webnovel

Dewanto Imantara (20)

Proses belajar selalu menyakitkan bagi Dirman, yang menekankan dirinya untuk selalu jujur. Terlebih bagi pria matang 27 tahun yang sudah sekian tahun tak menyentuh buku teks SMA, bisa dibayangkan kesusahan yang diderita Dirman, terlebih tanpa tutor khusus yang membimbingnya belajar sistematis dan terarah.

Pak Dewanto Imantara, kepsek SMA Jaya Mada semestinya bisa jadi tutornya, karena waktunya di jam istirahat siang lumayan senggang. Sayangnya, Dirman segan meminta pak kepsek menolongnya, terlebih ia sudah mendapat kelonggaran memakai perpus pribadi milik si kepsek itu. Kayaknya sudah dikasih hati malah minta jantung, Dirman membatin.

Gundah di hati Dirman terbaca akhirnya, karena si kepsek menanyai progres Dirman mempersiapkan ujian kesetaraan. Sempat tergagap, Dirman menyangka kecurangannya membawa pulang buku berjudul Fate Grant Order terbongkar sudah. Nyatanya tak sedikit pun perihal buku itu diungkit si bapak Dewan.

"Kamu nervous gak, atau minder duluan sebelum bertempur nanti?" Pak Dewan mengerling dengan mimik bersahabat.

Tak terasa, dalam beberapa minggu saja, ia dan Pak Dirman sudah sedemikian karib hingga si pak kepsek tidak bersaya-anda lagi dengan Dirman. Tentu, Dirman tidak berani beraku-kamu dengan kepsek Dewan. Tetap dengan kata ganti bapak dan saya, meski Dirman mulai berani melempar joke pada si pria lumayan jangkung, yang disambut senyum mesemnya yang misterius.

"Nervous tak nervous tetap harus dihadapi, Pak." Dirman menjawab diplomatis.

"Sampai di mana kemajuanmu, Man?" Pak Dewan menohok Dirman secara halus.

"Oh, saya merasa lemah di matematika, Pak."

"Ya itu, berarti kamu harus mati-matian biar lebih mahir. Ya kan?"

"Dulu saya belajar mati-matian bila ada ujian matematika. Tapi sekian lama tidak belajar di sekolah, kok rasanya otak saya sudah berkarat ya, Pak."

"Hm, hm, matematika itu sebetulnya menarik karena banyak trik yang bisa dipraktikkan. Mau aku ajari kamu yang gampang-gampang?" Pak Dewan menyimpul senyuman penuh makna.

"Boleh juga, Pak. Dulu guru matematika saya sering membocorkan rahasia hitung cepat perkalian. Ini Pak, coba dinilai, benar gak trik saya ini."

Perkalian angka 101 dengan puluhan, akan menghasilkan jumlah sesuai dengan angka puluhan yang diulang dua kali. Contohnya 101 dikali 25, hasilnya jadi 2525, tanpa perlu kalkulator, sempoa, ataupun orat-oret kertas buram, dalam hitungan detik jawabannya bisa didapatkan segera. Itu trik jitu yang masih diingat Dirman sampai sekarang.

"Wah, kamu mencuri trik aku, nih. Hahaha, cuma bercanda ya, jangan dimasukkan dalam hatimu." Pak Dirman menepuk kertas buram di meja kerjanya.

"Kebanyakan murid, dan mungkin semua orang takut pada pecahan. Bukan pecahan kaca, ya, tapi soal-soal perkalian pecahan campuran seperti berikut ini."

Satu dua pertiga dikalikan dua tiga perempat. Repot kan kalau dikalikan begitu saja? Triknya, satu dua pertiga, kecilkan dengan mengalikan satu dengan tiga lalu ditambahkan dua, jadi lima. Lalu dua tiga perempat dikecilkan jadi dua kali empat ditambahkan dengan 3, sama dengan sebelas. Hasilnya lima dikali sebelas per tiga dikalikan empat, karena angka di bawah garis miring pecahan adalah tiga dan empat.

"Yes, Pak. Artinya lima kali sebelas sama dengan lima puluh lima. Per dua belas, jadi hasilnya 55 per 12. Bayangkan, dengan tahu triknya, berapa banyak waktu yang bisa kita hemat, kan?"

"Gimana, masih takut sama matematika? Pecahan aja gampang dipecahkan, toh?"

"Oh ya, ya. Karena namanya pecahan, artinya memang untuk dipecahkan ya, Pak."

"Sip. Kamu cepat belajar. Semangatmu itu harus dijaga, jangan sampai kendur, ya."

Dirman mendeham. Ada ganjalan yang masih menekannya sedari awal. "Ehm. Pak, maaf, Bapak kenapa baik banget sama saya, seakan diutus untuk membantu saya? Maaf kalau kata-kata saya tak berkenan buat Bapak."

"Siapa aku? Kamu akan tahu pada saatnya nanti. Kamu sudah tuliskan semuanya, Dirman? Kamu merasa nasibmu akan membaik setelah kesempatan kedua itu? Gimana menurutmu, Man?"

Entah bagaimana, Dirman merasa bukan Pak Dewan yang berbicara padanya. Pastilah ia tertimpa halusinasi, atau mungkin buku kejanggalan itu berulah lagi seperti yang sudah-sudah? Dari jendela ruang kepsek, langit terlihat biru terang, bukan berwarna sepia seperti yang ia takutkan semula.

Siapa sih Pak Dewan itu sebenarnya? Jangan-jangan dia itu penunggu buku sakti Fate Grant Order?

danirasiva80creators' thoughts