webnovel

Part 3 (Untuk Pertama Kalinya)

Angga terdiam di atas kasur, hati Angga menolak untuk menyentuh Valen. Dia tidak bisa, sama saja Angga mengkhianati Katy, satu-satunya wanita yang mampu membuat hatinya bergetar.

Namun di sisi lain Angga harus memikirkan permintaan ibunya, argh, Angga merasa kepalanya ingin meledak.

Valen muncul dari balik pintu kamar mandi dengan pakaian tidurnya. Angga menyenderkan kepalanya, sebelum memilih ikut membaringkan tubuhnya saat Valen membaringkan diri di sisi kiri.

"Heh, kau pasti besar kepala saat mama menginginkan cucu darimu!" kata Angga tajam saat Valen ingin memejamkan matanya.

Valen menghela napas lelah, Angga seakan terus menyalahkan dalam berbagai hal. "Aku tidak pernah berpikir begitu kak."

Angga terkekeh sambil menatap Valen dari sudut matanya. "Kesialan apa yang sedang menimpaku saat ini. Aku harus meniduri wanita hina sepertimu," balasnya dengan kejam.

Seketika Valen membeku, kata-kata pedas Angga sudah seperti makanan sehari-hari baginya, namun tetap saja hatinya akan terus terluka mendengarnya.

Valen merubah posisi tubuhnya hingga memunggungi Angga yang langsung menatap ke arahnya. "Ya, aku hanya wanita hina di mata kakak." Angga tersenyum masam lalu mengangguk. "Untunglah kalau kau punya kesadaran diri!"

Punggung Valen bergetar dan Angga menyadari hal itu. Sedikit hati kecil Angga tersentil, kata-kata terlalu kejam, namun cara itu yang paling ampuh untuk membuat benteng tinggi di hatinya, Angga tidak ingin hatinya luluh saat melihat tatapan Valen yang terluka.

"Kau hanya bisa menangis wanita tolol!" Punggung Valen semakin bergetar hebat, Angga pria terkejam di dalam hidupnya.

Valen bangkit, menoleh ke arah Angga dengan mata memerah serta air mata mengalir dari kedua matanya. Untuk pertama kalinya Valen tertawa sumbang.

"Iya, aku hanya bisa menangis. Kalau kakak tidak ingin meniduriku, kakak tidak perlu melakukannya. Kenapa kakak terus menyudutkanku, tolong hargai aku sedikit saja kak." Tangisan Valen pecah saat pipinya terasa panas, tamparan Angga semakin membuat hatinya patah.

Jemari Valen menyentuh pipinya, lalu menatap sendu ke arah Angga yang menatap marah ke arahnya. Angga menarik rambut Valen hingga membuat Valen menatap wajah Angga lekat-lekat.

"Kau tahu, hidupmu berada di tanganku, kau hanya perlu menerimanya, aku tidak suka kau bantah!" bentak Angga yang semakin menarik rambut Valen hingga istrinya itu meringis kesakitan.

Air mata terus mengalir dari sudut mata Valen, Angga yang melihat wajah kesakitan Valen membuat Angga menarik tangannya. "Jangan pernah memancing emosiku!" Angga memalingkan wajahnya, tidak sanggup melihat wajah Valen lebih lama lagi.

Valen menyentuh kepalanya yang berdenyut hebat, tamparan bahkan tarikan tangan Angga di rambutnya tidak lebih sakit daripada hatinya yang hancur berantakan.

Napas Valen tersengal-sengal saat Angga sudah memilih berbaring dengan posisi memunggingi dirinya. Isakan Valen tidak bisa berhenti, ini terlalu menyakitkan dan menyesakkan.

"Apa salahku kak?" ucap Valen pelan. Jemarinya menepuk dadanya yang terasa sesak.

Angga memejamkan matanya erat-erat berusaha menulikan telinganya mendengar tangisan pilu istrinya ini. "Apa kematianku yang kakak inginkan?" tanya Valen frustrasi.

Angga berteriak marah, kembali mengambil posisi duduk lalu menatap nyalang ke arah Valen, sekali lagi tangan Angga menyentuh wajah Valen hingga sudut bibir istrinya itu pecah.

Hati Angga mendadak kosong saat melihat Valen melihat ke arahnya tersenyum dengan sudut bibir pecah. Tangan Angga bergetar, senyuman Valen seakan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja saat ini, perlakuan Angga tidak lebih kejam dari sebelum-sebelumnya, Valen sudah terbiasa.

Angga mundur, dirinya terlihat mengerikan. Angga ingin berteriak marah pada dirinya, namun ia tahan, Angga tidak bisa melakukannya di hadapan Valen saat ini.

