yang wajar saja. Karena, dibandingkan dengan apa yang pria ini telah lakukan hingga sekarang, hal itu benar-benar tidak ada bandingnya sama sekali.

Setelah beberapa percakapan acak singkat dan mengucapkan selamat tidur satu sama lain, mereka berdua pun akhirnya tertidur dengan pulas di atas ranjang masing-masing.

Namun, sebelum tidur, Collei sudah memutuskan, kalau dirinya akan melupakan balas dendamnya itu dan lebih memilih untuk hidup bersama dengan pria yang sedang tertidur di tempat tidur yang ada di sebelahnya saja, sebagai sesama orang yang tidak memiliki tempat untuk kembali.

Sambil memikirkan hal itu, Collei mulai terjatuh ke dalam Dunia mimpi dengan sebuah senyum yang tumbuh di wajahnya.