webnovel

Friend With(Out) Benefits

Wendy, terjebak dalam hubungan yang sedang digandrungi banyak remaja kekinian. Dengan peraturan di mana keduanya tidak diperbolehkan menaruh hati. Suatu kebodohan membuat dirinya terjerumus dan semakin terperosot. Kesalahan yang sudah pasti berisiko tinggi tetap ia lanjutkan hingga hatinya siap tak siap harus menghadapi kehancuran.

HuskyUsagi · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
11 Chs

#6

Biasanya tiga bulan sekali, Roni mengajak divisi desain untuk staycation bersama. Dan di awal bulan ini, jadwal liburan tiba. Di hari sabtu, Roni dan anak buahnya sekaligus Chindy berangkat ke salah satu pantai di kota sebelah.

Seperti liburan sebelumnya, mereka bersenang-senang. Memesan penginapan dan menghabiskan hari pertama untuk berkeliling. Namun kini sedikit berbeda, karena Wendy tidak ada sendiri di kamarnya.

Berkat ini, keduanya mulai lebih kenal, lebih dekat lagi, hingga akhirnya Wendy dan Chindy jalan ke mana-mana berdua. Melepas diri dari rombongan. Roni tak perlu susah susah mengawal kekasihnya atau Surya yang menemani Wendy jalan-jalan. Para laki-laki akhirnya merasakan kebebasan!

Kedua perempuan itu menyusuri toko-toko yang berada di pinggir jalan Malioboro. Ya, tujuannya kali ini di Jogja. Siapa yang tidak tahu Jogja dan Malioboronya?

Menghabiskan gaji awal bulannya dengan berbagai macam jajanan dan baju. Keduanya tampak baik-baik saja mengeluarkan uang dengan nominal fantastis. Sungguh gila jika perempuan menjalankan hobinya yang satu ini.

Seusai berbelanja, keduanya lantas pergi ke salah satu tempat makan es krim yang terkenal di Jogja. Tempo Gelato. Memesan beberapa topping dan membawanya ke lantai atas dengan ribet karena belanjaan yang masih ditenteng.

Mereka memilih kursi atas untuk menikmati lantai bawah serta melihat jalanan luar lebih luas. Sembari berbincang mereka menikmati es krim pesanannya.

"So.. kamu ada hubungan apa sama Petra?" Pertanyaan mak jduar itu mengejutkan Wendy. Ia hampir tersedak dengan es krim black forest miliknya.

"Backstreet, ya?" Kedua kalinya Chindy melontarkan pertanyaan yang tak disangka-sangka Wendy. Gadis itu mengrenyit, bagaimana bisa Chindy menyimpulkan hal itu.

Chindy terkekeh pelan. Ia jelas tahu pasti Wendy tidak menyangkanya. Tapi berbeda arti dengan apa yang dipikirkan Wendy.

"Aku.. belum lama ini lihat kalian ciuman di ruangan desain. Pas habis istirahat," ingat Chindy. Tampaknya yang memergoki mereka berapa minggu lalu mulai mengaku. Memang saat itu ada perlu dengan Roni, tapi rasanya adegan romantis itu tak bisa Chindy rusak dan memilih dinikmati saja.

Ia kemudian menambahkan, "pas nonton film itu aku juga lihat kamu di toilet. Aku mau nyapa, tapi kamunya sibuk selfie dan aku keburu keluar bareng temen-temenku."

Wendy masih dikerubungi rasa terkejutnya. Ia masih membungkam, tak bisa berkata apa-apa. Tapi sungguh sepertinya Chindy sudah berpikir yang tidak-tidak tentang hubungannya dengan Petra.

"Pas di luar, aku lihat Petra yang nungguin di depan toilet. Dia juga lihat aku, kok. Dia ga cerita, ya?"

Gadis mungil itu menggeleng, tak tahu.

"Gapapa. Ish, ngapain backstreet, sih? Cocok, kok. Apalagi kalian jalan-jalan sambil gandengan. Lucu, deh."

Wendy langsung lemas. Ia menggelengkan kepala sembari memegangi keningnya. "Ngga. Ga gitu," sangkal Wendy bingung untuk menjelaskannya.

Namun Chindy dengan sabar mendengarkan semua penjelasan Wendy mulai dari ciuman hingga pikiran Chindy yang salah. Perempuan dewasa itu mengangguk-anggul mengerti sambil sesekali menyendoki es krimnya yang mulai meleleh.

"Engga ada rasa suka? Sama sekali?" Pertanyaan itu dijawab dengan gelengan tegas Wendy. Chindy tersenyum genit, jahil.

"Yakiin? Coba dilihat-lihat, dirasain."

Kembali, gadis itu hanya diam sembari memandang es krim yang tak kembali ia sentuh. Memikirkan apa yang dikatakan Chindy. Mungkinkah Wendy harus mulai memikirkan hal ini lagi?

=====

Malam telah tiba. Wendy dan teman-temannya ke pinggir pantai untuk bakar-bakar. Berbagai macam makanan yang sekiranya bisa dibakar, dibawa oleh Roni dan para laki-laki. Sementara itu, Wendy dan Chindy sibuk membakar.

