webnovel

16

Tanpa mereka sadarai mama Kinan tersenyum bahagia melihat anak dan menantunya yang sudah mulai dekat. Ternyata ia tak salah menjodohkan anaknya dengan Gita wanita yang lemah lembut, pekerja keras dan juga sabar, sangat cocok untu anaknya yang terlalu sibuk dan kurang memperhatikan sekitar. Mama kinan memakai kembali kaca mata hitamnya lalu pergi meninggalkan bioskop.

Di dalam bioskop Gita dan mas Gilang duduk di bangku yang sangat enak, di tengah. Tidak terlalu depan dan tidak terlalu belakang. Namun mereka tak tau ternyata kak Brian juga menonton film yang sama dengan mereka dan rupanya kak Brian duduk tepat di sebelah Gita.

"Mas, ini kita nonton film apa?" tanya Gita.

"Dilan 1991." Ucapnya, "ternyata mas suka film ini?" Gita mencoba menahan tawanya, "Kenapa memang, apa perlu mas jadi dilan mu?" tanyanya, Gita menggelengkan kepala. "Tidak perlu mas, aku suka mas Gilang bukan Dilang, dan aku akan tetap memilih mas, jika ada jutaan atau bahkan ribuat dilan disini."

Mas Gilang mencubit pipi Gita gemas, "Ternyata istriku ratu gombal ya.. belajar dari mana sih?"

"Tapi tak apa kan gombalin suami sendiri." Mas Gilang terkekeh. Kami pun menikmati film tersebut dengan hikmat, hingga sebuah tangan memegang tanganku disebelah, aku menoleh ke senelah dan mendapati kak Brian yang tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahku, "kakak." Ucap Gita tanpa suara, "kok bisa." Lagi-lagi tanpa suara, kak Brian mengintrupsi Gita untuk kembali menoleh ke depan dan memperhatikan film di depan.

...

Di lain tempat Iqbal terus mengikuti gadis cupu itu dari belakang, merasa diikuti gadis itu berhenti dan membalikan tubuhnya, "Kenapa kakak ngikutin aku terus?" tanya gadis cupu itu, "Hmm...iya ya." Iqbal berhenti pasalnya gadis itu pun berhenti, "karena aku belum tau namamu…" Iqbal mengulurkan tangannya, "Iqbal." Ucapnya, gadis itu tak langsung menyambut tangan Iqbal, karena tak mendapat respon Iqbal menari tangan gadis itu agar mau berjabat dengannya, "Jadi siapa nama kamu?" ucap Iqbal, "Aku.." belum selesai menjelaskan tiba-tiba suara orang membuat gadis di hadapannya menoleh ke samping, aku pun mengikuti arah pandangnya, "eh cupu..lu tuh gue tunggu kemana aja hah.. gatau gue udah haus banget, mana jus yang gue minta." Di sana ada lelaki dengan perawakan urakan namun tetep terlihat tampan berjalan ke arah Iqbal dan juga gadis yang ada di hadapannya.

Lelaki yang tak diketahu Namanya itu menatap tajam kea rah Iqbal, kemudian menarik tangan gadis itu sehingga terlepas dari genggaman Iqbal, "Jangan deketin cewek ini." Printahnya dengan nada yang sudah meninggi, dan itu berhasil membuat situasi di Lorong kampus sepi dan beberapa mahasiswa pun memperhatikan kami.

Lelaki yang tak diketahu Namanya itu menatap tajam kea rah Iqbal, kemudian menarik tangan gadis itu sehingga terlepas dari genggaman Iqbal, "jangan deketin cewek ini." Printahnya dengan nada yang sudah meninggi, dan itu berhasil membuat situasi di Lorong kampus sepi dan beberapa mahasiswa pun memperhatikan kami.

Iqbal yang tak suka dengan gaya lelaki belagu ini pun maju selangkah, "Kenapa memang?" lelaki itu menoleh ke arah gadis cupu yang berada di sampingnya sedangkan gadis itu hanya menundukan kepalanya sambil mencoba melepas tangannya yang di genggam oleh lelaki itu dan Iqbal yang melihat itu tak suka.

"Dia babu gue. Dan gak boleh ada yang deket sama nih bocah, termaksud lo."

“Kecuali..lo mau bayar nih babu, gue bakal lepasin dia." Iqbal melihat kesedihan di wajah gadis itu. "okay, berapa mau lo?"

"Seratus juta." Ucapnya, "gimana lo sanggup?"

“Okay. Serratus juta.. Iqbal merogoh ponselnya dan membuka app mbanking, "Berapa no rek lo?"

