"Tang" linggis di tangannya jatuh ke lantai, dengan tangan kiri menutupi mulutnya Rei mencoba untuk menahan keinginannya untuk muntah.
Ini adalah kali pertamanya membunuh sesuatu yang menyerupai manusia secara langsung, tentu saja sensasi dan pemandangan seperti ini terlalu berlebihan baginya.
'Enggak, aku enggak boleh muntah! Kalau aku mau bertahan aku harus kuat. Iya... Iya... Aku harus kuat!'
Rei akhirnya berhasil menahan mual yang dia rasa, menghela napasnya dia kembali melihat ke arah zombie yang dia kalahkan.
Sebuah bola kristal hijau yang menyala terang tampak melekat di bagian kepala zombie itu. Menahan rasa jijiknya, Rei mengambil bola itu dan mencucinya dengan air.
"Walau aku tidak tahu batu apa ini, lebih baik aku bawa. Siapa tahu akan berguna untukku nanti."
Memasukkan bola kristal itu ke dalam tas ranselnya, Rei berjalan memeriksa isi dari kardus-kardus yang ada. Setelah membuka beberapa kardus di gudang, Rei tidak tahu harus enang atau sedih karena semua kardus berisikan susu whey protein seperti pada stan di luar.
"Ha... Paling tidak aku dapat sesuatu setelah pertarungan hidup mati tadi, aku tidak terluka saja sudah syukur."
Setelah memasukkan semua hasil jarahannya, Rei hanya berhasil memasukkan total empat puluh bungkus susu whey lima ratus gram. Karena ranselnya sudah penuh, di tambah dia sudah merasa pegal saat menggendong tasnya, Rei meninggalkan sisa kardus itu di sana.
"Ha... Hari sudah siang sebaiknya aku pulang. Lagi pula aku sudah lelah, terus bertualang dalam keadaan lelah hanya akan membunuhku."
Berjalan dari gudang Rei memutuskan untuk mengakhiri ekspedisinya hari ini dan bergegas pulang. Akan tetapi langkahnya terhenti saat melihat ratusan zombie yang berjalan menuju minimarket.
"Ya ampun, kelihatannya mereka mendengar keributan tadi. Kalau aku berdiam diri di sini, cepat atau lambat mereka pasti akan masuk."
Dengan jumlah zombie sebanyak itu, mustahil bagi Rei untuk selamat di luar sana. Tapi berdiam diri di dalam juga mustahil, oleh karena itu dia harus mencari cara untuk kabur dari sini.
"Zombie telah mengepung minimarket ini, satu-satunya arah untuk aku selamat yaitu pergi ke atap. Aku harus mencari cara untuk ke atap, dari sana aku akan pikirkan rencana lain."
Karena gedung minimarket ini hanya satu lantai, tidak ada tangga menuju atap. Mencari akal, Rei mengambil sebuah tangga dan naik ke atap melalui celah asbes untuk instalasi listrik.
Setelah memukul atap fiber di atas kepalanya, Rei akhirnya berhasil keluar dari dalam gedung minimarket. Ratusan zombie di luar, langsung menggila saat melihat Rei secara langsung.
"Oke... Sekarang aku harus apa? Mereka mungkin tidak bisa menggapai ku di sini, tapi aku juga tidak bisa hidup lama disini."
"Apa aku coba kunci mereka di dalam gedung? Tapi kalau aku lambat, aku bisa jadi santapan mereka."
"Lompat ke gedung lain juga bukan solusi, para zombie ini pasti akan terus mengikuti kemanapun aku pergi. Bertarung juga mustahil, bertarung jarak dekat melawan ratusan zombie dengan sebuah linggis adalah kebodohan tingkat tinggi."
"Aduh... Coba aku punya senjata api seperti di film, pasti zombie telah lama almarhum di tanganku."
Rei menghela napasnya dan mengambil botol air mineral yang ada di ranselnya, dia kemudian melegakan dahaganya dengan meminum beberapa teguk air mineral.
Minumnya terganggu saat dia mendengar ada suara kendaraan dari kejauhan, berdasarkan suaranya tidak salah lagi itu suara mobil.
"Masalah zombie ini saja belum selesai, sekarang ada penjarah yang menuju kesini. Aduh... Nasib-nasib."
Berdasarkan novel yang dia baca, penjarah tidak pernah pergi sendirian saat menjarah. Oleh karena itu Rei harus bersembunyi dari mereka, entah apa yang akan terjadi kalau sampai mereka mengetahui keberadaannya.
Rei bergegas memasang atap yang dia lepas, menaikkan tangga, dan menutup kembali celah instalasi listrik tempat dia masuk. Bersembunyi di atap yang gelap, Rei berusaha untuk tetap senyap agar dia bisa mendengar keadaan di luar.
"Zombie arah jam sembilan!" Suara teriakan seorang wanita cempreng terdengar dari luar.
"Duar! Jeduar! Duar! Duar! Duar!..." Seakan menyambut teriakan tadi, suara tembakan senjata api terdengar oleh Rei.
'Uh... Ya ampun mereka memiliki senjata api, Untung aku langsung sembunyi tadi.' Untuk pertama kalinya, Rei bangga jadi penakut.
Kurang lebih satu menit kemudian, suara tembakan senjata api dan suara zombie telah berhenti. Rei semakin yakin bahwa orang-orang di luar memang berbahaya seperti yang dia bayangkan.
