Ryuu pun akhirnya sampai di kelas sebelum homeroom dimulai dan duduk di kursinya sendiri dengan wajah datar seperti tidak ada apapun yang terjadi.
Yuki masih khawatir dengan Ryuu yang mendapatkan surat ancaman yang memenuhi loker sepatunya itu, dia ingin membantu Ryuu untuk menyelesaikan masalah ini karena semua ini pada awalnya adalah karena dirinya.
Bagi Ryuu ini adalah masalah yang sangat mudah karena dia sudah mengetahui semua ini akan terjadi segera setelah kabar tentang dia dan Yuki berpacaran tersebar luas.
"Ryuu..."
Ryuu hanya terdiam seperti memikirkan sesuatu sepanjang pelajaran berlangsung tanpa menoleh ke arah Yuki yang terus meliriknya walaupun dia juga menyadarinya.
Itu membuat Yuki merasa khawatir kalau Ryuu tertekan dengan semua yang terjadi, tetapi dia juga tidak bisa menyerah begitu saja dan memutuskan hubungan dengan Ryuu setelah semua usaha yang dia lakukan.
Akhirnya setelah sangat lama menunggu bel istirahat pun berbunyi, Yuki yang sudah tidak sabar ingin segera mendatangi Ryuu dan ingin berada di sisinya untuk membantu dan mendukungnya.
"Ryuu!"
"Maaf Yuuki, aku mempunyai urusan mendadak."
"T-tapi!"
Ryuu pun segera berdiri dan meninggalkan Yuuki di kelas sendirian, dia terus berjalan tanpa sekalipun menoleh ke wajah Yuki yang terlihat khawatir dengan apa yang akan terjadi dengan Ryuu itu.
Yuki ingin sekali mengejar Ryuu dan memeluknya yang mungkin bisa meringankan beban Ryuu, tetapi dia menghentikan langkahnya karena itu hanya akan menambah masalah bagi Ryuu.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Tiba-tiba Yuki melihat seseorang yang berdiri di depan kelas seperti sedang menunggu seseorang.
"Itu...kak Monika? Kenapa dia kesini?"
Yuki pun berjalan menghampiri Monika yang berada di depan kelas dengan membawa sebuah buku.
"Kak Monika? Apa kakak sedang mecari seseorang?"
Monika terkejut karena Yuki tiba-tiba muncul di belakangnya sampai-sampai dia menjatuhkan buku yang dibawanya, dia pun menoleh dan mendapati Yuki yang berdiri di belakangnyaa.
"Ternyata Yuki-chan."
"Aku mau ketemu Ryuu untuk membicarakan sesuatu, tetapi aku sama sekali tidak melihatnya. Apa Yuki-chan tahu dimana dia sekarang?"
"Itu..."
Monika heran melihat Yuki, dia mendengar kalau mereka berdua memang benar-benar telah berpacaran tetapi entah kenapa Yuki nampak sedikit sedih.
"Apa jangan-jangan Ryuu melakukan sesuatu padamu? Tenang lah Yuki-chan, aku akan mencarinya dan memarahinya!"
"Tidak, bukan itu."
Monika tahu kalau sulit untuk membicarakan masalah dengan orang lain apalagi dengan orang yang baru dikenalnya, tetapi Monika ingin kalau Yuki membagi masalahnya agar dia tidak terus-terusan seperti itu.
"Yuki-chan, lebih baik kalau kau membagi masalahmu lho, siapa tahu aku bisa membantumu."
Yuki tidak tahu apakah dia harus membicarakan ini dengan Monika atau tidak secara Monika adalah orang yang telah mendorongnya untuk menyatakan perasaan Yuki dan dia bisa dibilang teman Ryuu.
"Baiklah, sebenarnya-"
"Tunggu dulu, jangan disini!"
"Eh?!"
Monika pun menarik tangan Yuki menuju ke suatu tempat yang sepi agar Yuki bisa dengan bebas menceritakan masalahnya.
"Jadi Yuki-chan, apakan ada sesuatu?"
"Sebenarnya tadi pagi Ryuu..."
