Semua orang langsung melotot saat mendengar nama Menteri Alvaro. Mereka saling berpandangan dan menyadari sesuatu. Mereka menyadari bahwa masalah Yudanta bukan masalah sepele. Yudanta dan Mahajana adalah kunci dari semua misteri yang terjadi di Kerajaan Tirtanu.
"Oh… Yang benar saja! Jadi, kita akan berurusan dengan keluarga kerajaan?" ucap ketua tim.
"Untuk saat ini kita diam saja dulu. Nanti setelah pemakaman Xavier, saat Yang Mulia menanyakan kemajuan kasus Yudanta, akan kusampaikan hal ini perlahan-lahan", kata Jenderal Yoshi menenangkan ketua tim.
"JENDERAAL…!!!" tiba-tiba datang suara lain dari arah pintu.
Jenderal Yoshi, ketua tim, dan tim penyelam langsung menoleh ke arah pintu. Dari lubang pintu, tiba-tiba muncul seorang anggota tim Akas yang berlari ke arah mereka. Dia adalah anggota tim Akas yang mendapat piket jaga malam.
"Ada apa?" tanya Jenderal Yoshi.
"Mahajana. Yang Mulia menemukan 31 jenazah di dalam gudang stok makanan Mahajana tadi pukul 10 malam. Sekarang Mahajana masih ramai", kata anggota tim Akas itu.
"Yang Mulia Raja Ehren?" tanya seorang penyelam.
"Iya", kata anggota tim Akas yang baru datang.
"Ternyata benar dugaan kita", kata Jenderal Yoshi sambil bertatapan dengan yang lain.
Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349
Matahari bersinar lembut di pagi hari ini. Sinar lembut sang mentari mengiringi jalannya pemakaman Xavier di sebuah bukit rumput. Bukit ini dipenuhi oleh para pengiring jenazah Xavier. Mereka semua memakai jubah putih yang sederhana termasuk Raja Ehren. Pakaian serba putih adalah simbol suka cita di 7 kerajaan besar saat itu.
Raja Ehren berdiri ditengah barisan paling depan. Pandangan matanya lurus ke arah peti mati yang ada didepannya. Di samping kiri Raja, berdiri seorang guru Huanran yang memimpin upacara pemakaman. Di sebelah kanannya, ada Jenderal Yoshi dan Raefal.
Dimas datang terlambat dengan tandu ditemani Dawn. Dia tidak bisa melihat peti mati Xavier karena terhalang orang-orang yang berdiri di depannya. Akhirnya, dia hanya bisa duduk termenung di bagian belakang.
"Aku ingat saat pertama kali bertemu dengan Kak Xavier. Dia pernah bilang bahwa dia tidak pernah melepaskan temannya. Dia akan melakukan apapun untuk melindungi kita", ucap Dimas.
"Dia pria yang baik. Dia tahu arti dari solidaritas. Dia tahu arti dari kebersamaan. Kau tahu Jiru dari tim Araukaria?" tanya Dawn.
"Iya. Yang bisa mengendarai kapal dan perahu model apapun dan suka memancing", jawab Dimas.
"Pernah suatu hari, sepatu Jiru hanyut di sungai sehingga dia harus berjalan di tengah hutan tanpa alasan kaki. Xavier malah melepaskan sepatunya dan memberikannya pada Jiru. Ternyata Jiru menolaknya, lalu dia malah menyimpan sepatunya di tas dan ikut bertelanjang kaki untuk menemani Jiru. Padahal mereka beda tim", kata Dawn.
"Rasa toleransi dan solidaritas baru bisa dirasakan sepenuhnya pada seseorang yang telah mencicipi perbedaan. Saya bersyukur bisa dipertemukan dengan Kak Xavier dan menjadi saksi dari kebaikan hatinya", ucap Dimas.
Semuanya menjadi sunyi setelah Dimas dan Dawn bercerita. Semua anggota tim Akas dan tim Araukaria berkumpul di sebelah timur peti. Mata mereka terpaku dan berkaca-kaca. Beberapa anggota kerajaan dan kementrian juga ikut mengiringi kepergian Xavier.
Tak berselang lama, kesunyian itu hilang. Guru Huanran yang memimpin jalannya upacara memberikan pidato dan do'a untuk Xavier. Setelah itu, Raja Ehren maju ke depan untuk memberikan pidato. Dia menarik napas dalam-dalam dan menyeka air matanya. Lalu, dia meletakkan setangkai bunga Lily putih di atas peti mati Xavier.
"Beberapa orang menganggap bahwa air mata ini palsu karena biasanya seorang raja hanya menganggap para prajurit sebagai alat yang akan ditinggalkan jika sudah rusak. Bahkan yang paling parah, ada raja yang menganggap para prajuritnya sebagai tumbal untuk ditukar dengan kejayaan, kekuasaan, dan kekayaan. Saya adalah seorang anak tunggal yang kesepian. Namun saya beruntung bisa dipertemukan dengan Xavier. Saya masih ingat hari-hari di mana kami berburu buah bersama saat masih kecil", kata Raja Ehren.
Raja Ehren berhenti sejenak. Dia menarik napas dalam dan berharap air matanya kembali masuk ke dalam. Sayangnya, air matanya malah jatuh ke pipi. Jenderal Yoshi, Raefal, dan Jenderal Calvin yang berdiri disamping Raja juga berusaha menahan tangis.