"Beuh, calon ibu pada rajin masak," ledek Sandi kemudian ikut membakar marshmellow miliknya yang sudah ditusuk dengan tusuk sate.

Setelah menata semuanya, mereka mulai membakar makanan masing-masing kemudian membawanya ke pinggir pantai untuk dinikmati.

Sandi dan Petra lebih dulu menyelesaikan bakar-bakarnya dan membawanya ke atas karpet yang sudah digelar sebelumnya. Disusul oleh Roni dan Chindy.

Tersisalah Wendy dan Surya. Keduanya hanya diam sambil menunggu dagingnya matang. Terkadang Surya mengajak Wendy ngobrol, tapi setelahnya kembali hening.

"Wen," panggil Surya pelan. Pria itu melihat ke Wendy sebentar, kemudian melihat ke arah teman-temannya yang cukup jauh dari perapian. Yang dipanggil menoleh dengan paras lugunya.

"Mau tanya sesuatu. Tapi.. ini agak nyinggung perasaanmu, sih."

"Sok tanya aja. Santai," balas Wendy sambil meletakkan dagingnya di piring plastik kemudian menaruh sate daging lainnya di atas api.

"Aku udah penasaran dari lama banget. Tapi, jujur. Kamu pernah backstreet sama Roni, ya?"

Mak Deg!

Wendy terbelalak, terkejut. Namun ia masih mencoba untuk menutupinya meski Surya sudah tahu dari respon awalnya.

"Aku pernah lihat kamu dijemput Roni di depan toko bunga. Kebetulan aku lagi pesan bunga di sana dan nunggu pesananku jadi. Aku, lihat semuanya di dalam mobil gimana," jelas Surya sambil membalikkan satenya.

Gadis itu tak berkutik. Apakah Surya hanya tahu sampai situ? Wendy masih takut untuk bertanya. Suaranya tertahan karena saking kagetnya. Lehernya terasa tercekat.

Surya hanya diam. Sudah jelas dengan jawabannya. Memang Wendy tidak mengatakannya, tapi Surya sudah menerima penjelasan itu dari respon kagetnya Wendy. Kini dia sudah sedikit merasa plong.

Tapi haruskah dirinya mengorbankan jiwa Wendy yang tergoncang demi kepuasannya?

"Wen.. aku minta maaf. Aku ga maksud bikin kamu gini..," jelas Surya lembut. Ia memegangi tangan Wendy perlahan. Gadis itu sedikit mundur dan menggeleng. Namun sebisa mungkin Wendy menahan dirinya untuk tidak goyah.

Lagi-lagi teringat hal itu. Tapi bukan sakit yang dirasa Wendy, dia lebih terkejut. Padahal sebisa mungkin Wendy membungkusnya dengan rapi. Ternyata masih ada yang tahu.

Wendy terkekeh dan tersenyum pucat, ia menyuruh Surya untuk segera membawa makanan itu ke karpet, menyusul yang lain. Surya tak dapat memaksa, ia menurut dan membawanya pergi. Sementara Wendy masih sibuk dengan dirinya yang mematung.

"Wen! Gosong iniiiii!" seru Chindy melihat daging yang dibakar Wendy terlambat diangkat. Lamunan Wendy pun buyar seketika dan ikut panik.

Roni segera mendekat dan membantu Chindy membereskan. Wanita itu memandang Wendy yang masih sedikit melamun dalam paniknya. Ada rasa bingung di benaknya, kemudian menoleh ke arah karpet, tepatnya ke arah Surya yang terakhir menemui Wendy. Rasanya Chindy menaruh rasa curiga terhadapnya. Namun yang lebih penting sekarang mengamankan daging dan membuat Wendy nyaman.

"Petra, bawa Wendy, nih." Chindy memanggil Petra yang segera direspon Petra dengan cepat. Ia membawa Wendy untuk duduk di karpet, bergabung dengan Sandi dan Surya.

Roni melirik ke Chindy. "Kenapa tiba-tiba Petra?" tanya Roni sambil masih menaruh daging daging yang terselamatkan di piring.

Chindy menghela napas berat. "Emang engga peka, sih. Padahal kalian yang lebih sering seruangan."

Setelah Chindy berucap, Roni segera mengolah kalimat kekasihnya. Terdengar janggal dan menarik, tapi Roni masih belum mulus menggilingnya. Padahal hal itu cukup mudah.

"Nyerah, deh. Apa, tuh?" tanya Roni kemudian.

Chindy merapatkan jarak mereka, kemudian menceritakan semua dengan pelan-pelan. Sepertinya Chindy memendam semua yang ia tahu. Raut Roni terkejut, senang. Hoho, sangat menarik.

Sepasang kekasih itupun mulai merencanakan sesuatu untuk membuat Wendy dan Petra semakin dekat. Tampaknya mereka sangat mendukung jika kedua orang itu bersatu.

Namun diam-diam Chindy masih menaruh rasa penasaran antara Wendy dan Surya. Tidak biasanya Wendy tidak fokus sampai membuat kesalahan seperti ini. Tapi ia berpikir jika tidak mengganggu jalan pendekatan Wendy dan Petra, Chindy tak akan mempermasalahkannya.

== === ==