Kakak Tertua sangat mencintai adik seperguruannya satu ini. Mungkin dikarenakan Xing Jiu'an berada di usia yang seumuran dengan putrinya, jika dia memilikinya. Meskipun masih lajang hingga saat ini, namun dia juga sangat menyukai anak-anak. Dia adalah saudara seperguruan yang paling tua di sini. Dia menganggap para juniornya seperti adiknya sendiri, namun hanya kepada Xing Jiu'an saja dia merasa seperti merawat anak perempuannya sendiri. Xing Jiu'an benar-benar masih sangat muda. Saat gadis kecil itu pertama kali tiba di tempat ini, usianya masih tiga tahun, sedangkan Kakak Tertua sudah berusia 19 tahun. Dia lebih tua 16 tahun dari gadis itu.
Sang Kakak Tertua membawakan buah dan makanan, lalu meletakkannya di hadapan Xing Jiu'an sambil berkata, "Aku memberimu semangkuk mie. Kamu makanlah dulu, supaya perutmu tidak kosong."
Adik seperguruan yang masih baru dan muda itu melihat pemandangan di depan matanya dengan penuh keheranan. Dia menatap Xing Jiu'an dengan heran pula. Saat dia datang ke tempat ini, dia juga sudah bertemu dengan beberapa kakak seperguruannya yang lain, tapi tidak ada seorang pun yang diperlakukan dengan begitu baik oleh sang Kakak Tertua ini. Sikap sang Kakak Tertua seperti mengurus seorang anak.
Xing Jiu'an mengambil jeruk yang diberikan kepadanya, mengupas kulitnya, lalu memakannya. Dia duduk di kursinya sendiri, yang paling dekat dengan gurunya. Sang guru sudah berusia sekitar 50 tahunan. Rambutnya sudah memutih dan terlihat seperti seorang pria tua yang sangat baik dan ramah.
"Jiu'an, ikut aku…" Suara sang guru terdengar serius. Xing Jiu'an tidak tahu kenapa, tapi dia mengikuti sang guru dengan patuh.
Saudara seperguruannya yang perempuan memasak minuman jahe, sementara yang laki-laki memasak mie. Setelah Xing Jiu'an dan gurunya meninggalkan tempat, hanya ada sang Adik Termuda seorang diri di sana. Entah mengapa, dia mendadak teringat sang guru yang sebelumnya duduk di halaman dan bermain catur dengan dirinya. Dia pun menggerutu kesal, "Benar-benar sialan."
Saat itu, Adik Termuda tidak mengerti karena setiap kali dia bertanya, sang guru tidak menjawabnya. Namun ketika melihat Xing Jiu'an sekarang, dia merasa bahwa kalimat yang akan ditanyakannya pasti ada hubungannya dengan kakak seperguruannya yang baru datang tersebut.
***
"Guru…"
Baru saja Xing Jiu'an bersuara, namun sang guru menyelanya, "Jiu'an, apa akhir-akhir ini kamu merasa hari-harimu buruk?"
Xing Jiu'an tidak menjawab, dia hanya menundukkan kepalanya.
"Sebenarnya ada beberapa hal yang mungkin tak terlihat di matamu. Mungkin hidup ini… tidak seburuk yang kamu bayangkan," ucap sang guru.
Xing Jiu'an menoleh ketika mendengarnya. Dia adalah seorang gadis yang pintar. Saat mendengar gurunya mengatakan hal seperti itu, ada hasil yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
"Guru … "
"Jiu'an, dengarkan aku… Semua kesulitan hanyalah proses pendewasaan," sela sang guru.
"Selain itu, aku tidak ingin kamu…" Sang guru mengelus kepala Xing Jiu'an dan menghentikan kalimatnya sejenak, lalu berkata lagi, "Kamu pasti tahu."
Xing Jiu'an mengerucutkan bibirnya dan berkata, "Guru pada awalnya Anda memberiku nama Xing Se karena… apa hidupku sepahit itu?"
"Kamu ini bicara sembarangan!" Sang guru terlihat pura-pura tidak puas. "Aku menamaimu Xing Se karena… kalau namamu pahit, maka hidupmu akan manis."
"Jiu'an, semua hal ada sebab dan akibatnya. Dan… ada pula reinkarnasi. Karmamu telah berakhir dan tidak akan ada lagi penderitaan yang akan menyiksamu. Xing Jiu'an, kamu sudah bebas. Teruslah untuk punya keinginan kuat. Aku akan selalu menjadi pendukungmu."
Wajah Xing Jiu'an menjadi dingin dan dia berujar, "Guru, Anda mengambil sebatang cokelat dariku, tapi Anda masih ingin melindungiku."
"Ini semua untukmu. Makanlah… Setelah memakan penderitaan, maka kamu tidak akan menangis lagi." Sang guru mengeluarkan sejumlah besar cokelat dari sakunya, yang jelas-jelas sudah disiapkan olehnya.
Xing Jiu'an suka memakan cokelat, tapi dia tidak bisa makan dalam jumlah banyak. Namun, tidak apa-apa baginya jika makan sedikit. Jika dia memakan terlalu banyak, maka perutnya akan terasa tidak nyaman. Sejak kecil hingga dewasa, dia selalu dikontrol dan dibatasi. Dia hanya makan cokelat sebanyak satu atau dua kali dalam sebulan dan dalam jumlah kecil.
Saat melihat cokelat yang ada di hadapannya, Xing Jiu'an memilih dan mengambil satu bagian kecil.