"Saya, Xavier, dan Alatariel sering pergi berburu buah ke hutan diam-diam agar tidak ketahuan kakak kami yang galak bernama Bang Yoshi dan Bang Calvin", lanjut Raja Ehren.
Jenderal Yoshi dan Jenderal Calvin tertawa kecil mendengar ucapan Raja Ehren. Padahal mereka sesenggukan menahan tangis dari tadi. Raja Ehren juga berusaha menahan tangisnya dengan menghadap ke langit yang dihiasi dua burung terbang.
"Dengan mereka, kini saya tidak pernah merasa kesepian lagi. Bagi saya, tim Akas, tim Araukaria, semua tentara, dan seluruh warga Tirtanu adalah keluarga saya sendiri. Melalui mereka, saya melihat harapan dan keberanian. Jadi, terima kasih sudah berjuang bersama. Untuk Xavier, sekarang kamu bisa beristirahat dengan tenang. Semoga kehidupanmu di sana, jauh lebih baik dari sekarang", tutup Raja Ehren.
Semua orang yang hadir pemakaman di atas bukit menyaksikan tubuh Xavier diturunkan ke tanah. Semuanya kecuali Dimas. Dia menatap ke kejauhan. Padahal kini posisi Dimas tidak lagi di barisan paling belakang. Dawn membawanya ke barisan paling depan di samping kiri Raja Ehren.
Dawn berdiri di bagian selatan makam Xavier. Dawn bisa melihat Dimas, pemimpin upacara, Raja Ehren, Jenderal Yoshi, Raefal, Jenderal Calvin, Paman Alvaro, Selir Adeline, Ren, Jiru, Hoshi, Ian, Dhafi, Ghazi, Darsh, Eiham, Ezra, semua orang yang hadir di pemakaman Xavier. Terakhir, Raja Ehren maletakkan sebuah buket bunga besar di atas makam Xavier yang sudah tertutup tanah. Semua pengiring mengikuti sang raja untuk meletakkan bunga di atas makam. Upacara pemakaman kini telah usai.
"Tok, tok, tok!" Jenderal Yoshi mengetuk pintu.
Raja Ehren sedang membaca dokumen di balik pintu yang diketuk Jenderal Yoshi. Jenderal Yoshi segera masuk ke dalam ruangan setelah dipersilahkan. Ternyata ruang yang diketuk Jenderal Yoshi adalah ruang kerja Raja di Istana Amayuni.
"Permisi, Yang Mulia. Ada beberapa hal yang ingin saya laporkan", sapa Jenderal Yoshi.
"Baiklah. Silakan duduk!" kata Raja Ehren.
Setelah duduk, Jenderal Yoshi memberikan sebuah kertas kepada Raja Ehren. Walaupun Raja Ehren belum membukanya, dia sudah bisa menebak bahwa kertas ini berhubungan dengan Yudanta. Raja Ehren hanya memandangi kertas yang berada di atas meja itu saat ini.
"Kertas rasi bintang. Ini tentang Yudanta?" tanya Raja Ehren.
"Ya. Yang Mulia benar. Yang Mulia boleh membacanya sekarang", jawab Jenderal Yoshi.
Sebenarnya, Raja Ehren enggan untuk membacanya. Dia mengambil napas dalam-dalam baru mengambil kertas yang diletakkan di atas meja. Setelah membuka beberapa lipatan, Raja Ehren membaca isi surat itu.
"Yudanta bunuh diri? Orang seperti itu? Lalu?" ucap Raja Ehren.
"Kertas ini ditemukan kemarin sore di danau Abbot. Tim kami yang dibantu dengan tim penyelam dan Araukaria langsung melakukan pencarian di dalam dan di sekitar danau. Hasilnya nihil. Yudanta tidak ditemukan di sana baik dalam keadaan masih hidup maupun sudah meninggal. Jika dalam waktu 3 hari Yudanta tidak ditemukan, berarti isi surat ini bohong", kata Jenderal Yoshi.
Raja Ehren menjawab, "Yudanta bukan tipe orang yang akan bunuh diri jika menemukan jalan buntu. Dia anak cerdas dan punya skill yang mumpuni untuk bertahan hidup di situasi apapun. Jika dia tidak ditemukan dalam 3 hari artinya surat ini hanyalah sebuah pengalihan. Lalu?".
"Mahajana adalah satu-satunya tempat yang mempunyai kertas rasi bintang salju. Yudanta menggunakan kertas ini di setiap suratnya. Apakah ada kemungkinan bahwa Yudanta kabur melalui Mahajana?" tanya Jenderal Yoshi.
"Mahajana. Aku baru sadar bahwa tempat ini memiliki banyak rahasia yang jarang disentuh orang. Tadi malam, aku baru saja ke sana", jawab Raja Ehren.
Jenderal Yoshi berpura-pura tidak mengetahui kasus Mahajana yang baru saja terjadi tadi malam. Jenderal Yoshi menunggu Raja Ehren melanjutkan kalimatnya dengan santai. Dia ingin pembicaraan ini berlangsung tenang dan damai.
"Ada banyak jenazah yang ditemukan di sana tadi malam. Mereka meninggal karena kehabisan napas di dalam peti. Sepertinya, mereka sengaja dimasukkan ke dalam peti hidup-hidup lalu meninggal di perjalanan", lanjut Raja Ehren.
"Apakah Yang Mulia menemukan tanda-tanda bahwa Yudanta kabur melalui Mahajana?" tanya Jenderal Yoshi.