"Ada apa dengan Ryuu?"
"Dia...menerima surat ancaman."
Monika terkejut mendengarnya, selama ini Ryuu adalah anak yang pendiam dan tidak suka membuat masalah dengan orang lain, oleh karena itu dia sangat terkejut mendengar kalau Ryuu menerima surat ancaman.
"Apa? Bagaimana bisa?"
"Itu semua karena salahku, karena aku telah berpacaran dengan Ryuu."
Yuki masih ingat betul dengan surat-surat itu, dia tidak tahu siapa yang menulis dan kenapa dia menulisnya kepada Ryuu.
"Jadi gitu...(sigh) itu tidak heran melihat kepopuleranmu dikalangan cewek dan cowok."
"Aku...populer?"
Yuki tahu kalau dirinya populer, tetapi itu dikalangan orang-orang yang melihatnya di TV atau para guru dan orang lain yang bekerja sama dengannya, dia tidak pernah merasa populer di kalangan remaja apalagi melihat dia yang sama sekali tidak mempunyai teman kecuali Ayano karena semua orang seusianya selalu menjaga jarak dengannya seolah-olah menghindarinya.
"Tidak-tidak, itu tidak mungkin."
"Hmmm...? memang kenapa?"
"Selama ini orang-orang yang aku ajak bicara semuanya selalu saja menghindar."
Monika bisa mengerti perasaan Yuki karena dia sudah seperti idol di sekolah itu melihat wajahnya yang cantik, otaknya yang jenius, dan juga keluarganya yang juga kaya, dia sudah seperti seorang wanita yang sempurna yang menjadi dambaan semua laki-laki, tentu aka nada banyak orang yang cemburu ketika mendengar berita tentang itu.
"Yuki-chan, Yuki-chan adalah orang yang terlalu sempurna sehingga semua orang merasa tidak pantas untuk mendekatimu, apalagi dengan Yuki-chan yang terkenal dingin kepada orang lain."
Selama ini Yuki memang selalu berwajah dingin kepada orang lain, tetapi itu bukan berarti dia memandang rendah ataupun tidak ingin akrab, dia hanya tidak tahu apa yang harus dia lakukan ketika berbicara dengan orang lain.
"I-itu tidak benar, aku hanya-"
"Aku tahu Yuki-chan, Ryuu sudah memberitahuku semuanya."
"Ryuu?"
"Ya, dia pernah membicarakan tentangmu saat bekerja."
Yuki terkejut mendengarnya, dia tidak menyangka kalau Ryuu sudah melihatnya sebelum dia menyatakan perasaannya.
"Be-benarkah itu?"
Monika tersenyum melihat reaksi Yuki yang tidak seperti biasanya. Yuki yang biasanya hanya dingin itu bisa hidup seperti ini hanya ketika dia bersama Ryuu, atau membicarakan tentangnya.
Tentu Monika tidak tahu kenapa Yuki bisa menaruh hati kepada monster bermuka datar itu, tetapi melihat Yuki yang nampak lebih hidup seperti itu juga membuatnya senang.
"Yuki-chan, kamu pasti sangat menyukai Ryuu ya?"
Wajah Yuki memerah seperti tomat yang telah masak mendengar kata-kata Monika.
"A-apakah terlihat sangat jelas?"
"(gigle) Semua orang yang melihatnya pasti akan segera menyadari."
Monika pun mulai merasa penasaran dengan alasan Yuki menyukai Ryuu yang bahkan tidak pernah terlihat berteman baik dengan siapapun.
"Ngomong-ngomong, apa yang kamu sukai dari Ryuu?"
Tentu Yuuki tidak serta merta tiba-tiba menyukai Ryuu, dia bukan lah orang yang sangat mudah menyukai orang lain.
"Ryuu...dia dulu pernah menyelamatkanku."
"Eh benarkah? Kalian sudah lama kenal?"
"Saat aku masih kecil dulu Ryuu pernah mengunjungi rumahku."
Yuki pun teringat kembali masa-masa itu dimana dia hanya menjadi seorang penyendiri, dia bahkan tidak pernah mengeluarkan ekspresi apapun dari wajahnya.