"Bos Yan, area sudah bersih! Sekarang sudah aman untuk masuk." Teriak wanita sebelumnya.
"Tim B tetap di mobil dan awasi perimater sekitar! Tim A masuk dan periksa keadaan di dalam! Ayo hap, hap, hap!" Ujar seorang pria yang mungkin bernama bos Yan.
Suara langkah kaki terdengar lalu-lalang dalam area minimarket, mereka sepertinya ingin memastikan tidak ada area yang terlewat.
"Bos Yan semua area aman, tidak ada kontak di sini." Teriak seorang pria dengan suara yang agak serak.
"Aneh, kalau memang tidak ada apa-apa lalu mengapa para zombie ini berkumpul di sini." Ujar bos Yan terdengar kebingungan.
"Siapa tahu mereka lagi ngadem! Takut gosong, tuh tengok matahari lagi panas." Pria dengan suara serak terdengar berusaha mencairkan keadaan.
"Eh buto ijo! Elu becanda terus kerjanya, ini kita lagi serius disini! Kalau mau becanda sana tuh, di pojokan jauh-jauh." Ujar wanita bersuara cempreng.
"Eh keling! Kau biasa ajalah nggak usah marah-marah, aku kan cuma becanda!" Balas pria dengan suara serak.
"Lentan Dini! Letnan Koko! Cukup! Sekarang kita sedang bertugas!" Bos Yan terdengar marah melihat sikap anggotanya.
"Ba.. Baik kapten!" ujar letnan Dini dan Koko bersamaan.
"Susy! Bagaimana keadaan di gudang?" Tanya kapten Yan.
"Siap pak! Digudang kami menemukan banyak kardus susu tinggi protein pak!" Jawab wanita bersuara lembut yang mungkin bernama Susy.
"Dan sebuah zombie yang telah mati." Tambah seorang pria yang berada di dekat Susy.
Rei dapat menyimpulkan dari percakapan sebelumnya bahwa meraka berjumlah lima orang, bersenjata lengkap, dan juga terlatih dalam medan pertempuran. Sepertinya mereka bukan sekedar bandit biasa, Rei merasa dia harus lebij berhati-hati dari orang-orang seperti mereka.
"Ada zombie yang sudah mati? Menarik..." kapten Yan terdengar seperti seseorang yang berbicara sambil tersenyum.
Rei tidak mendengar percakapan apapun setelah itu, semua penjarah di bawahnya tiba-tiba senyap tak bersuara.
Sampai akhirnya suara kapten Yan terdengar oleh Rei, "Saya rasa sudah saatnya anda untuk keluar dari tempat persembunyian anda, kami tidak terlalu suka orang asing mendengar pembicaraan kami."
Mereka mengetahui keberadaan Rei? Hal ini tentu saja mengejutkan dirinya kaget bukan kepalang, apa lagi setelah semua usahanya untuk tetap senyap.
'Aduh... Aku sudah ketahuan! Eh... Tunggu dulu, mungkin mereka cuma tahu aku ada di sini tapi tidak tahu aku di mana.'
'Kalau aku terus sembunyi, mungkin aku bisa lolos tanpa harus menghadapi mereka. Tapi kalau mereka menggila dan menembak ke segala arah, mungkin saja satu atau dua peluru mengenai tubuhku!"
'Enggak, enggak, enggak! Resikonya enggak sebanding, lagi pula mereka belum tentu jahat."
Memasukkan linggisnya kedalam ransel, Rei membuka celah instalasi listrik dan lansung melompat turun ke bawah.
Berusaha terlihat tenang dan se-misterius mungkin, dia menahan rasa sakit di kakinya saat melompat.
'Aku sudah kalah jumlah, jadi aku tidak boleh terlihat lemah. Kalau mereka ada niat buruk, paling tidak sekarang mereka akan sedikit ragu.'
Di depan Rei saat ini berdiri tiga pria dan dua wanita, dengan empat orang mengarahkan senapan serbu mereka ke arah Rei.
"Kalau boleh tahu, kenapa anda berada di sini? Sudah hampir tidak ada barang berguna di sini. Kalau anda ingin mencari barang-barang berguna, lebih baik langsung mencari di kota."
Seorang pria berusia 26 thaun berbadan cukup besar dengan rambut hitam panjang yang di ikat kucir berbicara kepada Rei.
Pria itu menggunakan zirah Samurai berwarna merah dan pedang Katana menempel di pinggangnya. Berdasarkan suaranya, pria ini pasti yang di panggil dengan kapten Yan.
Di dekatnya berdiri seorang wanita berumur 24 tahun berkulit coklat gelap dengan rambut hitam sebahu, berdasarkan percakapan mereka sebelumnya dia pasti Letnan Dini.
Si Pria dengan badan sebesar beruang yang beberapa kali curi pandang ke letnan Dini pasti Letnan Koko. Kulit sawo mateng khas indonesia dan kepalanya yang telah di cukur botak, meyakinkan Rei bahwa letnan Koko adalah seorang pria berusia 27 tahun asli indonesia.
Di belakang meraka berdiri sepasang pria dan wanita berambut pirang berusia sekitar 23 tahun, dilihat dari wajah mereka yang hampir sama mereka pasti kembar.
Berdasarkan pengamatannya, Rei dapat menarik kesimpulan bahwa dia tidak akan menang bila bertarung dengan salah satu dari mereka.
'Oke... Sekarang aku harus jawab apa?'