webnovel

Ingin Bertemu Guru

Editor: Wave Literature

Saat jam makan siang, Mu Qing dan Lu Mingxi menemui Xing Jiu'an sambil membawa makanan. Xing Jiu'an membuka pintu dan mempersilakan mereka berdua masuk. Mu Qing dan Lu Mingxi membeli beberapa menu makanan, semuanya sangat disukai oleh Xing Jiu'an. Xing Jiu'an suka makanan pedas, sehingga Mu Qing juga makan makanan pedas bersamanya. Ini adalah kebiasaan yang sudah dilakukan sejak kecil, jadi tidak pernah berubah. Sementara Lu Mingxi tidak bisa makan makanan pedas, sehingga dia memesan makanan sendirian.

Mu Qing telah menyaksikan Xing Jiu'an tumbuh dewasa, sehingga otomatis dia tahu apa yang disukai dan tidak disukai gadis itu. Seleranya makannya juga berubah mengikuti Xing Jiu'an dan kesukaan keduanya tidak jauh berbeda. Xing Jiu'an sangat pemilih dalam hal makanan. Banyak makanan yang tidak disukainya, tapi orang-orang di sekelilingnya menuruti apa keinginannya.

Xing Jiu'an melihat ada dua jenis makanan. Dia pun memilih mie beras.

Mereka biasanya memilih untuk memesan makanan di luar, yaitu beberapa jenis jajanan biasa. Meski penampilan Mu Qing seperti bos, tetapi dia juga sering makan makanan ringan bersama Xing Jiu'an, seperti mie beras pedas, bahkan tahu busuk (Sejenis tahu yang difermentasikan lebih lanjut, sehingga menjadi berbau tidak enak).

Xing Jiu'an makan dengan sangat lambat. Saat ini, masih belum jelas apa yang dialaminya sebelum kematian adalah fakta atau hanya mimpi. Jika ini mimpi, dia memohon agar mimpi ini bisa menjadi lebih lama. Setidaknya, dia bisa pulang dan menemui gurunya. Dia merindukan gurunya. Sang guru berkata bahwa dirinya adalah ahli pertapa, tapi Xing Jiu'an tak percaya. Gurunya yang sudah lanjut usia itu lebih kekanakan daripada dirinya, bahkan merampas cokelat miliknya. Entah bagaimana mungkin orang yang seperti itu bisa terlihat seperti orang yang hebat.

Namun, guru Xing Jiu'an tentu saja sangat hebat. Gurunya mengajarkan bela diri kepadanya dan memiliki banyak murid dari seluruh dunia. Mereka adalah para saudara seperguruan Xing Jiu'an. Mereka menghabiskan waktu beberapa saat di pegunungan setiap tahunnya. Terutama pada saat Xing Jiu'an berulang tahun, mereka akan merayakannya dengan meriah. Dia akan dibanjiri hadiah pada hari ulang tahunnya di rumah kecilnya. Saat memikirkan hingga sampai sini, Xing Jiu'an tak bisa menahan senyumnya. Hari-hari itu terasa sangat membahagiakan. Itulah hari-hari yang tidak bisa dia dapatkan kembali dan tak bisa tergantikan oleh apa pun.

Gurunya menjemputnya pulang dan membesarkannya. Gurunya mengajari Xing Jiu'an banyak hal, tetapi mereka sudah setahun lebih ini tidak bertemu. Xing Jiu'an telah membuat gurunya marah besar sebelumnya. Pada akhirnya, dia tidak memiliki kesempatan mendapatkan pengampunan dari sang guru.

Setelah makan, Mu Qing dan Lu Mingxi membawa sisa makanan mereka ke tempat sampah, sedangkan Xing Jiu'an tidur sebentar. Xing Jiu'an merasa sangat lelah, padahal pada saat ini dia sangat sehat. Namun, saat ini dia merasa seperti pada saat-saat dia sekarat dan meregang nyawa. Dia merasa lelah dan mengantuk, seolah tak ada yang bisa membangkitkan minatnya. Padahal, saat ini Xing Jiu'an berada di usia 19 tahun, sementara dia meninggal pada saat usianya 21 tahun.

Tidak lama setelah berbaring, Xing Jiu'an tertidur. Jam beker membangunkannya pada pukul 4 sore. Dia mendapati bahwa dirinya tertidur sangat lama. Setelah mencuci wajahnya dan sepenuhnya sadar, dia membereskan beberapa barang dan hendak keluar. Tempat latihan mobilnya cukup jauh. Jika macet, dia harus menunggu lebih lama.

Xing Jiu'an tidak ingin mengemudi ke sana sendirian. Dia pun melayangkan pandangannya ke pintu di seberangnya, yaitu tempat kediaman Mu Qing. Dia menunggu sebentar, tapi dia tidak berani mengetuk pintu rumah itu. Dia merasa bahwa masalah kecil seperti ini seharusnya tidak perlu merepotkan pria itu. Dia juga tak perlu membawa pria itu pergi bersamanya. Lagi pula, ini adalah urusannya sendiri. Kakak seperguruannya itu pergi untuk mengurus sesuatu. Setelah pulang, tentu pria itu harus beristirahat baik-baik. Saat memikirkan ini, dia pun membalikkan badan dan turun ke lantai bawah. Dari punggungnya, dia terlihat kesepian. Sepertinya, dia sudah terbiasa hidup sendirian dan tidak membutuhkan banyak teman.

Xing Jiu'an turun ke lantai bawah. Dia sudah tidak lagi melihat bayangannya sendiri maupun mendengar langkah kakinya. Pada saat ini pula, Mu Qing keluar dari rumahnya. Mu Qing menatap koridor dengan tatapan rumit. Dia tampak sedih dan jari-jarinya gemetar. Dia bersandar di ambang pintu dan dia tak tahu apa yang harus dilakukannya.