Senyuman di wajah Valen tidak memudar namun air mata tidak berhenti mengalir dari kedua matanya. "Aku lelah kak, kalau kakak ingin aku mati, kenapa kakak tidak bunuh saja aku sekarang," katanya tenang.

Ya, Angga menginginkan kematian Valen, namun saat mendengar Valen mengucapkan kata kematian pada dirinya sendiri, Angga merasa menjadi pria paling kejam di dunia ini.

"Aku tidak keberatan mati di tangan pria yang aku cintai," lirih Valen sambil terkekeh. Tubuh Angga menegang, Valen turun dari atas ranjang lalu berdiri tegak di sisi ranjang.

"Kakak benar-benar menginginkan kematianku bukan?" tanya Valen sekali lagi. Angga terdiam, perasaan sedang campur aduk saat ini dan Angga tidak bisa berpikir dengan benar.

Namun di saat Valen memecahkan vas bunga di atas nakas, kedua mata Angga melotot. "Apa yang kau lakukan?!" Angga ikut berdiri, kasur menjadi penghalang di antara keduanya.

"Mewujudkan keinginan kakak," katanya sedih. Angga tersenyum kecut. "Oh ya? Kalau begitu buktikan." Valen menatap dalam manik mata Angga, mungkin untuk terakhir kalinya. "Aku mencintaimu kak," ucapnya sambil tersenyum.

Kedua mata Valen terpejam, saat pecahan vas bunga berada di atas pergelangan tangannya, Valen mulai menggores pecahan itu. Mata Angga melotot, seketika ia berlari ke arah Valen lalu menarik pecahan kaca itu lalu membuangnya.

Angga menguncang tubuh Valen. "Apa kau sudah gila?!" bentak Angga dengan napas tidak beraturan. Mengabaikan telapak tangannya yang ikut terluka.

Angga marah, hingga akhirnya mendorong tubuh Valen ke atas ranjang. Mengunci tubuh Valen yang hanya menatap kosong ke arahnya. "Kau memang bodoh!" bisik Angga sebelum mencium bibir Valen dan menjamah tubuh Valen untuk pertama kalinya.

***

Pagi harinya Angga terbangun dengan Valen berada di dalam pelukannya. Wajah polos Valen membuat sedikit hati kecilnya tidak tega.

Tubuh Angga mendadak kaku, dirinya telah mengkhianati Katy. Namun mau menyesal tidak ada gunanya, Angga telah meniduri Valen dengan sadar.

Tubuh polos Valen di dalam pelukannya membuat wajah Angga memanas, membayangkan kejadian semalam yang membuat dirinya terbang ke langit. Valen wanita baik-baik dan dirinya menjadi pria pertama bagi istrinya ini, jujur saja Angga merasa bangga.

Angga mengusap pelan puncak kepala Valen, masih sangat Angga ingat semalam dirinya menarik kuat rambut panjang milik istrinya, pasti sangat sakit batinnya.

Lalu kedua mata Angga beralih ke sudut bibir Valen yang membiru. Angga memberanikan diri untuk mengecupnya pelan, Angga tidak ingin sejahat ini, namun jiwa di dalam dirinya tidak terima saat menerima kenyataan bahwa Valen adalah penyebab dari semua ini.

Valen menggeliat pelan, Angga menjauhkan wajahnya, dan sebelah tangannya masih setia melingkar di pinggang ramping milik istrinya.

Ketika kedua mata Valen terbuka, wajah Angga terlihat jelas. Cukup lama Valen mencerna semuanya hingga akhirnya Valen tidak bisa menahan rasa panas menjalar di wajahnya.

"Kau sudah bangun?" Valen tidak bisa berkata-kata, ia hanya bisa terdiam lalu mengangguk pelan.

Angga menarik pergelangan tangan Valen tepat di depan mata istrinya ini. "Aku tidak ingin kau melakukan hal bodoh ini lagi!" peringati Angga dengan dada bergetar saat melihat sedikit goresan di sana.

Lagi-lagi Valen mengangguk. Angga menghembuskan napas lelah. "Untuk kejadian semalam aku melakukan demi mama." Valen seakan kembali merasakan terlempar ke dasar jurang terdalam.

Niat awal Valen ingin tersenyum menjadi tertahan. Sorot mata Valen tidak bisa menyembunyikan kalau dirinya terluka mendengar ucapan Angga.

Namun Valen wanita yang tegar. Sekuat tenaga ia berusaha tersenyum. "Tidak masalah, asalkan mama bahagia, aku tidak keberatan." Angga diam, tidak menunjukkan ekspresi agar Valen tidak bisa membaca isi hatinya.

Bersambung...