"Aku hanyalah seorang penyendiri yang menyedihkan, bahkan aku sama sekali tidak mempunyai teman."
Itu adalah sebuah pertemuan yang paling berkesan bagi Yuki, hari dimana Ryuu bisa dengan mudah mengubah Yuuki yang sudah seperti boneka tanpa ekspresi itu menjadi seseorang yang lebih hidup.
"Kemudian Ryuu datang dan menunjukkanku sesuatu yang lebih hebat dari apapun...sebuah kebebasan."
Di hari itu Yuki benar-benar merasakan sesuatu yang berubah di dalam dirinya dan itu memang membuatnya sangat bahagia, tetapi itu juga menjadi hari kesedihan dimana itu terakhir kalinya dia bertemu dengan Ryuu.
"Aku selama ini sangat ingin bertemu dan berterima kasih dengan Ryuu dan akhirnya aku bisa bertemu dengannya di sekolah ini."
"He~h aku pikir Ryuu itu orang yang sangat dingin."
"Ryuu yang sekarang memang nampak seperti itu, tetapi dia dulu adalah orang yang sangat ceria loh."
Monika pun sedikit terkejut mendengar itu.
"Eh, bohong! Ryuu yang itu? Ryuu yang selalu tanpa ekspresi itu?"
"Ya, tetapi di mataku dia tetap Ryuu yang aku kenal."
"Ehm! Kesampingkan tentang itu, sekarang mari kita mulai dengan masalah surat ancaman itu. Yuuki-chan, apa kamu tahu siapa pengirimnya?"
Tentu Yuki sama sekali tidak tahu tentang siapa pengirimnya karena dia tidak sempat melihat isinya, tetapi sekilas dia melihat tulisan dari surat-surat itu dan menghafalnya.
"Aku tidak tahu, tetapi...aku rasa aku telah menghafal tulisan dari si pengancam, jadi aku rasa kalau aku melihat tulisan itu lagi maka aku akan mengenalinya."
Monika memang sedikit terkejut dengan itu, tetapi melihat Yuki yang seorang jenius maka itu sama sekali tidak mengherankan.
"Seperti yang sudah aku duga dari murid jenius ya? Kalau begitu kurasa kita akan segera menemukannya segera."
"Kak Monika, apa kamu punya rencana?"
"Mari kita mulai dengan mengecek buku perpustakaan, siapa tahu si pengancam itu pernah meminjam buku."
Tentu itu akan menjadi langkah yang sangat tepat mengingat hampir semua murid di sekolah ini meminjam buku di perpustakaan dan meninggalkan data mereka, jadi kemungkinannya sangat lah besar.
"Tetapi bagaimana caranya?"
"Gini-gini aku juga seorang anggota perpus lho, jadi aku bisa mencarikannya untukmu."
"Benarkah? Apa tidak merepotkan?"
"Tidak, lagipula kita kan sudah menjadi teman jadi ya...aku harus menolongmu."
"Teman...? Kita?"
Melihat reaksi Yuki, Monika pun terlihat seperti orang yang gugup.
"Eh? A-apa hanya aku yang berpikir seperti itu?"
"Tidak, aku hanya sangat senang kak Monika berpikir seperti itu."
Yuki sama sekali tidak menyangka kalau dia akan bisa memiliki teman selain Ayano, tentu dia berpikir bahwa semua ini berkat Ryuu yang telah membantunya.
"(sigh) Yuki-chan, jangan membuatku kena serangan jantung."
"Tetapi teman ya...? aku tidak menyangka kalau akan memiliki teman selain Ayano."
Yuki pun terlihat senang karena bisa memiliki teman seperti Monika yang bisa menolongnya, dengan ini dia berpikir bahwa dirinya mungkin bisa untuk menolong Ryuu dan mengakhiri masalah ini untuk selamanya, dia tidak ingin hubungan yang baru saja dimulai ini hancur oleh masalah seperti ini.
"Baiklah kalau begitu, ayo kita segera ke perpus sebelum jam-"
Tiba-tiba bel masuk pun berbunyi dan mengagetkan mereka berdua.