Setelah Iqbal membayar uang itu, kini gadis cupu itu bisa terlepas dari lelaki gila tadi, "Okay kamu sekarang aman." Iqbal dan gadis itu sudah duduk di bangku taman kampus, "Taunggu nama lo siapa?"

"Alena kak." Ucapnya.

"Alena nama yang bagus, sekarang kamu sudah bebas, jadi kalau ada yang nyakitin kamu lagi jangan sungkan buat hubungin aku." Sungguh Iqbal tak mengerti mengapa ia mau membayar seratus juta untuk gadis dihadapannya bahkan menawarkan diri sebagai pelindung gadis ini.

"Terimakasih ka.." ucapnya.

…..

Mas Gilang membawaku ke dalam mobil dan menyuruhku untuk segera masuk. Sedangkan mas Gilang berjalan memutari mobil dan masuk kedalam mobil bagian kemudi. Tanpa menunggu lama mas Gilang menancapkan gas nya dan mengendarai mobil pergi dari sana.

Gita memberanikan bertanya, “Kita mau kemana lagi mas, aku ada kelas.”

Mas Gilang hanya terdiam hingga mobilnya berhenti tepat dilampu merah. “ke suatu tempat, kelas siapa?” tanyanya.

“kelas bu Enda. Bahasa inggris.” Mas gilang mengangguk kemudian mengeluarkan ponsel. “Siang bu, saya mau minta izin atas mahasiswi ibu yang bernama Gita jurusan arsitek, karena tidak bisa hadir dalam perkuliahan siang ini.” Gita yang mendengar itu membulatkan matanya tak percaya, semudah itu.

“Beres kan.” Ucap Gilang enteng.

Tak lama lampu berubah menjadi hijau, mobil mas Gilang pun melaju kembali. Sepanjang perjalanan tak ada yang membuka suara, aku hanya memperhatikan pemandangan diluar jendela.

Karena terlalu lelah membuatku merasa mengantuk, karena sudah tak kuat membuatku memejamkan mata. Entah sudah berapa lama aku terlelap, mobil mas Gilang sudah terpakir di sebuah pantai. Saat aku membuka mata, yang kulihat hamparan laut yang begitu luas.

Aku menoleh mendapati mas Gilang tak ada didalam mobil. Aku pun keluar dan berjalan saat mendapati mas Gilang yang berdiri di ujung sana sambil menatap luasnya hamparan lautan.

Tidak hanya itu, langit pun mulai berubah menjadi jingga, “Mas…” aku berdiri tepat disamping mas Gilang, Gilang pun menoleh dan tersenyum menatapku. Tidak lama kemudian mas Gilang menatap lautan disana.

“Aku suka seperti ini, menenangkan.” Ucap mas Gilang, Gita hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan argument seperti ini. Sungguh ini adalah hal pertama yang mereka lakukan dengan tenang. Tangan Gilang terulur merangkul Gita, Gita menoleh ke kanan saat mendapati tangan suaminya yang memeluknya erat.

“Kamu tahu mas, dulu ayah sering banget ajak aku sama ibu buat main air disana.” Gita menunjuk ke depan dimana air laut yang terus menyerbu sisi pantai. “Ayah akan menggendongku dan berlari-lari kecil disana, sedangkan ibu hanya melihat tingkah konyol kami.” Air mata Gita menetes tanpa sadar.

Gilang menoleh dan mendapati Gita yang menangis, Gilang membalikkan Gita sehingga mereka kini saling berhadapan. Tangan Gilang terangkat mengusap air mata Gita, “don’t cry and sorry.”

Mama Kinan yang sedari tidak bosannya mengikuti aktifitas anak dan menantunya, dengan menggunakan kacamata dan topi sehingga membuat kedua anaknya tidak menyadari keberadaannya. Namun saat asik memakan es krim, tiba-tiba mama kinan kehilangan jejak kedua anaknya itu.

“Yah ko ilang…” kesalnya.

“mamah cari siapa?”

Mamah Kinan yang kesal karena kehilangan anak-anaknya pun berucap.

“saya lagi ngikutin anak sama mantu saya.” Ucap mama kinan yang masih belum sadar.

“Emang kenapa mah ko diikuti.” Mamah kinan yang mulai janggal terdiam dan berbalik. Mamah kinan langsung menyengir saat mendapati kedua anaknya berada di belakang.

“mamah lagi belanja bulanan, kebetulan banget liat kalian, kalian lagi jalan-jalan juga?” mamah kinan berusaha mengalihkan pembicaraan.

“yaudah ya mamah pergi dulu.” Dengan cepat mamah kinan meninggalkan mereka berdua.