"Maaf ya Yuki-chan, kurasa tidak ada pilihan lain, kita cari lain kali aja."
"Baik, bagaimana dengan sepulang sekolah?"
"Maaf, aku harus kerja hari ini."
Yuki terlihat sedikit sedih mendengar itu.
"Begitu ya..."
Monika memang bukan seseorang yang banyak menganggur, dia juga adalah anggota dari eskul Literatur yang membuatnya jarang memiliki waktu luang.
"Yuki-chan, kalau kamu mau kamu bisa mampir lagi, aku yakin kalau Ryuu juga akan senang."
"Baiklah aku akan mampir."
"Maaf ya, kalau begitu aku akan segera kembali ke kelas. Da~h Yuki-chan."
"Uun...da~h."
Monika pun segera kembali ke kelasnya begitupun dengan Yuki, dia berjalan sambil berharap kalau Ryuu akan terbuka dan menceritakan semua kepadanya.
Yuki pun masuk ke kelasnya, tetapi dia sama sekali tidak menemukan Ryuu di sana.
Yuki menghampiri murid laki-laki yang duduk di samping Ryuu.
"Um...apa kamu tahu dimana Ryuu?"
Murid laki-laki itu dengan gugup berusaha menjawab pertanyaan Yuki.
"A-aku tidak me-melihatnya."
Axel yang mendengar itu pun mendekati Yuki.
"Ah...aku tadi sempat melihat Ryuu berada di kantin."
"Benarkah?!"
"Y-ya, tapi pas aku panggil dia malah menghilang."
Yuki pun langsung pergi menuju ke pintu kelas itu untuk menyusul Ryuu, tetapi ketika membuka pintu, di sana ada Shiji yang sudah berada tepat di depannya.
"Mau kemana kamu? Ini sudah jam masuk."
"Ugh!"
Tentu sebagai murid yang teladan, Yuki tidak bisa memberikan contoh yang buruk kepada teman-temannya, dia pun tidak mempunyai pilihan lain selain diam menurut dan mengikuti pelajaran.
Yuki pun kembali ke tempat duduknya, tetapi dia sama sekali tidak bisa fokus mengikuti pelajaran, sepanjang Shiji mengajar, dia hanya melamun sambil memandangi tempat duduk Ryuu yang kosong.
"Ryuu..."
"Achoo..."
Ryuu tiba-tiba bersin dan seluruh tubuhnya seperti menggigil.
Di sana ada seorang murid laki-laki yang berdiri di sampingnya, murid laki-laki itu memiliki rambut yang pirang dengan wajah yang lumayan tampan.
"Apa kau tidak apa-apa, tuan Ryuu?"
"Jangan memanggilku tuan! Harus aku ulang berapa kali supaya kau bisa paham?"
"Maaf-maaf, jadi tentang itu, tapi kenapa kau sampai memanggilku kemari, di jam pelajaran lagi?"
Ryuu pun menyerahkan salah satu surat ancaman yang diterimanya pagi ini.
Murid laki-laki itu pun mengambil dan membacanya, dia pun sedikit terkejut ketika membaca isi dari surat itu.
"Hoi Ryuu...apa kau benar berpacaran dengan Yuki?"
Ini memang sebuah fakta yang amat sangat mengejutkan terutama bagi pemuda itu, dia tidak menyangka kalau Ryuu yang sama sekali tidak pernah tertarik dengan apapun itu bisa menjalin hubungan seperti ini.
"Ya, sebenarnya dia menembakku kemarin."
"Hoi, apa yang dikatakan orang tua itu jika dia tahu tentang ini?"
"Kalau kau tahu maka diamlah dan bantu aku."
"Jadi begitu...terus apa tujuanmu yang sebenarnya?"
"Tujuanku hanyalah sesuatu yang simple, aku hanya akan menyelesaikan apa yang telah aku mulai."
Pemuda itu memang tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud Ryuu dengan itu, tetapi mengingat itu adalah Ryuu maka dia pasti akan berbuat sesuatu yang tidak terduga lagi.
"Aku tidak paham dengan maksudmu, tetapi selama itu gak berbahaya maka aku akan bantu."
Pemuda itu pun membaca surat itu lagi.
"Tetapi apa yang bisa aku bantu sekarang? Asal kau tahu aku tidak pandai bermain detektif-detektifan loh."
"Aku sudah tahu, aku hanya akan memintamu melakukan satu hal saja."
"(sigh) baiklah apa itu?"
Ryuu mendekat dan membisikkan sesuatu di telinga pemuda itu.
Pemuda itu pun terlihat sangat terkejut dengan apa yang dibisikkan Ryuu.
"Hoi, apa kau benar-benar serius? Jadi semua ini hanyalah-"
Seperti biasa Ryuu selalu berwajah datar nan dingin, dia benar-benar tidak berekspresi apapun setelah melihat ekspresi pemuda pirang itu.
"(sigh) Sungguh sangat disayangkan, yah lagipula jika terus dilanjutkan orang tua itu bisa berbuat yang tidak-tidak."
Pemuda itu mengembalikan surat ancaman itu.
"Kalau begitu aku akan kembali ke kelas, kalau terlalu lama nanti aku bisa dimarahi."
Pemuda itu pun berjalan meninggalkan Ryuu sambil melambai-lambaikan tangannya, tetapi dia benar-benar tidak habis pikir dengan Ryuu yang mau melakukan itu hanya demi seorang wanita.
"Yah kurasa itu memang yang dia inginkan."
Ryuu pun juga ikut pergi dari sana, tetapi dia tidak berjalan kembali ke kelas atau apapun karena dia harus menemui seseorang.
Ryuu terus berjalan sampai dia menemukan taman, dia pun mengikuti jalanan taman sampai dia melihat sebuah bangunan yang agak besar.
Ryuu pun membuka pintu bangunan itu dan masuk ke dalamnya, di sana dia menemukan seorang gadis kecil yang tergeletak di lantai seperti orang yang sudah tidak bernyawa.
Ryuu pun segera mengeluarkan sebuah roti Yakisoba yang dia simpan dalam kantong plastik.
"Hei, ini aku bawakan roti Yakisoba."
"Yaki...soba..."
Gadis itu berbicara dengan suara yang sangat lirih.
"Kalau kau tidak mau ya sudah aku makan aja."
"YAKISOBA!"
Dengan sekejap gadis itu langsung mengambil roti Yakisoba itu dari tangan Ryuu, dia pun segera membuka dan memakannya dengan wajah yang bahagia.
"Nyam-nyam, Hwa~h enwak."
"Cepat makan dulu baru bicara."
Gadis itu pun segera menyadari kalau orang yang berdirinya adalah Ryuu.
"Hmmm...twernyata kwakak Lwoli- uhuk uhuk!"
Gadis itu pun akhirnya tersedak karena makan sambil berbicara, dia memukul dadanya dengan keras.
Melihat itu Ryuu langsung mengeluarkan minuman yang dia bawa dari kantong plastik.
"Sudah aku bilang jangan makan sambil bicara, ini aku bawain minum."
Gadis itu langsung meminum minuman itu dan akhirnya dia bisa bernapas lega.
"Hwa~h, terima kasih kakak sudah menyelamatkan nyawaku!"
Ryuu pun menadahkan tangan kanannya di depan gadis itu.
"Mana 200 yen?"
Gadis itu adalah seorang gadis yang sangat cantik dan manis, gadis itu memiliki warna rambut yang sama seperti Yuki yaitu putih seperti salju dan kulit yang agak kemerah-merahan.
Gadis itu adalah gadis yang kurang lebih sama seperti Ryuu, wajah manisnya itu sama sekali tampak tidak berkespresi.
"Kakak, apa kakak berpikir aku punya uang sekarang? Kalau kakak mau pembayaran maka aku rela membiarkan kakak praktek biologi di sini."
"Kalau begitu aku mau pembayaran yang lain."
Gadis itu pun segera bangkit berdiri.
"Hmmm...?"
"Aku mau kamu melakukan sesuatu untukku."